Drama Remaja
AKU vs AYAHKU
Budi Ros
PEMBUKA
GONG DUA BERBUNYI.
PARA PEMAIN MUNCUL DARI PINTU MASUK AUDITORIUM, MENUJU PANGGUNG. SEMUA MENYAPA PENONTON DENGAN RAMAH : “ SELAMAT MALAM SEMUA, SELAMAT DATANG … APA KABAR ?. ”
SESAMPAI DI PANGGUNG, PARA PEMAIN MENATA SET DAN PERALATAN LAINNYA. BAGUS, PEMIMPIN MEREKA, MEMBERI KOMANDO BAGAIMANA SET DAN PERALATAN HARUS DI TATA.
KEMUDIAN DARI SALAH SATU SISI PANGGUNG MUNCUL MENEJER PANGGUNG, YANG MEMBERI TAHU BAHWA KOMANDO BAGUS TERNYATA SALAH. SET DAN SEMUA PERALATAN KEMUDIAN DI TATA ULANG SEPERTI PETUNJUK MENEJER PANGGUNG.
SEMUA PEMAIN TURUT AKTIF MENYIAPKAN PERALATAN.
MENEJER PANGGUNG DIBANTU BAGUS SESEKALI MENGECEK APAKAH SEMUA PERALATAN DITEMPATKAN PADA TEMPATNYA ATAU TIDAK.
MEREKA MEMERIKSA DARI BEBERAPA SUDUT, KEMUDIAN BEBERAPA KALI MELIHAT ARLOJINYA, DAN KETIKA MENYADARI SUDAH WAKTUNYA PERTUNJUKAN DIMULAI, MENEJER PANGGUNG BERTANYA PADA PARA PEMAIN
MENEJER PANGGUNG :
Bagaimana, sudah siap ?
PARA PEMAIN :
Belummm …
MENEJER PANGGUNG :
Oke, cepat sedikit kalau begitu.
LALU MENEJER PANGGUNG BERUNDING DENGAN BAGUS. KEMUDIAN MEREKA SEPAKAT, BAGUS MEMULAI PERTUNJUKAN SEMENTARA PANGGUNG DISIAPKAN.
MENEJER PANGGUNG TURUN TANGAN LANGSUNG MEMBANTU PERSIAPAN, IKUT MENGANGKAT SET DAN PERALATAN, BAGUS MEMULAI PERTUNJUKAN.
BAGUS : ( BICARA PADA PENONTON )
Ternyata repot sekali membuat pementasan teater. Tapi jangan kuatir, apa pun yang terjadi pertunjukan akan tetap jalan. Selesai tidak selesai panggung ini ditata, kami akan tetap main. Sebab kami berlatih sudah sangat lama, sekitar 6 bulan. Kami sudah banyak kehilangan waktu, tenaga, dan tentu saja biaya. Sia-sia sekali kalau kami tidak jadi main gara-gara panggung belum beres. Kami pun merasa berdosa pada Anda semua. Jadi jangan kuatir, kami pasti main.
Malam ini kami akan membawakan lakon berjudul MARNI versus Ayah, lakon yang sederhana tapi seru. Seru di sini bukan saja ramai, tapi punya arti lain, yaitu Sedikit Ruwet. Ini lakon tentang pertentangan anak muda dan orang tua, pertentangan pop dan klasik, tradisi dan modern. Pertentangan yang sebetulnya tidak perlu ada. Tapi begitulah, nyatanya pertentangan semacam ini selalu ada, dari waktu ke waktu. Dan gara-gara pertentangan ini, kita semua sering kehabisan waktu. Cinta, kata orang bisa menjadi jawaban semua masalah. Tapi dalam kasus ini, cinta mengakibatkan banyak masalah.
Lihat, apa yang terjadi dengan Marni, tokoh utama lakon ini. Marni !
MARNI : ( MENDEKAT )
Ya …
BAGUS :
Lho, kok cengegesan ? Kamu kan ceritanya lagi patah hati.
MARNI :
Kan belum mulai ?
BAGUS :
Oh, ya. Tapi ini sudah waktunya mulai. Siap dong, aktris harus siap sebelum mulai.
MARNI :
Tapi panggungnya juga belum siap.
BAGUS :
Lho, belum siap juga ? Ya ampun, lama betul. He, menejer panggung, masih lama ?
MENEJER PANGGUNG :
Sebentar lagi. Ngomong aja dulu.
BAGUS :
Eee .. sudah berbusa begini. Bisa keburu pulang nanti penontonnya.
MARNI :
Ya … jangan dong. Para penonton, mohon jangan pulang dulu ya ? Betul, ya ? Kan belum nonton Marni akting. Nanti ada door prize-nya lho.
BAGUS :
Ngawur. Door prize, memangnya infotainment. Sudah, sudah, sana siap-siap.
( MARNI PERGI )
Maaf. Itu tadi pemeran Marni. Dia ceritanya patah hati melulu. Karena setiap kali Marni jatuh cinta, atau ada pemuda jatuh cinta padanya, babenya selalu melarang. Dan anehnya, sang babe selalu punya alasan yang sama: aku sayang sama kamu NAK, jadi aku harus menjagamu. Gile, memangnya cinta itu kejahatan. Atau jangan-jangan babe si Marni ngidam jadi sekuriti.
MARJUKI :
He, ngomongin gue lu ? Sompret kamu. Berani-beraninya.
BAGUS :
Siapa ngomongin ? Ini perkenalan tokoh, namanya.
MARJUKI :
Pakai diperkenalkan segala. Memangnya saya tidak bisa memperkenalkan sendiri tokoh yang saya mainkan ?
BAGUS :
Bisa, bisa. Justru ini untuk membantu situ. Supaya penonton lebih jelas, Marjuki itu tokoh macam apa. Soalnya akting situ pas-pasan.
MARJUKI :
Sembarangan ! Saya aktor. Main saya dijamin bagus. Dalam lakon ini Marjuki pun tokoh penting, jelas karakternya. Tidak perlu diperkenalkan.
BAGUS :
Tetap perlu diperkenalkan, kawan. Jangan kata Marjuki, capres juga perlu perkenalan, perlu kampanye. Kalau tidak, nggak akan dapat dukungan publik. Malah ada capres yang bikin buku dulu sebelum mencalonkan diri. Mereka membangun imej yang hebat-hebat tentang dirinya. Padahal, begitu jadi presiden, sami mawon.
MARJUKI :
Sudah jangan ngelantur.
BAGUS :
Saya bukan ngelantur, saya bicara fakta. Eh, tahu tidak bedanya capres dengan aktor ?
MARJUKI :
Tahu. Mereka harus sama-sama jago akting.
BAGUS :
Pinter. Sekarang bedanya aktor dengan Presiden ?
MARJUKI :
Aktor menjalankan amanat lakon. Presiden menjalankan amanat rakyat.
BAGUS :
Betul. Terus ? Kenyataannya, presiden menjalankan amanat rakyat tidak ?
MARJUKI :
Itu pertanyaan saya juga. Sudah ah, kamu ngelantur lagi.
BAGUS :
Ini juga bagian dari amanat. Kita semua masing-masing punya tugas, misi atau amanat. Marjuki, dalam lakon ini punya tugas sebagai tokoh antagonis atau si jahat. Dalam kehidupan nyata, orang tua seperti Marjuki, tidak boleh begitu. Orang tua harus ngemong anak. Harus mengerti kemauan anak. Bukan main larang. Apalagi dalam urusan cinta.
BAGUS : ( MENYANYI )
CINTA ADALAH ANUGERAH ALAM
ANUGERAH SANG PENCIPTA
JANGAN COBA DIKEKANG
APALAGI DILARANG
BIARKAN CINTA TUMBUH
MENGIKUTI ATURAN ALAM
BIARKAN ANAK MERDEKA
MEMILIH JALAN
( PARA PEMAIN SUDAH SELESAI MENATA PANGGUNG KEMUDIAN IKUT MENYANYI )
TAPI PARA ORANG TUA
SELALU PUNYA SENJATA
DAN KAMI TERKAPAR TAK BERDAYA
“ JANGAN INI JANGAN ITU ”, KATA MEREKA SELALU
( SEMUA PEMAIN UNDUR DIRI, KECUALI MARNI DAN AYAHNYA )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SATU
BERANDA DEPAN RUMAH MARJUKI. SIANG.
SETELAH MENGGAMBARI SELURUH TEMBOK RUMAH, MARNI MENGGAMBARI LANTAI. ITULAH UNGKAPAN PROTES MARNI KEPADA SANG AYAH, SEBAB SELALU DILARANG PACARAN.
SEBELUMNYA, MARNI PROTES DENGAN CARA MOGOK BICARA SEMINGGU. SEBELUMNYA LAGI, IA MOGOK MAKAN DAN TIDAK KELUAR KAMAR 3 HARI TIGA MALAM.
MARJUKI BARU DATANG DARI KELURAHAN, KAGET MELIHAT AKSI MARNI.
MARJUKI :
Ya, ampun. Protes model apa lagi ini Marni ? Masa, seluruh rumah digambari begini ? Aduh … aduuhh … gambar apa pula ini ? ( MEMANDANG LEBIH SEKSAMA ) Ya ampun, Marni .. Marni … saya pikir protes kamu sudah cukup. Tujuh hari mogok bicara, 3 hari 3 malam mogok makan dan tidak keluar kamar, eh masih ada lagi. Seluruh rumah digambari begini. Lukisan abstrak lagi. Soal protes dengan cara yang lain-lain itu, okelah. Ayah bisa terima. Tapi lukisan abstrak ini, saya keberatan. Melukis itu ada aturannya. Pertama orang harus melukis realisme, surealisme, kemudian yang lain-lainnya, baru abstrak.
MARNI :
Itu kuno.
MARJUKI :
Apa salahnya kuno kalau baik ?
MARNI :
Apa salahnya modern kalau juga baik ?
MARJUKI :
Sudahlah Marni, jangan ajak ayah berdebat. Capek.
MARNI :
Marni juga capek, makanya kemaren seminggu diam.
MARJUKI :
Marni, sekali lagi ayah tegaskan. Ayah tidak melarang kamu pacaran. Ayah hanya tidak setuju dengan caramu. Kamu pacaran tidak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam. Itu satu. Kedua, ayah ingin kamu benar-benar memilih pemuda yang cocok.
MARNI :
Itu sama saja dengan melarang.
MARJUKI :
Lain, Marni. Beda.
MARNI :
Sama !
MARJUKI :
Mmm … berdebat lagi.
MARNI :
Dulu, ayah melarang Marni dekat sama Ongky. “ Jangan yang beda agama ” kata ayah. Lalu Marni dekat sama Taufik, ayah juga melarang. “ Jangan dengan anak pejabat. Miskin tidak pantas, kaya disangka KKN ” begitu.
Sekarang, Marni dekat sama Anto, jelas dia anak baik, se-iman, bukan anak pejabat. Apa lagi ? Apa ayah tidak ada kata lain selain “ jangan ” ?
MARJUKI :
Siapa rela punya anak pacaran sama pengangguran ?
MARNI :
Siapa bilang dia pengangguran ? Dia sekolah ayah.
MARJUKI :
Kalau sekolah ngapain tiap pagi mondar-mandir naik motor ?
MARNI :
Pagi dia ngojek.
MARJUKI :
Kapan sekolahnya ?
MARNI :
Anto Masuk siang.
MARJUKI :
Kalau sekolah siang kenapa malam-malam sering datang ke sini ? Habis sekolah mustinya pulang ke rumah, bukan main ke sini.
MARNI :
Malam dia narik angkot ayah. Kalau lagi sepi, atau angkotnya dibawa orang lain baru main. Kan tidak tiap malam Anto ke sini ?
MARJUKI :
O, supir tembak ? Ampun Marni, apa yang bisa diharap dari tukang ojek dan sopir tembak ?
MARNI :
Jangan kuatir. Dia punya cita-cita tinggi, punya platform !
MARJUKI :
Syarat yang diperlukan sebagai calon suami adalah hidup mapan, punya pekerjaan tetap, penghasilan cukup, dan sayang sama kamu.
MARNI :
Itu pendapat kuno.
MARJUKI :
Biar kuno kalau baik apa salahnya ?
MARNI :
Biar modern kalau baik juga apa salahnya ?
MARJUKI :
Jangan mengajak berdebat Marni. Capek !
MARNI :
Saya juga capek dan tidak ada waktu. Masih banyak yang harus Marni kerjakan. Seluruh rumah harus saya lukis. Tapi catnya kurang. Permisi dulu. Saya mau beli cat. ( PERGI )
MARJUKI :
Duh, aduh … ( MENYANYI )
AMPUN … AMPUN …
SUNGGUH-SUNGGUH MINTA AMPUN
PUNYA ANAK GADIS PUBER SEMATA WAYANG
REPOTNYA BUKAN KEPALANG
MAU DIKASIH KEBEBASAN
TAKUT JADI SALAH JALAN
TAPI KALAU DILARANG
BIKIN GEGERAN SIANG MALAM
AMPUN, AMPUN …!
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA
AULA SEBUAH SMU. SIANG.
PARA SISWI / SISWA SEDANG ESKUL MENARI. MEREKA BERGERAK TANPA PENGHAYATAN. IBU WIWIK MEMBERI PENGARAHAN.
IBU WIWIK :
Coba perhatikan semua. Irna, Audi, Lala, semua tenang dulu sebentar.
( SETELAH SEMUA TENANG )
Perhatikan ya. Menari itu bukan asal bergerak. Tapi bergeraklah dengan perasaan, dengan emosi atau greget. Tanpa dibarengi perasaan, tarian kalian tidak akan menarik. Hambar, kosong. Seperti robot ! Dan penonton akan cepat bosan, lalu pulang. Menyedihkan. Tontonan yang ditinggalkan penonton sebelum waktunya adalah tontonan yang sangat menyedihkan.
Sekarang coba lagi dari awal. Coba pakai musik. Ibu mau ke toilet. Irna, pimpin teman-teman, ya. ( PERGI )
IRNA :
Baik, bu. Yuk, teman-teman. Langsung ya ?
LALA :
Istirahat dulu dong.
AUDI :
Heeh, BT nih.
YANG LAIN :
Ya. Pegel juga ya ?
AUDI :
Neyesel juga milih tari tradisi. Mana gerakannya lambaaattt … jawa banget deh !
YANG LAIN :
Ember …
IRNA :
Siapa yang dulu ngotot milih tari tradisi ?
AUDI :
Eh, bukan gue lagi. Keputusan bersama kan ?
LALA :
Ya. Tapi provokatornya kamu. Lala bilang modern dance aja. eh, kamu ngotot.
AUDI :
Gara-gara ibuku juga sih. Tradisi, tradisi aja, supaya kamu kenal tradisi. Tahunya pegeeelll. Gerakannya lambaaatttt … pantes Marni nggak mau ikut.
( MARNI MENDADAK MUNCUL )
MARNI :
Heh, latihan yang bener. Jangan mengeluh.
SEMUA :
Eh, nongol dia.
LALA :
Heh, katanya masih mogok sekolah. Kok nongol ?
MARNI :
Aku cuma mampir, habis beli cat.
AUDI :
Mau ngecat rumah ? Wah, mau hajatan rupanya ? Orang tua Anto mau melamar ?
MARNI :
Gila ! Tapi betul teman-teman, aku punya hajatan. Kalian harus datang, ya ?
IRNA :
Acara apa dong, yang jelas ?
MARNI :
Datang saja, pokoknya seru. Ini acara kejutan, jadi sengaja tidak pakai penjelasan. Datang dan bawa makanan apa saja, kueh kek, rujak kek. Apa saja, soalnya aku nggak sempat masak. Kabarkan ke yang lain ya ? Dah .. ( PERGI )
AUDI :
Acara apa sih ?
SEMUA :
Mana tahu.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TIGA
DI SEBUAH TEMPAT. MALAM.
ANTO SENDIRIAN, HATINYA GUNDAH.
ANTO : ( MENYANYI )
… DUDUDUDU … DUDU .. DUDUDU .. DU …
HUHU .. HUHU . HUHU … YEHE .. HEHE ……
SIAPA BILANG CINTA INDAH UNTUK DIKENANG
DUDUDU … DUDU .. DUDU .. DUDU …
YEYEYEYEY … YEY .. YEY .. YEYE ….
( CEPI, DATANG DIAM-DIAM. NIMBRUNG NYANYI )
UNTUK DIKENANG SIAPA BILANG CINTA INDAH
CINTA INDAH SIAPA BILANG UNTUK DIKENANG
DIKENANG UNTUK SIAPA CINTA INDAH BILANG
CEPI : ( MENYANYI )
SIAPA SANGKA, CINTA MARNI BIKIN PATAH HATI
SIAPA SANGKA, CINTA MARNI DILARANG PAK MARJUKI
ANTO :
Setan kamu !
CEPI :
Tenang kawan, tenang. Harap tenang. Semua aman terkendali, karena ada Cepi. Kamu ingat kan ? Bayu, Agus, Edo, Tyas, Audi, Lala, Irna, semua pernah punya masalah dalam urusan cinta. Tapi begitu Cepi datang, semua masalah selesai. Jadi harap sabar, tenang.
ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
CEPI :
Sekarang aku sedang berpikir, bagaimana supaya ayah Marni bisa menerima kamu. Tapi sebelumnya dengar kataku. Ini penting dan perlu diketahui semua orang. Ini ilmu kuno, tapi manjur. Sayang orang sering melupakan.
Begini, dalam hidup ini ada dua hal yang harus diingat: sukses atau gagal. Menang atau kalah. Untung atau buntung. Senang atau sedih. Bahagia atau sengsara. Dalam urusan cinta, juga hanya ada dua kemungkinan: diterima atau ditolak. Jadi tenanglah.
ANTO :
Memang siapa yang ribut ?
CEPI :
Kalau cinta diterima, kita memang bahagia. Tapi sebetulnya ada sejuta resiko menunggu. Kamu harus apel setiap malam Minggu, harus datang tepat waktu, harus berpikir baju dan parfum apa yang pantas dipakai, punya uang saku, dan hadiah apa yang pantas diberikan pada saat si dia merayakan ulang tahun.
ANTO :
Memang siapa yang bikin aturan begitu ?
CEPI :
Itu baru tahap-tahap awal. Tahap berikutnya, lebih repot. Kamu harus datang silaturahmi pada kakek-neneknya, pada para om dan tentenya waktu mereka hajatan, harus datang waktu sepupu-sepupu dia kawin, atau ultah dan semacamnya.
ANTO :
Siapa yang bikin aturan begitu ?
CEPI :
Pada tahap yang paling serius, waktu kamu sudah nikah dengan dia misalnya, kamu akan dibilang orang paling sombong dalam keluarga mereka, hanya gara-gara tidak datang waktu mereka bikin acara arisan keluarga. Bayangkan, arisan keluarga, acara paling membosankan di dunia pun kamu harus datang. Itulah resiko kalau cinta kita diterima seorang gadis. Jadi ditolak, sebetulnya lebih bagus.
( ANTO TERTAWA )
CEPI :
Kenapa tertawa ?
ANTO :
Kamu penyitir yang hebat.
CEPI :
Maksudnya ?
ANTO :
Kamu menyitir buku “ Enaknya Hidup Membujang ” kan ?
CEPI :
Kok tahu ?
ANTO :
Yang nulis buku itu pamanku. Aku sudah baca sebelum buku itu dicetak. Aku pikir cuma aku yang hafal luar kepala, ternyata kamu lebih hafal lagi. Kapan kamu baca buku itu, tadi siang ya ?
CEPI :
Bukan. Tadi sebelum ke sini.
ANTO :
Pantes, hafal sampai titik komanya.
Tapi maaf Cepi, aku tidak sepakat dengan buku itu. Ogah aku jomblo seumur hidup. Aku betul-betul sayang sama Marni, dan ingin suatu saat hidup bersamanya. Bisa tidak bisa, harus bisa. Apa pun rintangan yang menghadang, akan kuterjang. ( PERGI )
CEPI :
Anto, tunggu. Anto ! Busyet, Romeo sekali.
( MENYUSUL ANTO )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN EMPAT
RUMAH MARJUKI. SIANG
IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI DATANG.
MEREKA SEMUA LANGSUNG MENGAGUMI LUKISAN MARNI.
MARJUKI MENEMUI MEREKA, MARNI TIDAK DI RUMAH.
MARJUKI :
Silahkan, silahkan masuk semua.
SEMUA :
Terimakasih …
AUDI :
Marni pergi jam berapa, om ?
MARJUKI :
Sekitar jam 8 mungkin. Buru-buru rupanya, malah tidak pamit. Kapan Marni menyampaikan undangan dan bilang ada hajatan ?
AUDI :
Kemarin. Marni mampir ke sekolah.
IRNA :
Marni bilang, acara kejutan. Jadi tidak pakai penjelasan acaranya apa.
LALA :
Ya. Keliatannya kemaren dia buru-buru sekali. Habis beli cat dan banyak pekerjaan di rumah. Dia juga pesan supaya kami bawa makanan. Marni tidak akan sempat masak katanya. Ini om, kami bawa jajan pasar.
MARJUKI :
O, begitu ya ? Ya .. ya.. Terimakasih .. terimakasih. Mungkin yang Marni maksud acara kejutan ya ini, lukisan-lukisan yang memenuhi rumah ini. Sebab setahu saya tidak ada kejutan lain. Kami pun tidak punya hajatan apa-apa. Jadi silahkan menikmati lukisan-lukisan ini.
( SEMUA LANGSUNG MENGAGUMI LUKISAN MARNI )
AUDI :
Ini semua Marni yang melukis om ?
MARJUKI :
Ya, Marni semua.
IRNA :
Luar biasa. Sangat berbakat.
LALA :
Fantastis !
IRNA :
Di mana Marni belajar melukis om ? Setahu saya, di sekolah Marni tidak pernah belajar.
MARJUKI :
Saya juga kurang tahu. Sejak kanak-kanak Marni lebih tertarik menari atau menyanyi.
AUDI :
Apa ini yang dikerjakan Marni selama seminggu lebih tidak masuk sekolah ?
MARJUKI :
Marni mengerjakan ini hanya sehari semalam.
SEMUA :
Oh … luar biasa.
IRNA :
Sangat luar biasa ! ( BEBERAPA SAAT DIAM )
Om, ada apa sebetulnya dengan Marni ?
LALA :
Apa dia sedang jatuh cinta dan ...
AUDI :
.. .dan om melarangnya ?
MARJUKI :
Saya tidak pernah melarang. Saya hanya meminta Marni memilih pemuda yang tepat dan jangan pacaran sembarang waktu. Jangan sampai pacaran mengganggu jam belajar. Itu kan tuntutan umum setiap orang tua ?
IRNA :
Mungkin cara om meminta pada Marni terlalu keras, dan …
LALA :
.. dan Marni terluka hatinya.
IRNA :
Ya, terluka hatinya. Lihat om, lihat semua lukisan itu. Saya bisa menangkap, luka hati yang sangat, sangat …
AUDI :
… sangat dalam ….
IRNA :
Maaf om, sebagai orang tua om tentu lebih tahu bagaimana menyayangi anak.
Tapi sebagai anak, kami-kamilah yang lebih tahu apa yang kami butuhkan dari orang tua. ( PADA AUDI ) Bukan begitu ?
MARJUKI :
Mungkin begitu …
AUDI :
Lihat om, lihat lukisan yang sebelah sini.
MARJUKI :
Ya, saya lihat.
AUDI :
Om lihat warna putih yang menggumpal seperti awan ?
MARJUKI :
Ya.
AUDI :
Apa yang om rasakan waktu melihat gumpalan warna putih itu ?
MARJUKI : ( BINGUNG )
Ee … e ..
AUDI :
Saya merasakan hati pelukisnya yang tengah kosong, hilang harapan, hampa.
LALA :
Mungkin, waktu Marni melukis itu, darahnya tengah berhenti mengalir, karena kepedihan yang sangat.
IRNA :
Bisa jadi hati Marni serasa terbang ke awan, sebab bumi tempatnya berpijak tidak memberi harapan apa-apa.
AUDI :
Om lihat, warna hitam di lantai sebelah sini ?
MARJUKI :
Yang mirip gua karang bolong ?
AUDI :
Ya. Apa yang timbul dalam imajinasi om memandang lukisan ini ?
MARJUKI : ( BINGUNG )
Ya .. ada semacam ..
IRNA :
Saya merasakan masa depan yang suram, gelap ..
LALA :
Seperti masuk sumur tanpa dasar.
AUDI :
Persis !
IRNA :
Mungkin sebaiknya om bicara dengan Marni, tanyakan apa yang terjadi. Semua lukisan ini adalah isyarat yang sangat jelas, hati Marni sedang kacau. Mungkin ada keinginan terpendam yang tidak kesampaian. Kalau saya jadi om, saya akan kabulkan apa pun keinginan Marni.
LALA :
Ya, om harus bicara dan mengabulkan keinginannya.
IRNA & AUDI :
Harus.
MARJUKI : ( RAGU-RAGU )
Ya, ya, soal bicara dengan Marni saya rasa itu usulan yang baik. Dan saya sudah sering mencoba. Tapi kalau soal mengabulkan keinginan Marni, harus saya timbang-timbang dulu. Dan, maaf ya, anu, saya ada rapat RT di kelurahan. Saya sudah terlambat. Saya kan ketua RT paling senior di kampung ini, jadi malu kalau terlambat. Apa kalian mau menunggu Marni pulang, atau bagaimana ?
AUDI : ( BINGUNG )
Mungkin …
IRNA : ( BINGUNG JUGA )
Mungkin sebaiknya kami pulang.
LALA :
Ya. Nanti kami datang lagi kapan-kapan.
YANG LAIN :
Salam buat Marni ya om.
IRNA :
Sampaikan pada Marni, kami gembira sekaligus sedih atas acara kejutan ini.
MARJUKI :
Ya, ya … saya sampikan nanti.
( TEMAN-TEMAN MARNI PERGI )
MARJUKI :
Kurang ajar. Berani-beraninya kasih nasehat sama saya. Apa hak mereka menyuruh saya menuruti apa saja kemauan anak saya ? Sok pintar. Aku susah payah membiayai anakku, aku punya hak atas masa depan anakku. Ini pasti akal-akalannya si Marni sama si Anto.
MARNI : ( MUNCUL DARI DALAM )
Jangan menuduh sembarangan, ayah. Aku tidak tahu apa-apa. Apa lagi Anto. Semua yang mereka lakukan tadi, adalah isnisiatif mereka sendiri. Aku sudah mencegah tapi mereka ngotot. Itu sebabnya aku pergi.
MARJUKI :
Mereka datang atas undanganmu kan ?
MARNI :
Aku memang mengundang mereka, tapi sekedar untuk ngobrol dan pamitan. Aku mau jadi TKI ke luar negeri. Itu protesku selanjutnya pada ayah. Dan aku akan terus protes sampai ayah mengijinkan aku pacaran sama Anto.
MARJUKI :
O, begitu ? Jadi kamu pikir dengan protes keras ayah akan mengijinkan ?
MARNI :
Tentu ada syarat lain. Aku harus mandiri. Dengan bekerja aku punya uang. Dengan uang aku bisa menentukan masa depanku sendiri. Selamanya anak akan kalah suara, kalau anak masih tergantung sama uang orang tua.
MARJUKI :
Stop Marni ! Itu pikiran yang dangkal.
MARNI :
Kita tidak perlu berdebat ayah. Aku pergi dulu, banyak urusan. ( PERGI )
MARJUKI :
Marni … ( MENGEJAR MARNI )
LAMPU PADAM
ADEGAN LIMA
SEBUAH TEMPAT. MALAM.
ANTO SEDANG DIBUJUK CEPI UNTUK SEGERA MENEMUI MARNI
CEPI :
Aku serius Anto. Kamu harus ke rumah Marni. Kamu akan menyesal kalau Marni keburu pergi.
ANTO :
Kalau memang mau pergi masa dia tidak kasih tahu aku ?
CEPI :
Mungkin belum sempat kasih tahu.
ANTO :
Dari mana kamu dapat berita itu ?
CEPI :
Irna, Audi, Lala, semua sudah tahu.
ANTO :
Kalau dia sempat kasih tahu semua orang masa saya tidak dikasih tahu ?
CEPI :
Mungkin belum sempat, makanya datang supaya tahu. Cari berita, jangan pasif.
ANTO :
Barangkali memang sengaja tidak mau kasih tahu. Sudah tidak peduli sama aku.
CEPI :
Aku tahu sifat Marni. Tidak mungkin dia begitu.
ANTO :
Nyatanya dia begitu.
CEPI :
Tidak mungkin Anto. Aku yakin ini soal waktu. Mungkin dia menunggu waktu yang tepat untuk bicara sama kamu. Kalian kan lama tidak saling ketemu. Biasanya kamu datang ke rumah Marni, sekarang tidak. Biasanya kalian jalan bareng, sekarang tidak. Marni juga lama tidak masuk sekolah.
ANTO :
Memang tidak bisa telpon ?
CEPI :
Telpon ke mana ? Kamu HP tidak ada, di rumah jarang.
ANTO :
Jelas, dia sudah berubah. Tidak sayang aku lagi.
CEPI :
Dari pada mengambil kesimpulan buru-buru dan salah, lebih baik kamu buru-buru ke rumah Marni dan semuanya jadi jelas. Tidak ada yang salah terima, tidak ada yang sakit hati. Ayo, kita ke sana. Aku siap menemani.
ANTO :
Kalau ayahnya mengusir kita bagimana ? Aku trauma pernah diusir.
CEPI :
Diusir kita pergi. Dimarahi kita diam. Disuguhi kita makan.
ANTO :
Kamu bisa bilang begitu, coba kamu jadi aku.
CEPI :
Kalau aku jadi kamu, tidak akan pernah diusir. Malah ayah Marni yang akan kubikin mencari-cari aku.
ANTO :
Bagaimana caranya ?
CEPI :
Anak gadisnya kita buntingin !
ANTO :
Ngaco !
CEPI :
Ayo berangkat. Ambil motormu dong.
ANTO :
Jalan kaki saja. Knalpotnya tambah bocor, berisik sekali. Ayah Marni paling benci mendengar bunyi motorku.
CEPI :
Ya sudah. Ayo !
ANTO :
Kamu jalan di depan, aku di belakang.
CEPI :
Aduh. Begitu amat. Seberapa trauma sih ?
( CEPI JALAN, ANTO MENGIKUTI DI BELAKANGNYA )
ANTO : ( BERHENTI )
Tunggu Cepi. Bagaimana kalau Marni tidak mau menemui kita ?
CEPI :
Gampang, ingat saja nasehat buku “ Enaknya Hidup Membujang ”. Oke ?
ANTO :
Tidak. Lebih baik aku pulang. ( PERGI )
CEPI :
Ampun … Anto, Anto ! Kenapa kamu jadi pengecut begitu sih ? Anto ! Ampuuunn.
( ANTO TERUS JALAN, CEPI MENGIKUTI )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN ENAM
TAMAN DEKAT SEKOLAH. SORE.
MARNI DIBUJUK TEMAN-TEMANNYA SUPAYA JANGAN PERGI.
INTRO MUSIK
AUDI :
Jangan Marni, jangan pergi. Pergi tidak akan menyelesaikan masalah.
IRNA :
Justru kamu akan bikin masalah baru.
LALA :
Jadi TKI itu tidak gampang Marni. Kamu akan banyak kesulitan.
IRNA :
Sebaiknya kamu segera masuk sekolah. Sebentar lagi kita ujian, tahun depan kita harus kuliah. Lupakan keinginan konyol itu.
SEMUA :
Lupakan … Marni !
MARNI : ( MENYANYI )
AKU HARUS PERGI
RUMAH TAK LAGI MEMBERIKU KEDAMAIAN
SEBAB AKU DAN AYAH TAK PERNAH SEPAHAM
CINTA PEMUDA YANG KUDAMBAKAN
SELALU LEPAS DARI GENGGAMAN
AUDI :
Bersabarlah, Marni. Kita masih banyak kesempatan. Waktu berjalan, sikap ayahmu pasti berubah.
IRNA :
Orang seusia kita selalu diangap masih kanak-kanak. Dianggap belum waktunya pacaran.
LALA :
Memang menjengkelkan, tapi di mana-mana selalu begitu.
MARNI : ( MENYANYI )
AKU TAK MAU BEGITU
MASA DEPANKU ADALAH MILIKKU
URUSAN CINTA HARUS KITA YANG MENENTUKAN
IRNA :
Tapi ayahmu bilang tidak melarangmu pacaran. Dia hanya minta kamu memilih pemuda yang tepat, dan jangan sampai pacaran mengganggu belajar.
MARNI : ( MENYANYI )
ITU SAMA DENGAN MELARANG
Ayahku bahkan pernah mengusir Anto. Gara-garanya sangat sepele. Suara berisik knalpot motor Anto yang bocor. Padahal ada banyak suara knalpot motor yang lebih berisik lewat di depan rumah. Itu tidak adil.
AUDI :
Tapi semua pacar-pacar kita pernah ada masalah dengan orang tua kita. Semua pernah diperlakukan tidak adil. Hubungan kalian pasti akan membaik.
MARNI :
Ketidakadilan harus diperjuangkan, kawan. Sebab ia tidak datang dari langit. Hubungan bisa saja membaik, tapi pasti ada prinsip dan hak-hak yang dilanggar. Ada yang menindas dan tertindas. Dan itu tidak baik.
LALA :
Tapi kami tetap tidak rela kamu pergi Marni. Apa lagi pergi ke luar negeri untuk jadi TKI.
IRNA :
Ya. Omonganmu yang pintar tadi membuktikan kamu tidak pantas jadi TKI. Kamu harus lulus SMU dan kuliah.
MARNI :
Soal ke luar negeri dan jadi TKI, bisa jadi aku memang asal bicara. Yang jelas aku harus pergi dari rumah. Mungkin itu protes yang mempan buat ayahku.
AUDI :
Itu lebih baik Marni. Kamu bisa tinggal di rumahku. Soal biaya sekolah, jangan kuatir. Ayahku pasti mau bantu.
LALA :
Ayahku juga pasti mau bantu. Tapi kamu harus tinggal bergiliran di rumah kami bertiga dong, supaya adil.
IRNA :
Ya. Aku setuju.
AUDI :
Kalau kamu tidak ke luar negeri, pacaran sama Anto tetap berjalan lancar. Hidup backstreet !
MARNI :
Tunggu. Kalian jangan salah ngerti. Aku pergi dari rumah bukan semata-mata protes.
Tapi juga bermaksud mandiri. Supaya aku tidak tergantung siapa-siapa. Supaya aku merdeka menentukan masa depan. Tinggal di rumah kalian jelas bukan pilihan yang tepat. Aku tetap jadi tanggungan orang.
AUDI :
Itu tidak masalah Marni. Kami ikhlas membantumu. Itulah gunanya sahabat.
LALA :
Yang penting kamu tetap bisa sekolah.
MARNI :
Prioritas utamaku sekarang cari kerja supaya bisa membiayai hidupku sendiri.
Sekolah aku pikirkan belakangan. Soal pacaran dengan Anto, aku sendiri tidak yakin tetap bisa jalan. Sejak diusir ayahku, dia tidak pernah muncul lagi. Dia ternyata pengecut. Tapi terimakasih atas iktikad baik kalian. Selamat sore, aku pergi dulu. Ada perlu. ( PERGI )
IRNA :
Marni, tunggu. Marni !
LALA & AUDI :
Marniii …
AUDI :
Bagaimana sih dia ?
IRNA :
Kok kepala batu banget ?
LALA :
Memang kepala batu dari sononya.
( CEPI MUNCUL BERGEGAS )
CEPI :
He, lihat Marni ?
AUDI :
Baru pergi.
CEPI :
Anto ?
AUDI :
Nggak. Sudah lama nggak lihat Anto. Bukannya dia jarang masuk sekarang ?
CEPI :
Memang.
IRNA :
Ada apa ?
CEPI :
Mungkin cuma Anto yang bisa membujuk Marni tidak kabur ke luar negeri.
Kemaren aku bicara sama Anto supaya dia datang menemui Marni, tapi gagal. Malah Anto ngambek. Merasa tidak dipamiti. Memang Marni belum pamit sama Anto, ya ?.
IRNA :
Kelihatannya begitu. Marni juga ngambek karena Anto tidak pernah datang lagi sejak dimarahi ayahnya.
CEPI :
Begitu ? Wah, tambah ruwet dong. Terus bagimana ini ?
IRNA :
Bagaimana, bagaimana ? Kita juga tidak tahu bagaimana.
( MENDADAK TERFIKIR ) Cepi, bagaimana kalau kita bagi tugas ?
Begini, coba temui Marni …
CEPI :
Saya tadi ke rumah dia, tapi tidak ada …
LALA :
Tadi dia di sini …
IRNA :
Temui Marni, bujuk supaya ketemuan sama Anto. Saya, kami bertiga ini, membujuk Anto supaya ketemuan sama Marni. Bagaimana ?
CEPI :
Tapi Anto sudah dibilangin juga bandel.
IRNA :
Kamu jangan ikutan bandel. Kita berbagi tugas, setuju ? Oke ?
CEPI :
Oke.
LAMPU BERUBAH.
ADEGAN TUJUH
TAMAN YANG SAMA, BEBERAPA HARI KEMUDIAN. SORE.
MARNI BERTEMU ANTO.
MARNI SUDAH LAMA MENUNGGU, DUDUK DIAM-DIAM.
ANTO DATANG KEMUDIAN, JUGA DIAM-DIAM.
MARNI :
Aku kira tidak datang …
ANTO :
Aku kira kamu juga tidak datang …
( BEBERAPA SAAT ANTO SALAH TINGKAH. MAU DUDUK DI SEBELAH MARNI TAPI RAGU. AKHIRNYA IA DUDUK JUGA, TAPI AGAK JAUH. SUASANANYA SUNGGUH KAKU )
ANTO :
Kamu mau pergi untuk menghindari aku kan ?
MARNI :
Kamu tidak pernah datang ke rumah lagi, kenapa ?
ANTO :
Supaya ayahmu tenang, karena tidak ada suara knalpot motor yang berisik.
MARNI :
Bijaksana sekali …
ANTO :
Aku harus tahu diri. Aku kan cuma tukang ojek dan sopir tembak. Jangan kata pacaran sama kamu, datang ke rumahmu pun aku tidak pantas.
MARNI :
Oo … jadi begitu cara berpikirmu ? Kalau begitu kamu lebih cocok jadi anak ayahku, dan memang tidak pantas jadi pacarku. Maaf … selamat tinggal ! ( PERGI )
ANTO : ( KAGET )
Marni .. Marni …
( MARNI BALIK LAGI )
MARNI :
Maaf, saya tidak ada urusan sama tukang ojek. ( MAU PERGI LAGI TAPI ANTO MENAHANNYA )
ANTO :
Maaf Marni, aku tidak bermaksud membuat kamu marah.
MARNI :
Kamu sudah membuat aku marah.
ANTO :
Maaf. Aku tidak akan membuat kamu marah lagi. Maaf.
MARNI :
Katakan dengan jujur, kenapa lama tidak datang ? ( LAMA TIDAK MENJAWAB ) Katakan ! Kamu takut sama ayahku ? Aku benci orang yang pengecut Anto. Aku yakin kamu juga benci orang semacam itu. Jadi salahkan dirimu sendiri, jangan menyalahkan aku. Aku mau pergi dari rumah, tujuanku jelas. Aku protes keras pada ayahku karena dia berlaku tidak adil pada kita. Jelas ?
ANTO :
Kamu betul, aku pengecut..
MARNI :
Bagus kalau kamu sadar. Tapi kenapa harus berlaku pengecut ? Kamu tidak salah apa-apa sama ayahku. Pacaran juga bukan kejahatan. Yang penting kita tahu batas.
ANTO :
Ya. Tapi mungkin ayahmu betul. Kamu harus memilih pemuda yang tepat. Dan itu bukan aku.
MARNI :
Stop ! Jangan mulai lagi Anto. Selain benci pengecut, aku juga benci orang rendah diri. Dulu kamu begitu percaya diri dengan semua yang kamu kerjakan. Kamu punya cita-cita dan berjuang keras untuk meraihnya. Itu kelebihan kamu. Itu juga yamg membuat aku … sayang … sama kamu. Jadi tolong jangan berubah.
ANTO :
Kamu .. betul-betul sayang sama aku ?
MARNI : ( MALU )
Ah, pakai nanya lagi.
ANTO :
Tapi nilaiku jeblok. Aku banyak narik dan bolos sekolah. Aku kuatir tidak lulus.
MARNI :
Belum terlambat untuk mengejar ketinggalan.
ANTO :
Biaya kuliah makin mahal, apa aku sanggup ?
MARNI :
Pasti sanggup. Kamu pekerja keras. Kalau perlu kamu bisa kerja yang lain, yang penghasilannya lebih banyak.
ANTO :
Tapi ngojek pekerjaan bersejarah, Marni. Itu kan yang mempertemukan kita ?
MARNI :
Ya. Suara knalpot motormu yang berisik membuat aku selalu menengok setiap kamu lewat di depan rumah.
ANTO :
Ya. Dan kamu bilang pada teman-temanmu, aku tukang ojek paling keren.
MARNI :
Yang jelas kamu berbeda. Tukang ojek lain kalau nunggu penumpang main gaple, kamu bikin PR. Tukang ojek lain selalu siap dengan uang kembalian, kamu tidak. Tukang ojek lain siap menerima uang tip, kamu malu-malu.
ANTO :
Sekarang aku tidak malu, supaya cicilan motor cepat lunas.
MARNI :
Eh, berapa utangku ?
ANTO :
Utang apa ?
MARNI :
Langganan ngojek sama kamu.
ANTO :
Simpan saja uangmu. Aku lagi tidak butuh.
MARNI :
Yang kamu butuh apa dong ?
ANTO :
Pakai tanya lagi. Kita kan lama nggak ketemu ?
Marni. ( MEMEGANG TANGAN MARNI )
MARNI : ( MALU )
Apa sih ?
ANTO :
Soal pergi ke luar negeri, kamu tidak sungguh-sungguh kan ?
MARNI :
Tidak tahu. Yang jelas, aku harus pergi dari rumah. Aku tidak tahan, ayahku betul-betul kelewatan. Tidak adil. ( MENANGIS ) Aku harus protes. Harus ! Sampai ..
ANTO :
Setuju, boleh saja protes. Tapi kan bisa dengan cara lain. Pergi dari rumah, bukan cara yang tepat. Nanti semuanya jadi kacau.
( MARNI TERUS MENANGIS. ANTO MENENANGKAN )
Tunggu, tenang dulu. Tenang Marni. Dengar. ( MARNI DIAM )
Bagaimanapun, rumah adalah tempat terbaik untuk memulai segala rencana, segala cita-cita. Dan orang tua, segalak apa pun, tetap sayang sama anak.
MARNI :
Sok tahu, ah !
ANTO :
Aku tidak sok tahu, Marni. Tapi memang tahu.
Kamu juga tahu ayahmu sayang sama kamu. Kamu hanya sedang emosi.
MARNI :
Terus aku harus bagaimana ? Apa usulmu ?
ANTO :
Kamu janji tidak akan pergi ?
MARNI :
Ya. Asal kamu tetap ke rumah seperti biasa.
ANTO :
Janji kembali masuk sekolah ?
MARNI :
Ya. Janji.
ANTO :
Oke. Aku punya usul untuk kamu. Ayo, kita bicara di tempat lain.
( MEREKA PERGI )
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DELAPAN
RUMAH MARJUKI. MALAM.
CEPI DATANG KE RUMAH MARJUKI UNTUK MENYAMPAIKAN PESAN MARNI.
MARJUKI :
Ya ampun, jadi Marni betul-betul mau pergi ke luar negeri ? Aku pikir cuma gertak.
CEPI :
Rupanya begitu, om. Saya juga tidak menyangka Marni sungguh-sungguh.
MARJUKI :
Terus di mana Marni sekarang ? Kapan berangkatnya ?
CEPI :
Saya juga tidak tahu. Dia cuma bilang sekarang ada di tempat penampungan. Saya tanya bolak-balik di mana alamatnya, dia tetap tidak mau menjawab.
MARJUKI :
Tapi apa secepat itu prosesnya ? Diterima jadi TKI bukannya prosesnya panjang ?
CEPI :
Itu juga pernah saya tanya. Dia bilang, “ semua bisa diatur ” asal ada uang.
MARJUKI :
Dari mana Marni dapat uang ?
CEPI :
Ya dari uang gaji Marni yang dipotong tiap bulan nanti. “ Semua dibiayai sama agen ”, begitu Marni bilang.
MARJUKI :
Apa nama agennya ? Di mana alamatnya ?
CEPI :
Marni tidak sebut-sebut om. Dia hanya minta tolong saya supaya mengambil beberapa baju yang ketinggalan.
MARJUKI :
Ya ampun, Marni .. Marni. Apa sebegitu besar marahmu sama ayah, sampai-sampai harus pergi keluar negeri jadi TKI ? Tidak pamit lagi. Coba nak Cepi pikir, apa pantas ?
CEPI :
Kalau ditanya pantas atau tidak, jelas tidak pantas. Tapi kelihatannya, Marni memang sangat marah sama om. Tapi terus-terang, sebagai teman, saya tidak setuju Marni pergi. Marni sebentar lagi ujian dan tahun depan harus kuliah. Setelah lulus kuliah, terserah mau ke mana dan jadi apa. Jadi TKI ke luar negeri pun tidak masalah. Itu bukan hal yang jelek. Menyelesaikan kuliah, lebih aman buat masa depan Marni.
MARJUKI :
Ah, itu baru pikiran sehat. Terus, teruskan nak …
CEPI :
Maaf om, saya tidak bisa lama. Marni memerlukan baju yang saya ambil.
MARJUKI :
Kapan Marni mau ambil baju-baju itu ? Di mana kalian janjian ketemu ?
CEPI :
Maaf om, saya tidak boleh bilang. Itu pesan Marni.
MARJUKI :
Tolonglah nak Cepi, sebutkan. Saya harus ketemu Marni sebelum dia pergi. Tolong, saya mohon sekali. Please …
CEPI :
Sekali lagi, maaf om. Saya tidak bisa melanggar janji.
MARJUKI :
Please …
CEPI :
Maaf ommm …. Saya tidak bisa. ( MENATAP MARJUKI BEBERAPA SAAT )
Tapi, kalau om bersedia kerjasama dengan saya, kita sebetulnya bisa membatalkan Marni pergi. Seperti saya bilang tadi, saya tidak setuju Marni pergi.
MARJUKI :
Membatalkan Marni pergi ? Bagaimana caranya ? Jelas saya setuju.
CEPI :
Tapi jangan sampai dia tahu. Ini rahasia antara kita. Om Setuju ?
MARJUKI :
Setuju. Saya bisa pegang janji. Bagaimana caranya ?
CEPI :
Tunggu dulu. Saya mau tanya, tolong jawab dengan jujur Apa sebetulnya yang membuat Marni marah sama om ?
MARJUKI :
Saya melarang Marni pacaran sama Anto.
CEPI :
Kenapa ?
MARJUKI :
Saya tidak tahu persis. Saya merasa, si Anto sebetulnya anak baik. Jadi, saya tidak sungguh-sungguh melarang. Tapi Marni keburu protes keras.
Merasa tidak didengar omongannya, saya jadi tambah jengkel.
CEPI :
Saya lihat Marni begitu juga. Makin dilarang, makin menentang. Intinya sama: ingin didengar suaranya.
MARJUKI :
Begitu ?
CEPI :
Begitu.
MARJUKI :
Jadi bagaimana caranya supaya Marni tidak jadi pergi ?
CEPI :
Turuti saja kemauannya. Toh om sudah yakin Anto anak baik.
MARJUKI :
Nak Cepi bisa jamin 100% Marni batal pergi ?
CEPI :
Saya harus ketemu Marni dulu.
MARJUKI :
Kalau begitu temui Marni, segera. Katakan, saya akan ijinkan Marni pacaran sama Anto. Sesudah itu, ajak mereka berdua ke sini supaya mendengar langsung dari saya.
CEPI :
Om Marjuki bisa pegang janji ?
MARJUKI :
Bisa. Saya jamin !
CEPI :
Baik. Kalau begitu saya jamin 100% Marni batal pergi. Permisi dulu om, saya harus cari Marni dan Anto sekarang juga. Saya akan kabarkan berita gembira ini.
( IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI YANG LAIN MENDADAK MUNCUL )
IRNA :
Tunggu Cepi ! Maaf om Marjuki, kami mendengar semua pembicaraan ini. Kami ikut gembira. Tapi itu tidak cukup. Harus ada jaminan tertulis bahwa om Marjuki akan menepati janji.
CEPI :
Tidak Irna, aku percaya orang tua bijaksana ini.
AUDI & LALA :
Perlu dong !
( ANTO MUNCUL )
ANTO :
Tidak, tidak perlu. Cepi betul. Saya juga percaya om Marjuki akan menepati janji. Ini kan bukan urusan jual beli tanah atau semacamnya. Tapi urusan anak dan orang tua. Jangan repot-repot. Janji secara lisan sudah cukup.
IRNA :
Tapi …
MARJUKI :
Nak Anto betul, jangan repot-repot. Makin kita repot, makin lama Marni di penampungan TKI. Kasihan dia. Lebih baik kita cari Marni sekarang. Apa kalian ada yang tahu alamatnya ?
( MARNI MUNCUL DARI ARAH DALAM )
MARNI :
Marni sudah di sini ayah. Tidak usah dicari.
MARJUKI : ( KAGET )
Marni ? Ah, kemarilah kamu nak. Ayah sangat kuatir ada apa-apa dengan kamu.
MARNI :
Jangan kuatir ayah, Anto menjaga aku. Kalau bukan karena dia, aku pasti jadi TKI sungguhan.
MARJUKI :
Syukur .. syukur kalau begitu. Terima kasih nak Anto.
ANTO :
Marni melebih-lebihkan om.
MARNI :
Anto meyakinkan aku begitu rupa, segalak apa pun, ayah tetap sayang aku. Dan rumah adalah tempat terbaik menyusun rencana dan cita-cita.
MARJUKI :
Bagus. Kamu menemukan pemuda yang tepat anakku.
Dan kamu tidak tinggal di tempat penampungan bukan ?
MARNI :
Tidak.
IRNA, AUDI & LALA :
Di rumah kami om. Kami bertiga.
MARJUKI :
Jadi siapa yang mengatur nak Cepi datang ke mari dan main sandiwara di depan saya ?
ANTO :
Saya om. Sayalah komadan semua sandiwara malam ini. Sebagai komandan saya tidak akan lari. Saya siap diadili.
MARJUKI :
Bagus. Itu komandan yang baik. Anda siap saya tuntut di depan penghulu menikahi anak saya ?
ANTO :
Sekarang ?
IRNA & YANG LAIN :
Huuuu …
MARJUKI :
Nanti, setelah lulus kuliah dong.
ANTO :
Marni, siap jadi anggota Dharma Wanita ?
MARNI : ( MALU )
Idih, masa harus dibahas sekarang ? Sudah malem lagi. Kayaknya durasinya sudah lewat deh. Stage manager mana sih ? Stage manager !
YANG LAIN :
Stage manager !
CEPI :
Dia nggak tahu stage manager. Tahunya menejer panggung. Menejer panggung !
MENEJER PANGGUNG :
Ya, ya …
MARNI :
Durasinya sudah lewat belum ?
MENEJER PANGGUNG :
Sudah lewat dari tadi.
MARJUKI :
Bukannya ngingetin.
MENEJER PANGGUNG :
Habis situ ngomong melulu …
MARJUKI :
Ee, malah marah sama saya. Saya tokoh lho, tokoh ini !
MENEJER PANGGUNG :
Biar tokoh kalau ngaco dimarahin.
ANTO : ( TERTAWA ) ( BICARA PADA PENONTON )
Baiklah penonton sekalian, kelihatannya sudah waktunya bagi kita untuk berpisah. Lakon sudah tamat, “ pesan sponsor ” mudah-mudahan tidak salah alamat. Dan marilah kita sama-sama beristirahat.
PENUTUP
( ANTO MENGGANDENG MARNI DAN MENYANYI BERSAMA )
ANTO : ( MENYANYI )
CINTA ADALAH ANUGERAH ALAM
ANUGERAH SANG PENCIPTA
JANGAN COBA DIKEKANG
APALAGI DILARANG
MARNI : ( MENYANYI )
BIARKAN CINTA TUMBUH
MENGIKUTI ATURAN ALAM
BIARKAN ANAK MERDEKA
MEMILIH JALAN
SEMUA : ( MENYANYI )
TUGAS ORANG TUA
HANYA PENGGEMBALA
PENUNJUK JALAN YANG BIJAKSANA
MEMAKSAKAN KEHENDAK
BUKAN SIKAP BIJAK
LAMPU PADAM PERLAHAN
LAKON SELESAI
Depok, Mei 2004
Teriimakasih banyak,
jika sebelum mementaskan naskah ini memberitahukan pada penulis.
Selamat berkarya !
BIODATA SINGKAT
Budi Ros.
Lahir di Banjarnegara ( Banyumas ), 6 Januari 1959.
Menamatkan Sekolah Dasar hingga SLTA di daerah kelahirannya.
Mulai tahun 1985 hingga sekarang ( 2004 ) bergabung dengan Teater Koma mendalami tiga bidang pilihan: penulisan, seni peran, dan penyutradaraan. Tahun 1989, sempat menjadi mahasiswa IKJ jursan teater.
Selama 9 tahun tinggal di sanggar Teater Koma di bilangan Setiabudi ( 1986 – 1994 ). 10 Juli 1994 menikah dengan Erna N Nursilowati, asal Semarang.
Sejak itu tinggal di Depok, dikaruniai seorang putri, Sekar Dewantari ( lahir 1996 ).
“ Racun kesenian ” diserap sejak kanak-kanak. Sastro Mihardjo, sang ayah, sering mengajak nonton Wayang Kulit semalaman hingga paginya sering bolos sekolah. Selain Wayang Kulit, Wayang Orang dan Ketoprak seolah jadi tontonan wajib. Pasalnya, sang ayah sering “ nimbrung main ” setiap ada Ketoprak atau Wayang orang keliling mentas di kampung.
Tahun 2004, naskah dramanya berjudul FESTIVAL TOPENG mendapat penghargaan dalam sayembara penulisan naskah drama Dewan Kesenian Jakarta.
Alamat :
Perumahan Puri Anggrek Mas
Jl. Anggrek VI C, Blok E 1 No. 2
Depok Barat 16434.
Telpon/fax : (021) 77883525 – HP : 08161949863
Naskah drama / teater
Judul :
LIT
Oleh : Viddy AD Daery
Untuk pementasan 45 menit s-d 60 menit
SINOPSIS LIT :
Di tengah kesemrawutan hukum Di REPUBLIK JOMBROT , Lit, pemimpin non-formal dari kaum terpelajar miskin, menantang kekuasaan semena-mena sistem pendidikan yang mahal dan mencekik rakyat, juga melawan polisi dan hamba-hamba hukum yang justru mempermainkan hukum.
Tapi, alam selalu mempunyai hukumnya sendiri.
Tokoh-tokoh :
Lit………………………………19 tahun.
Kepala sekolah………………….45 tahun.
Orang BP 3……………………..35 tahun.
Pemimpin Gelandangan………..30 tahun.
Pemimpin Satpol Tramtib………30 tahun
Komandan Polisi………………..35 tahun
LIT
Oleh : Viddy AD Daery
Setting : latar belakang bentuk sekolah dijepit gedung-gedung tinggi.
Foreground : kumuh, tumpukan sampah dimana-mana persis di Indonesia.
Tanah-tanah basah dan becek, tergenang air dan lumpur.
Banyak lalat beterbangan.
Kucing dan ayam mengais-ngais sampah.
Kejorokan sangat terasa di mana-mana.
Dinding sekolah dicoret-coret.
Genteng sekolah bocor, piannya ngelingkap, jendela pecah pokoknya nggak terurus, duitnya Cuma dikorupsi para penggede.
Lampu gelap remang-remang memperlihatkan bentuk setting.
Lampu menyorot fokus bidang-bidang kumuh yang harus diperhatikan penonton.
Musik gemrenggeng aneh, penuh suara kucing,lalat, ayam dan suara desah orang bermain sex. Juga bicara berebut rokok.
Lampu yang gelap tiba-tiba menyorot terfokus pada seorang remaja berseragam SMU yang belel dan ditulisi macam2 juga bertambal-tambal, pokoknya amburadul, rambutnya awut-awutan.
Dia berdiri dan menggugat :
LIT :
Kenapa seluruh pelajaran budi pekerti yang diajarkan sejak SD sampai SLTA tidak berlaku di kehidupan nyata ?
( hening …3 menit )
Kenapa seluruh ajaran Kitab Suci dan teladan para nabi menjadi NOL dalam perjalanan hidup di REPUBLIK JOMBROT ini ?
( hening….lampu menyoroti tubuh2 yang teler…)
Tiba2 musik disko berdentam…
Kamera menyorot anak2 SMU yang mabok, mereka bangkit lalu berdansa rancak pakai koreografi yang bagus, mengikuti irama disko, bagai di videoklip MTV di TVG :
Syair :
Lit,Lit,Lit..kita kawula alit
Lit,Lit,Lit…kita orang kejepit
Jangan lagi menjerit
Jangan lagi mencicit
Mereka tak akan menggubris
Mereka tak akan perduli
Elit kita elit tulalit
Elit kita elit yang sakit
Telinganya congekan
Penuh cureg ambune badheg…baunya nggak ketulungaaaannnn….
Usai dansa….mereka kecapekan…
Tiba-tiba Kepsek dan BP 3 datang dan menegur mereka :
KS : waaaah…waah….diamput tenan iki….
Ini dia biang rusuh sekolah kita ini
Wis sekolah bolos terus…
SPP nggak pernah mbayar
Iuran OSIS gak bayar
Iuran komputer gak bayar
Iuran renang gak bayar
Iuran BP 3 gak bayar
Iuran guru udunen gak bayar
Iuran bu guru hamil gak bayar
Iuran kucing pak guru ketabrak truk gak bayar
Iuran fotokopi rumus-rumus gak bayar
Iuran ulang tahun guru kesenian gak bayar
Iuran tetangga pak guru kawinan gak bayar
Iuran guru agama naik haji gak bayar
Iuran guru fisika pindah rumah gak bayar
Iuran guru baru pesta tumpengan gak bayar
Iuran kepala sekolah kawin lagi gak bayar…waaah..wahhh….
Kalian ini kalau MISKIN JANGAN SEKOLAAAH !!!!
Sekolah sekarang hanya untuk orang berduit tahu !
Sudah nggak jamannya lagi sekolah mbayar bolet ! (keterangan: bolet= ubi jalar ).
Lit membantah :
Tapi kenapa di Malaysia,Brunei,Singapura, Thailand, bahkan di Srilangka yang negara miskin aja SEKOLAH BISA GRATIS !!!! ?????
KS bingung lholak-lolok gak bisa jawab.
KS nanya ke BP 3 :
Pak BP 3…gimana jawabannya nih ?
Kamu kan yang paling bisa ngajarin aku praktek-praktek pemerasan terhadap orang tua siswa ?
BP 3 membisiki : wssswssswsss….
KS : Opoooo ???????? Wswswsws…iku opo ????
BP 3 : Whalah bapak ini ah…itu lhooo…wswswswswsw…..
KS : Oooo yayaya….pemerintah negara-negara asing itu kan memberi subsidi terhadap dunia pendidikan, goblok !
Pemerintah kita kan sudah mencabut subsidi pendidikan, dananya dikorupsi…weeeek….goblok !
BP 3 : Lho pak, yang goblok Bapak !
KS : Heh, lha kok aku yang goblok ?
BP 3 : Ya sudah, yang goblok dan bajingan adalah pemerintah !
LIT : ( bernada sangat marah dan berang )
Kenapa ? Kenapa subsidi kepada anggota-anggota DPR, uang dinas jabatan menteri dan pejabat-penjabat tinggi justru dinaikkan kok malah subsidi pendidikan dicabut ????
KS : Lha yo embuh….kok nanyak aku…
BP 3 : Lho pak, jawabannya wswswswswswsws….
KS : Jawabannya wes hewes hewes bablas angine…..
BP 3 : Lho bukan gitu pak….ssst…wewswswswswsws
KS : Oooo, ya supaya kalian bayar sekolah, gitu aja kok repot !
Lagian bukankah orangtua kalian selama ini adalah rakyat paling baik di dunia ?
Tapi sebenarnya berarti rakyat paling bodoh didunia hehehehe….
Lha ya toh….orang tua kalian bayar tarif listrik yang terus naik, nggak pernah protes.
Tarif telpon naik, gak penah protes.
Tarif air minum naik, gak pernah protes.
Iuran sampah naik, gak pernah protes.
Iuran RT RW…bayaaar aja.
Iuran 17 agustusan, bayaar aja.
Iuran lebaran, bayaar aja.
Iuran natalan, bayaar aja.
Iuran imlek, bayaar aja.
Iuran nyepi, bayaar aja.
( Ayo penonton, kalian kan rakyat yang baik…kalau aku habis omong kalian bilang : bayaaar aja….ayo mulai…)
Harga minyak naik, ( penonton : bayaaar aja…dst )
Elpiji naik,
Daging naik,
Sayur mayur naik,
Tempe naik,
Onde-onde naik,
Gula nak,
Telur naik,
Susu naik,
Terigu naik,
Sabun naik,
Odol naik,
Baju naik,
Sepatu naik,
Minyak rambut naik,
TARIF NDOLLY naiiikkkk……
Lhoooo…………….
Pokoknya kami sampai heran, ortu kalian itu manusia apa mayat hidup ?
Naah, sudah ortu kalian kayak mayat hidup dan penurut kayak kerbau dongok…eeh,kalian anak-anaknya malah sok jadi PEMBERONTAK….
Lit :
Karena kami tidak mau seperti orang tua kami yang bodoh dan jahiliyah !!!!!
BP 3 : waah,waah…Pak,anak-anak ini ngomongnya sudah keblinger ini pak, sudah bernada kiri !
Ini pasti sudah dihasut oleh LSM-LSM kiri itu pak.
Ini sudah masalah politik,pak !
Ini sudah subversib pak, berarti sudah masalah serius ini pak…
Kita harus lapor ke polisi ini pak….
Mudah-mudahan bisa ditindas lebih kejam dari yang di Makassar itu pak.
KS : ya setelah ada kasus Makassar polisi jadi ngeper, reeek…
BP 3 : Kata siapa ? Wong polisi itu ya preman kok, bedanya Cuma pakai seragam yang dibeli dari uang rakyat.
KS : Ya sudah ayo cepat telpon….
KS dan BP 3 nyari telpon
Ketemu Hp-nya, lalu saling nyuruh.
KS : ini Hp-nya,kamu aja yang nelpon.
BP 3 : Lho ya Pak KS toh, orang Bapak adalah kepala sekolah, yang punya wewenang kok….
KS : halaaahhhhhh….kamu juga nggak papa toh, soalnya kamu lebih pandai bicara….otakmu lebih kancil.
BP 3 : Bapak aja ah.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak aja.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak aja.
KS : Kamu aja.
BP 3 : Bapak.
KS : Kamu.
BP 3 : Bapak.
KS : Kamu.
BP 3 : Bapak kamu.
KS : Bapakku ? Bapakku sudah almarhum jeee…lho ini yok opo sih, kok mbanyol kayak Srimulat aja….tak antemi lho koen…
BP 3 : lho kehidupan kita ini memang panggung komedi pak, apalagi di Republik Silit ini…malah lebih lucu dari Srilmulat lho, makanya Srimulat di THR itu bangkrut pak, kalah lucu dari kehidupan sehari-hari pakk…
KS : Sudah-sudah….katamu ini masalah gawat, makanya jangan guyon ae…ayo cepat lapor polisi !!!
BP 3 : lha memangnya kenapa kalau bapak KS aja yang lapor ?
KS : hmmm….aku takut dimintai bayaran eee…soalnya kata orang, kalau lapor polisi kehilangan anjing, kita malah dimintai ongkos sebasar kambing…lho lak rugi reek…
Lha ini bukan soal anjing, ini soal subversi, kita bisa dimintai ongkos berjuta-juta toh ??
Biayanya itu lebih subversif ketimbang subversinya….ya tooh ?
BP 3 : Lhaaaaa,bapak ini….kita ini orang kaya, lembaga kaya….wong kita korupsi gedhe-gedhean kok takut dipalak polisi sejuta dua juta….
KS : Lhooooooooo….itu rahasia, Dul, jangan diomongkan didepan umum….
BP 3 : halaaah paak, jaman sekarang korupsi itu dilakukan dari presiden sampai tukang cat, jangan takuuut….lembaga komisi pemberantas korupsi aja nggak pernah ngapa-ngapain……malah kerjanya juga korupsi kok.
TIBA-TIBA terdengar suara gemuruh.
Muncul sekelompok gelandangan kumal, membawa poster-poster :
BERI KAMI PENDIDIKAN GRATIS SESUAI PASAL 31 UUD 45
MEGAWATI : PENDIDIKAN GRATIS ITU MENYESATKAN ! DASAR YANG NGOMONG GUOBLOK !
Dsbnya.
Yel-yel minta pendidikan gratis diteriakkan oleh para gelandangan, setelah itu pemimpinnya memberi isyarat agar diam.
Pimp.Gelandangan/PG : Apa benar ini kantor Dinas Pendidikan ?
KS dan BP 3 berpandangan bingung.
KS : Kamu ini guuuooobbloogghk uhuk-uhuk ( sampai batuk ).
Ini SMU NOL BESAR !
Kantor Dinas Pendidikan itu disana lho, di bawah jembatan sana lho.
PG : Ooooo…itu tadi…ituuu tutup pak, lha pagere dikunci e pak, digembok pak.
KS : ya iya, tapi kan ada satpam yang jaga.
PG : Nggak ada pak,digembok kok pak, …
KS : Soalnya mereka tahu kalian akan datang berdemo…
PG : tahu dari mana ? wong kami nggak ngomong apa-apa sama mereka kok…
KS : Tapi kalian kan lapor polisi kan ?
PG : Lha iya toh pak…kan peraturannya begitu, kalau mau demo, harus lapor polisi dulu….
KS : Ya itu, kalian dibujuki polisi…ya polisinya sudah nelpon Kepala Dinas Pendidikan, Ndul.
PG : Waah busuk sekali kelakuan orang pinter itu ya, ulahnya Cuma minteri rakyat, bukan membangun dan memakmurkan rakyat….
KS : Lho, baru tahu toh ? Waaah….guuuoooblok, makanya kok dalam pemilu ini kalian pilih lagi partaipartai busuk…dasar rakyat guuuuooobbloookkkkk kelas berrraat !!!!
LIT : Ini memang negeri busuk, bang.
Presiden busuk, menteri busuk, pejabat tinggi sampai rendah busuk.
Tentara busuk, kyai busuk, pengusaha busuk. Kepala sekolah juga busuk !!!!
KS : Lho kok malah aku diseret-seret dalam kebusukan toh….
BP 3 : Nggak apa-apa pak, nggak apa-apa….
KS : Lho kok nggak apa-apa…
BP 3 : Lebih baik busuk tapi duitnya banyak, ketimbang bersih tapi bodhoooooooo…
Musik menggema, disko dangdut.
Semua menari rancak dengan koregrafi yang asyik.
Semua menari dan menyanyi koor :
Suk-suk-suk-busssssssssssssssssssuuuuuuuuuuuuuuuuuuukkk….
Ini negeri busuk
Telurnya busuk-busuk
Tomatnya busuk-busuk
Katesnya busuk-busuk
Mangganya busuk-busuk
Dagingnya busuk-busuk
Rotinya busuk-busuk
Airnya busuk-busuk
Susunya busuk-busuk
Insert LIT menyela : hanya SUSUMU yang tidak busuk….
Musik lagi, Koor lagi :
Suk-suk-suk bussssssssssssssssuuuuuuuuuuukkkkkkkkk
Presiden busuk-busuk
Menteri busuk-busuk
Dirjennya busuk-busuk
Irjennya busuk-busuk
Stafnya busuk-busuk
Satpamnya Busuk-busuk
Polisi busuk-busuk
Tentara Busuk-busuk
Kyai busuk-busuk
Gurunya busuk-busuk
Pedagang busuk-busuk
Pedaging busuk-busuk
Insert LIT : Hanya rakyat yang tidak busuk.
Koor : KARENA SUDAH BOOOOSSSOOOKKKK!!!
Tiba-tiba datang rombongan tramtib dengan membawa pentungan, mereka petantang petenteng.
Kepala Tramtib ( Katib ) :
Ada apa ini ? Heh…ada apa ini ? Apaaa iniiii ada-ada…eh…adakah.. iniiii apa-apa… eeeh…. pokoknya kalian ini mengganggu ketertiban….ketertiban apa ketiban yooo ? Ketiban lak kejatuhan….
Wis jangan pringisan…lho kan aku sendiri ya yang pringisan….yaaakkk hush !!!.lhaaaa iniiii ( menunjuk-mengenali-Kelompok Gelandangan )
Ini…musuh besarku ini…kalian ini bisanya Cuma mengganggu kedamaian masyarakat saja too…bikin rusuh,bikin sampah….lha kalian ini sudah sering kuusir, tak garuk, tak giepuki…lha kok masih berani unjuk rasa !
Gak kapok-kapok ya kalian…. ????
LIT maju dan menjendul kepala Katib.
Lit : Pak, dadi opooooooooooo koen iku, eta-ete…petentengan kayak wong penting aja.
Kamu itu preman bayaran tahu, kalian lebih sampah dari para gelandangan yang kalian anggap sampah itu.
Ya kalian-kalian itu pak yang namanya RAKYAT BUSUK.
Mencari makan kok dengan cara menggebugi sesama rakyat kecil.
Ingat pak,kalian juga orang miskin.
Rumah kalian,rumah petak di pingiran kota toooh,sewanya Cuma Rp 100.000,- sebulan toh ?
Lihat saat ini isteri kalian belum masak nasi toh…anak kalian kelaparan,tidak bisa sekolah, semua karena pemerasan yang dilakukan para pemimpin busuk, para elit tulalit.
Tapi kalian malah menjadi kaki tangan orang-orang busuk itu, dan malah memukuli sesama rakyat kecil yang tertindas. Kalian itu laksana ANJING, tahu !
Kok tega kalian memukuli sesama rakyat, merobohkan rumah-rumah gubug rakyat, apa kalian nggak bisa membayangkan kalau itu menimpa rumah dan keluarga kalian sendiri ?
Tiba-tiba Katib terharu dan menangis.
Anak buahnya ikut menangis.
Terdengar tangisan bersahut-sahutan.
Ada yang hoaaaaaaaaaa…..huuuuuu….haaaaaaaaaoooo…. dsbnya ramai sekali. Memang tangisan mereka harus berefek lucu tapi serius.
Lit : He , he, he….sudah,sudah, berhenti menangis !
Tangisan tidak menyelesaikan masalah !
Para pemimpin busuk sudah kebal, tidak akan jatuh kasihan hanya dengan air mata dan darah rakyat.
Rakyat sendiri sih yang memang bodoh.
Pemilu itu kan sarana yang demokratis dan merupakan kesempatan untuk memilih pemimpin yang baik dan menendang pemimpin yang busuk.
Eee lha kok rakyat malah memenangkan partai-partai busuk, dan menelantarkan partai-partai yang ingin menyelamatkan rakyat.
Itu semua karena rakyat bodoh ! Bodoh terus karena tidak pernah dididik ! Karena sekolah bayarnya mahal ! Padahal seharusnya gratis !!!!
Coba baca UUD 45 !
( tiba-tiba semua mengeluarkan buku UUD 45 dari sakunya---ya sudah dipersiapkan toooh… )
Lit : Ayo semua membaca Pasal 31….
Semua koor membaca :
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerntah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa…
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD.
KS : Lho,lho,lho…berarti selama ini pemerintah sendiri melanggar undang-undang ?
Koor : Wis suwe rek, kok gek ngerti…
KS : Lho. Berarti aku bodho yo kok gek ngerti ?
Siswa-siswa : Lho wis suwe Pak…
Kami sampek muak kok….Bapak aja yang kayak badak…..
KS : Oooo jadi aku ini badak yooo….wis rek, gini aja, aku sekarang sadar, tobat, pokoknya seperti drama-drama itu lho, orang yang salah akhirnya tobat, sadar….minta maaf…dan sekarang saya putuskan kalian semua boleh sekolah gratis, anak-anak !
Lit : Serius tah ?
KS : Lho serius ,anak-anak….aku ini Kepala sekolah lho, berkuasa memutuskan…
Koor siswa : Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee…………………Hidup Pak Kepsek….
BP 3 : Lho Pak! Kok gratis sih…lha kita makan apa ?
Siswa-siswa koor : Taek iku panganen !
KS marah kepada BP 3.
KS : Memang kamu ini kok yang bikin masalah. Kamu ini lembaga ekstra ! Tidak resmi,tidak formal,kamu ini calo! Rente !
Siswa-siswa emosi : Ayo basmi ! Basmi ! Tunjeki ae !
Para gepeng terpengaruh : Betul, basmi ! Bakar !
Semua mengeroyok BP 3 dan memassa sampai hancur berdarah-darah, bajunya sobek parah.
Lit : Sabar, sabar…jangan main hakim sendiri,teman-teman….
Tramtib : Gak isok…gak isok…ini dia biangnya sehingga rakyat kecil tidak bisa menikmati pendidikan ! Ayo bakar !
( semua membakar BP 3 dengan trik diganti boneka,sosok BP 3 dibakar ).
Api menjilat-jilat ke atas.
Semua menari kesurupan diiringi musik disko seram….suara mereka fals mirip hantu haus darah….
Lirik :
Kami rakyat bisa seperti zombie
Sabar dan sabar
Meski kalian sakiti
Dan terus kalian sakiti
Namun jika kesabaran habis
Kamipun berubah total
Seperti raksasa Tiwikrama
Kami bisa marah tak terkendali
Jangan salahkan rakyat yang marah
Karena marahnya akibat ditindas
Berjuta-juta kali
Kalau rakyat sudah mengamok
Yang ada adalah REVOLUSI !
REVOLUSI !
REVOLUSI !
REVOLUSI !!!!!!!!!
Musik berhenti.
Rakyat teriak-teriak tak terkendali.
Lit : Kita berRevolusi, tapi jangan anarki !
Tramtib : Yooo gak isoookkk….revolusi berarti cabut sampai akar-akarnya ! Ayoooo serbuuu !!!!
Semua massa menyerbu kota.
Lit meraung-raung menenangkan massa.
Massa tak perduli, bahkan ada yang memukuli dan menjongkrokkan Lit ke tanah.
Massa sudah kesetanan.
Mereka melempari kota. ( puluhan onde-onde berbungkus plastik dilemparkan ke arah penonton )
Mereka membakari kota.
( Setting gedung-gedung dari kertas dibakar massa ).
Lampu dimainkan menambah efek kebakaran kota.
Terdengar sirine meraung-raung.
Muncul petugas pemadam kebakaran menyemprotkan selang air kemana-mana tapi malah lebih banyak ke arah penonton, bukan ke arah gedung yang terbakar.
Para gepeng dihasut tramtib untuk memassa petugas kebakaran. Para petugas pemadam kebakaran malah digebuki dan dibunuh.
Lit : Berhenti ! Berhenti ! Pakai akal sehat !
Jangan menuruti hawa nafsu !
Tapi perang terus berlangsung.
Maka datang rombongan polisi menembakkan bedil ke udara.
Semua terpengaruh, kerusuhan mereda.
Komandan polisi : Hentikan ! Hentikan !
Menyerahlah kalian !
Kalau tidak, akan kami tembak di tempat !
Semua angkat tangan.
Seorang polisi teler, malah menembak salah seorang : Dor !
Ternyata yang terkena KS, KS roboh, semua terkejut dan meradang.
Komandan marah dan membentak polisi teler.
Kopol : He…kamu ini menyalahi prosedur…waah, bisa dicopot aku nanti….diaamput kamu ini Dul !
Dul : Sorry Pak !
Kopol : Enak aja sorry,sorry, ingat kasus Makassar….waaah aku dipecat nanti Dul gara-gara kamu.
Dul : Sorrrrrrrrrrrrrrrrryyyyyyyyyyyyyyyyyyyy….pak.
Lit : He, ini soal nyawa, jangan main-main !
Dul : alaaaaaaa di Negeri Jombrot ini, nyawa sangat murah kok !
Lit : Pernyataan bapak SANGAT MENYAKITKAN ! SANGAT MENYESATKAN !
Dul : Lhoooooooooo…ada faktanya lho, Nyongg !
Karena pemerintah menelantarkan rakyat, lalu rakyat yang putus asa bunuh diri, setahun ada sekitar 30 orang…lhooooooo aku polisi kok ya taaaaaaaaaaahuuu
Lalu yang nekad menjadi copet, maling, garong, rampok, mereka sudah membunuh korban sekitar 170 orang setahun…lhooooooo aku polisi kok ya taaaaaaaahuuu
Lalu para garong yang digerebeg polisi lalu lari dan ditembak, jumlah yang mati sekitar 200 orang setahun…lhooo….aku polisi kok ya taaaaaaaaaaahuuuu
Menurut data CDC dan AGI, 2 juta nyawa bayi di Republik Jombrot ini dibunuh per tahun di meja aborsi
Data yang dikutip koran MERDEKA baru-baru ini, setiap jam ada 2 ibu meninggal karena melahirkan lantaran kemiskinan dan buruknya fasilitas di Republik Gombal ini
Lalu data ELSAM mencatat 65 buruh TKI mati setiap tahun di Singapura, karena negeri ini nggak bisa ngasih makan, karena duit negara sudah digarong para pemimpin
Data dari Depkes RI mencatat 35 orang mati per tahun karena HIV AIDS
Waaaah….dataku lengkap nyong !
Belum lagi yang mati karena berbagai macam penyakit, kecelakaan lalu lintas, kapal laut dan udara, belum yang mati-mati karena 1001 macam bencana alam yang terjadi tiap hari karena alam lingkungan dirusak….wooooooo nggak karu-karuan jumlah orang mati di Negeri Gombal Mukiyo ini…Tapi kok ya jumlah penduduk tetap berjubeeeeel aja…Makanya aku tinggal melanjutkan upaya PENCIUTAN PENDUDUK hehehehe
Itu semua demi keseimbangan rasio kepadatan…hahahaha
Komandan Polisi : Sok tahu kamu Dul, daripada sok pinter dan lebih pinter dari aku, mendingan kamu tak tembak aja duluan !
Dor ! Polisi Dul mati.
Lit : Ini apa-apaan ? Apa tidak ada hukum di negeri ini ? Kok main bunuh semaunya ????
Komandan Polisi : hahahaha….hukum ? hukum di Republik Jombrot ini hanya berupa tulisan di buku-buku dan pidato para pejabat di televisi….pelaksanaannya Nol Besaaar !!!
Dor ! Komandan yang setres menembak satu gepeng.
Lit : Tunggu ! Anda polisi!anda penegak hukum, jangan justru malah menghancurkan hukum !
Kom-pol : He ! Kamu tidak tahu atau pura-pura bodoh ? Pelanggar hukum di Republik ini justru polisi, presiden dan para pejabat !
Coba kamu baca lagi kitab UUD 45 ! Berapa pasal yang dilanggar mereka ?
Dor ! Satu siswa mati.
Lit : Waaah…kalau begini caranya ya sudah, ayo perang…perang adalah satu-satunya pilihan karena terpaksa….hanya satu kata : Lawaaaan !!!!!!
Siswa sok pinter : Itu puisinya Wiji Thukul ya Lit ?
Siswa dan gepeng : Waaah, taek koen iki, sudah perang aja….serbuuuuu !!!!!!!!
Perang ramai.
Semua saling bunuh. Polisi lawan massa.
Semua mati, tinggal Lit yang hidup meski luka parah.
Dengan tertatih-tatih menahan luka, Lit menggugat negeri Gombal ini dengan puisi protes :
Dipimpin para pemimpin pengkhianat
Minyak berkhianat kepada rakyat
Air berkhianat kepada rakyat
Hutan berkhianat kepada rakyat
Gunung berkhianat kepada rakyat
Beras berkhianat kepada rakyat
Gula berkhianat kepada rakyat
Udara berkhianat kepada rakyat
Transportasi berkhianat kepada rakyat
Telekomunikasi berkhianat kepada rakyat
Rumah berkhianat kepada rakyat
Listrik berkhianat kepada rakyat
Batu berkhianat kepada rakyat
Pupuk berkhianat kepada rakyat
Sayur mayur berkhianat kepada rakyat
Buah-buahan berkhianat kepada rakyat
Daging Berkhianat kepada rakyat
Roti Berkhianat kepada rakyat
Sekolah berkhianat kepada rakyat
Buku-buku berkhianat kepada rakyat
Guru-guru mata duitan berkhianat kepada rakyat
Ulama-ulama gila hormat berkhianat kepada rakyat
Hakim-hakim bajingan berkhianat kepada rakyat
Polisi-polisi pemeras berkhianat kepada rakyat
Politisi-politisi badak berkhianat kepada rakyat
Cendekiawan-cendekiawan gila jabatan berkhianat kepada rakyat
Rakyat yang bodoh berkhianat kepada KEHORMATANNYA SENDIRI !
Lit berjalan terseok-seok menuju penonton
Sorot lampu mengiringi
Baunya menyebar harum
Lalu hilang di kerumunan penonton / lampu kian kabur
( Musik prihatin mendenging ngilu )
SELESAI
Penonton boleh tepuk tangan
Jakarta, Patal Senayan Juraganan 11 Mei 2004
Viddy AD Daery=============================viddyad2@yahoo.com
( fotokopi identitas akan dikirim menyusul, mungkin via pos )
BIODATA PENULIS NASKAH DRAMA / TEATER “ LIT ”
Viddy AD Daery atau Drs.Anuf Chafiddi lahir di Lamongan 28 Desember 1961 adalah penyair, cerpenis, novelis, kolumnis dan budayawan.
Sewaktu masih kuliah di FISIP UNAIR Surabaya, sudah menghasilkan puisi masterpiece “Surabaya mari Bicara Empat mata” yang sempat menjadi maskot DKS dan HUT Kotamadya Surabaya di zaman Walikota Poernomo Kasidi.
Setelah lulus sarjana sosiologi tahun 1987 , lalu menjadi koresponden Jawa Pos sambil mengelola toko emas di Lamongan.
Tahun 1991 hijrah ke Jakarta karena bekerja di TPI ( Televisi Pendidikan Indonesia ), mula-mula sebagai redaktur features SERBANEKA.
Tahun 1993-2001 menjadi produser eksekutif. Produknya yang terkenal antara lain : Lenong Bocah, Patrio Ngelaba, Telenovela Dimana Cinta Kutitipkan. Lalu keluar dari TPI dan mendirikan jaringan production house sambil menjadi budayawan yang banyak diundang ceramah budaya Indonesia oleh negara-negara Asia Tenggara.
Novelnya “Sungai Bening” diterbitkan oleh PT Grasindo Jakarta, dan cukup laku di pasaran.
Sejak remaja/mahasiswa sampai kini aktif ikut lomba kreatif dan cukup banyak menyabet juara di bidang penulisan puisi, cerpen dan produksi acara televisi.
E-mailnya : viddyad2@yahoo.com.
SRIKANDI EDIAN
Karya : Sang Aru
( Hardjono Wiryosoetrisno )
Daftar Pemain :
1. Srikandi : remaja putri tomboy, cerdas dan cantik
umur sekitar 17 thn.
2. Dalang : remaja laki-laki atau perempuan, kocak dan cerdas.
3. Wayang wayang : kelompok koor moderat umur sekitar 17 thn
jumlahnya lebih 5 orang boleh laki, perempuan atau campuran.
4. Pak pos : laki-laki atau perempuan umur sebaya mereka yang penting bisa
naik sepeda motor atau sepeda biasa.
5. Dibantu oleh kelompok musik.
Synopsis
Srikandi jaman wayang belajar ilmu memanah kepada Arjuna pemilik ilmu Danurwendo, jaman sekarang atau masa depan Srikandi belajar ilmu sejarah kepada Arjuna juga.
Srikandi kali ini ingin belajar sejarah negeri ini supaya tahu dengan jelas sejarah negerinya. Selama ini sejarah hanyalah sebagai ilmu yang dihafalkan.
Sampai sedikit edian Srikandi berusaha mencari Arjuna untuk belajar sejarah, tetapi sayang sekali sampai cerita ini habis Srikandi tak bisa belajar sejarah tentang negerinya. Mengapa ?
Apakah Arjuna memang tak mau ditemui Srikandi, atau karena sejarah negeri ini tak perlu dipelajari, dan hanya dihafalkan saja ? Inilah kegelisahan Srikandi Srikandi jaman ini.
= = = = =
ADEGAN I.
LAYAR DIBUKA, TAMPAK PANGGUNG DENGAN BEBERAPA BUAH KOTAK SEBAGAI PROPERTY. BEGITU JUGA KELOMPOK MUSIK SEDANG MEMAINKAN MUSIK. SEDERHANA.
TAMPAK JUGA SEORANG DALANG SEDANG BERSIAP MAIN LENGKAP DENGAN PERALATAN DALANGNYA. WAYANG-WAYANG KELUAR DIIRINGI MUSIKNYA. MEMBUAT KOMPOSISI ENAK.
Dalang : Syahdan, malam ini kita bangunkan seorang tokoh wayang terkenal cantik jelita dan otaknya yang cemerlang. Srikandi namanya.
Tetapi Srikandi ini tidak tinggal di Madukara seperti Srikandi jaman Mahabharata dulu, sebab Madukara sekarang sudah habis dimakan gempa api dan banjir.
Srikandi yang sekarang ini tinggal di kawasan Darmo Permai sana. Itu lho perumahan elit dan mewah ya, sebelah barat setasiun televisi.
Apa tuan ? Jauh ?
Ah ya nggak se, masak Darmo Permai jauh ?
Jauh darimana tuan ? Jauh dan dekat itu kan diukur darimana tempatnya. Ya kan ?
Apa tuan ? Dari Wonokromo ?
Yo mesti ae adoh rek nek teko Wonokromo. Dari jembatan merah juga jauh, apalagi dari Gresik. Dan lagi naik apa tempat itu kita katakan jauh. Kalau naik sedan atau panther ya dekat. Kalau naik sepeda, becak bendi, ya jauh apalagi kalau jalan kaki. Ya to ?
Srikandi jaman wayang dan Srikandi jaman komputer ini jauh berbeda.
Srikandi jaman wayang dulu amat senang dan pandai sekali dalam ilmu memanah, Srikandi sekarang pinter dan senang dengan ilmu sejarah. Kata orang bijak, negara itu besar karena sejarah. Jangan sekali kali meninggalkan sejarah kata salah seorang proklamator negeri ini. Sejarah lain lho dengan sujarah. Coba tanyakan dulu pada guru, apa bedanya sejarah dan sujarah.
Srikandi dulu, Srikandi jaman wayang jatuh cinta kepada Arjuna pura pura edan atau gila. Srikandi sekarang ketika jatuh cinta pada Arjuna pura-pura sakit keras.
Nah, malam ini saya coba bangunkan lagi Srikandi ini. Tidak usah bertanya ini Srikandi dulu, Srikandi sekarang ataukah Srikandi masa depan.
MUNCULLAH SEORANG GADIS ATAU REMAJA DENGAN PAKAIAN SANTAI. PAKAI KAOS OBLONG, CELANA JEAN LENGKAP DENGAN TOPINYA (TOMBOY) DARI WAYANG WAYANG.
Srikandi : Hallo selamat malam penonton
selamat malam Surabaya
selamat malam malam ini. Apa kabar ?
Ya benar, akulah Srikandi yang tuan tunggu sejak tadi.
Apa tuan ? Cantik ?
Lho itu kan katanya dalang. Jangan gampang percaya kata dalang.
Dalang itu kan kerjanya memang mendalangi…
mendalangi wayang, mendalangi kekacauan, mendalangi kerusuhan. Oalah dalang dalang…..
Benar tuan, aku memang pengin sekali berjumpa Arjuna. Pengin sekali belajar padanya.
Tuan tuan tahu rumah Arjuna ?
Tolonglah tuan kalau tahu rumah Arjuna. Aku ingin sekali kerumahnya. Jangan khawatir soal uang lelahnya. Pasti ada. Kalau hanya memberi tahu di mana rumahnya jelas berbeda lho dengan kalau ikut mengantarkan aku sampai ke rumahnya.
Apa tuan ?
Oh ya aku ingin belajar kepadanya.
Belajar sejarah.
Wayang wayang : Belajar atau…
Srikandi : Atau apa ?
Wayang wayang : Belajar atau jatuh cinta ?
Srikandi : Oh… belajar rek.
Wayang wayang : Jatuh cinta atau belajar
Srikandi : Belajar.
Wayang wayang : Belajar atau belajar
Srikandi : Belajar belajar !
Wayang wayang : Belajar atau jatuh cinta ?
Srikandi : Belajar !
Sekali belajar tetap belajar !
Wayang wayang : Belajar sambil jatuh cinta ?
Srikandi : Malu ah…..
LANGSUNG MASUK SEBUAH LAGU REMAJA CINTA DI SEKOLAH OLEH WAYANG WAYANG. : malu aku malu pada semut merah
yang berbaris di dinding
menatapku curiga seakan penuh tanya
sedang apa disini menunggu pacar jawabku
DISELA-SELA LAGU ITU DALAM DIALOG LAGI :
Dalang : Begitulah Srikandi memulai perjalanan cinta pertamanya.
Sambil menyelam minum air.
Belajar sejarah negerinya sambil jatuh cinta
Wayang wayang : mengapa belajar sejarah
Mengapa tidak belajar matematika
Belajar kok sejarah
Srikandi : Kenapa kalau belajar sejarah
Sejarah itu perlu dipelajari
Sejarah tidak saja hanya dihafalkan, tetapi harus dipelajari.
Negara besar itu karena sejarah
Sejarah kok dihafalkan. Kalau sudah hafal terus untuk apa ? What for ?
Pelajari sejarah negara-negara besar
Pelajari sejarah orang-orang besar
Pelajari sejarah pikiran-pikiran besar
Ya kan pak dalang ?
Dalang : Benar.
Terus keinginanmu
Srikandi : Ya harus kucari rumah Arjuna.
Dalang : kalau sudah ketemu
Srikandi : ya belajar sejarah padanya
Dalang : Kalau nggak ketemu ?
Srikandi : Ya harus dicari sampai ketemu
Dalang : Pantang mundur ?
Srikandi : Ya benar. Pantang mundur
Pantang untuk mundur
Sekali layar berkembang tak ingin perahu surut kembali sebelum sampai ke pulau tujuan
Dalang : Siap terus maksudmu ?
Srikandi : Menurut dalang bagaimana harusnya ?
Dalang : Tanyakan saja pada wayang wayang
Srikandi : Bagaimana wayang seharusnya ?
Wayang : Jangan tanya kepada saya, nanti bisa dianggap ikut mendalangi kisahmu Srikandi
Sesama wayang tidak boleh saling mendahului.
Srikandi : Sudahlah kalau begitu kuputuskan sendiri.
SRIKANDI LANGSUNG PERGI.
Wayang wayang : Kemana Srikandi ?
Srikandi : Mencari rumah Arjuna
Wayang wayang : dimana rumahnya ?
Srikandi : Nggak tahu, tetapi pasti ketemu
Dalang : begitulah kisah Srikandi sementara ini.
Ia berkeras hati, berkeras kepala untuk mencari rumah Arjuna.
Ia harus melewati rumah-rumah besar
Ia harus melewati jalan-jalan besar
Ia harus melewati toko-toko besar
Ia harus melewati sekolah-sekolah besar karena ingin belajar tentang sejarah orang-orang besar, belajar tentang sejarah negara-negara besar, sebab Srikandi juga memiliki pikiran besar.
SRIKANDI SUDAH KELUAR DARI KOMPOSISI ITU.
Srikandi : benar, disinilah rumah Arjuna
Jalan Diponegoro, dekat pom bensin, belok ke kanan terus ada toko kelontong toko Bahagia belok kiri terus, terus nomoe dua puluh empat. Ya benar, inilah rumahnya.
Wayang wayang : masuklah Srikandi jangan takut
Benar itu rumah Arjuna.
Srikandi : benar ya ini rumah Arjuna
Tetapi jangan marah lho ya, siapa tahu ini bukan Arjuna yang kau maksud itu. Bukankah nama Arjuna sekarang ini banyak.
Cobalah Srikandi, cobalah dulu. Bukankah salah itu juga sebuah proses menuju benar
SRIKANDI BERAKTING SEPERTI SESEORANG YANG SEDANG MENGETUK
PINTU.
Wayang wayang : thok thok thok
Wayang wayang nyanyi : buka pintu…buka pintu… buka pintu…
Buka pintu buka pintu beta mau masuke
Siolah nona nona nona betalah dimukae
Ada anjing gonggong betae
Ada hujan basah basahe…siolah nona
beta mau masuke he he he…….
Wayang dialog : Arjuna keluarlah sebentar
Ada tamu ingin menemuimu
Arjuna : siapa dia ?
Srikandi : benarkah ini rumah Arjuna ?
Wayang wayang : benar tak salah lagi. Tunggulah sebentar
: cepatlah keluar Arjuna, ada tamu
Arjuna : Siapa dia ?
Wayang wayang : tidak tahu, tetapi tengoklah sebentar atau intip dari lubang kunci rumahmu
Arjuna : katakan padanya
Hari ini aku tak bisa menemuinya
Sampaikan permintaan maafku, tetapi tolong sampaikan aku akan menemui di rumahnya. Catat alamat dan nomor teleponnya.
Wayang wayang : tidak kecewa ?
Arjuna : Sebenarnya kecewa, tetapi bagaimana lagi. Suatu saat pasti bisa bertemu.
Wayang wayang : Baiklah Arjuna
Srikandi ?!
Srikandi : Bagaimana bisa ditemui hari ini ?
Wayang wayang : Maafkan Srikandi
Hari ini Arjuna tak bisa kau temui
Srikandi : Kenapa ?
Wayang wayang : Ada kepentingan yang tak bisa ditinggalkan, tetapi akan menemuimu sendiri di rumahmu. Sekarang tolong alamat rumah dan nomor teleponmu
Srikandi : Benar tidak bohong ?
Wayang wayang : Tidak, ia sendiri sebenarnya ingin juga bertemu denganmu.
Srikandi : Tetapi apakah rumahnya memang disini ?
Wayang wayang : Tidak. Tak seorangpun yang tahu alamatnya. Sesekali datang kemari. Tetapi yang penting ia mau datang kerumahmu asal tahu alamat rumahmu Srikandi.
Srikandi : 0311234567. HP ku masih dipinjam yang punya.
Wayang wayang : Sekarang mau kemana Srikandi ?
Srikandi : Tetap mencari Arjuna sampai ketemu
Dalang : Begitulah penonton tekad Srikandi.
Mencari Arjuna sampai ketemu.
Tidak ada pilihan lain kita harus berjalan terus kata sang penyair.
Bayangkan, siang malam Srikandi mencarinya.
Sekarang lihatlah perjalanan Srikandi.
SRIKANDI KELUAR DARI KELOMPOK ITU DAN BERJALAN LAGI DENGAN
RASA KECEWA. DIALOG DENGAN PENONTON.
Srikandi : Penonton tolonglah saya.
Dimana rumah Arjuna sebenarnya
Aku ingin sekali ketemu dengannya untuk belajar sejarah.
Biarlah orang lain mentertawakan aku belajar kok sejarah.
Sejarah negeri ini perlu dipelajari dengan benar. Penting belajar sejarah itu.
Apa tuan ?
Rembulan ?
Masa rembulan tahu rumah Arjuna.
Nggak apa apa, siapa tahu rembulan memang tahu rumah Arjuna.
SRIKANDI DIALOG DENGAN REMBULAN.
Rembulan, selamat malam. Apa kabar ?
Kalau aku sealalu dalam keadaan sehat.
Oh ya rembulan, tahukah kau dimana rumah Arjuna.
Tolonglah beritahu aku dimana rumah Arjuna
Jangan bohong lho rembulan. Aku perlu sekali dengannya.
Aku ingin belajar sejarah negeri ini.
Katanya dia adalah yang paling tahu tentang sejarah negeri ini.
Apa rembulan ?
Lho yok apa se rek rembulan ini.
Pelajaran sejarah itu penting juga, terutama sejarah negerinya sendiri.
Tolonglah rembulan dimana rumah Arjuna itu
Wayang wayang : Sudahlah Srikandi sudah
Sekarang pulanglah segera
Srikandi : Tidak, aku tidak mau pulang kalau belum bertemu Arjuna.
Wayang wayang : Hari sudah larut malam
Besok kita cari lagi. Atau……
Srikandi : Atau apa.
Wayang wayang : Cobalah tanya pada semut semut
Siapa tahu ia mengerti rumah Arjuna
Tanyalah pada semut atau rumput rumput
Cobalah kita bertanya pada rumput yang bergoyang.
SRIKANDI LANGSUNG JONGKOK SEAKAN BERBICARA DENGAN RUMPUT RUMPUT
Srikandi : Rumput rumput selamat malam
Maaf ya kalau ada di antara kalian yang terinjak kakiku.
Benar rumput, aku tidak sengaja.
Habis malam hari dan rembulan tidak bersinar seperti tadi lagi.
Rumput rumput boleh kan aku bertanya
Eh rumput bangunlah sebentar dari tidurmu. Aku ingin mengganggumu sebentar rumput rumput.
Tolonglah barangkali kalian tahu dimana rumah sang Arjuna. Apa ?
Ya, Arjuna yang pinter ilmu sejarah itu. Aku ingin ketemu dia untuk belajar sejarah khususnya sejarah negeri ini.
Masak kata guruku berbeda dengan kata bapakku tentang sejarah negeri ini.
Benar rumput rumput aku pengin sekali bertemu dengan Arjuna untuk belajar sejarah.
Oh ya, kalau sejarah untuk dihafalkan memang mudah. Tetapi sejarah kan tidak untuk dihafalkan saja. Sejarah harus dipelajari rumput rumput.
Apa rumput ?
Tanya pada semut semut ?
Tadi rembulan menyuruhku bertanya pada rumput sekarang kau suruh aku bertanya pada semut.
Nanti semut…..ah biarlah aku mencoba untuk bertanya pada semut. Siapa tahu mengerti. Terima kasih rumput rumput.
Wayang wayang : Bagaimana Srikandi jadi bertanya pada semut.
Srikandi : ya.
Wayang wayang : benar Srikandi. Perlu bantuan ?
Srikandi : Boleh kalau nggak keberatan
WAYANG WAYANG BERNYANYI : Semut semut kecil
Saya mau tanya
Apakah engkau di dalam sana
Tahu rumah Arjuna
Srikandi : Ssst jangan ramai ramai nanti mereka marah.
Coba aku.
SRIKANDI NYANYI : Semut semut kecil saya mau tanya
Apakah engkau didalam sana
Tahu rumah Arjuna…..
SRIKANDI DIALOG : Ayolah semut semut jawablah
Apakah engkau tahu rumah Arjuna. Tadi kata rumput rumput engkau tahu. Jangan takut nanti kuberi hadiah gula kalau kau mau memberi tahu di mana rumah Arjuna. Masak nggak tahu. Jangan bohong lho ya.
Tolonglah semut, aku perlu sekali dengan Arjuna itu. Hanya Arjuna saja yang bisa menjadi tempat aku belajar sejarah negeri ini. Masa depan negeri ini jangan sampai keliru gara gara tak pernah mempelajari sejarah.
Benar ?
Nggak tahu. Siapa ?
Ah nggak akan aku cari sendiri saja rumah Arjuna.
Terima kasih semut semut. Selamat malam
Daaag semut
TIBA TIBA TERDENGAR SUARA HANDPHONE. SRIKANDI LANGSUNG MENGANGKATNYA.
Wayang wayang : Lho tadi katanya nggak punya.
Srikandi : Baru beli….
Wayang wayang : Siapa Srikandi ?
Srikandi : Ssst…
Ya hallo..
Benar, ini aku sendiri
Arjuna ? Ah benar….benar. Ya ya.
Wayang wayang : Siapa Srikandi ?
Arjuna ya. Nah, awas lho hati hati.
BIODATA PENULIS
Naskah SRIKANDI EDIAN
Nama penulis (samaran) : Sang Aru
Nama penulis (asli) : Hardjono Wiryosoetrisno
Alamat penulis : Desa Jatidukuh Gondang Mojokerto
Nimok, Aku cinta kamu.
Karya : I n u l.
( Hardjono Wiryosoetrisno )
Daftar Pemain.
1. Nimok : remaja putri umur 17 tahun,
cerdas, cantik dan lincah.
2. Momon : remaja putra umur sekitar 17 tahun
egois dan manja
3. Anu : suara - suara imaginer kedua tokoh berjumlah bebas.
4. Pasien : tokoh pengguna narkoba putra umur sekitar 17 tahun, kurus ceking dan lelah.
Dibantu pemain musik kalau perlu musik alternatif.
Synopsis :
Awalnya, Nimok menolong Momon yang menjadi korban pengguna narkoba hanya karena keduanya adalah sahabat. Momon berhasil lepas dari persoalan itu tetapi mencintai Nimok dan Nimok menolaknya.
Akibatnya, Momon makin parah terjerumus dalam persoalan itu kembali. Nimok kembali datang, tetapi tetap tidak ingin menerima cinta Momon.
Mengapa Nimok kembali datang ?
= = = = = = = = =
ADEGAN I.
PANGGUNG GELAP. PEMAIN MUSIK TELAH SIAP DITEMPATNYA.
DENGAN IRAMA YANG TETAP MULUTPUN IKUT BERMUSIK.
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK…
MAKIN RAMAI. SESEKALI NAIK SESEKALI TURUN, SESEKALI KERAS SESEKALI PELAN.
LAMPU MENYALA, TAMPAK DIPOJOK PANGGUNG SEBUAH KURUNGAN DILILIT KAIN PANJANG DAN DI ATASNYA ADA SEBUAH KEMARON KECIL BERISI BUBUKAN KANJI ( SAGU ) ATAU TEPUNG.
MUSIK BERBUNYI TERUS.
KEMUDIAN MUNCUL NIMOK DAN MOMON SAMBIL MEMBAWA DUA BUAH KURSI SEBAGAI HAND PROPERTY MEREKA DIIRINGI PEMAIN PEMBANTU ATAU SUARA SUARA YANG AKHIRNYA MEMBUAT KOMPOSISI. SUARA SUARA SENDIRI BEGITU JUGA DENGAN NIMOK DAN MOMON. KEDUANYA MEMAINKANNYA DENGAN GERAK GERAK INDAH BUKAN GERAKAN TARI.
MUSIK MENGIRINGI GERAK MEREKA. SETELAH ITU KEDUANYA DUDUK DI KURSI MEREKA MASING MASING, DENGAN KOMPOSISI SEIMBANG. KURSI KEMBALI SEBAGAI PROPERTY MEREKA.
SUARA MAKIN KERAS BEGITU JUGA MUSIKNYA.
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK…
Nimok dan Momon : suara suara berhentilah
Suara suara : Dhing dhang thak dhing dhang thak
Dhing dhang thak dhing dhang thak
Dhing dhang thak dhing dhang thak
Nimok dan Momon : suara suara berhentilah sebentar
Suara suara : Dhing dhang thak dhing dhang thak
Dhing dhang thak dhing dhang thak
Nimok dan Momon : Suara apakah kalian ini ?
Suara suara : Kami adalah suaramu sendiri
Yang terus hidup sepanjang hari
Kenapa Nimok ?
Kenapa Momon ?
Dhing dhang thak dhing dhang thak
Dhing dhang thak dhing dhang thak
Nimok dan Momon : Berhentilah suara suara
Berhentilah sebentar, kami ingin bicara sendiri.
Suara-suara : Sendirian ?
Nimok dan Momon : Nggak, kami berdua
Suara suara : tanpa kami ?
Nimok dan Momon : Ya
Suara-suara : Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
KEMUDIAN SUARA SUARA ITU MEMBUAT KOMPOSISI BEGITU JUGA NIMOK DAN MOMON, MUSIK DAN SUARA MAKIN LAMA MAKIN LENYAP.
Nimok : Kenapa diam ?
MOMON DIAM TAK MENJAWAB.
Nimok : kenapa diam ?
Momon : nggak tahu
Nimok : nggak tahu ?
Momon : ya nggak tahu
Nimok : kenapa nggak tahu ?
Momon : karena nggak tahu
Nimok : kenapa nggak tahu ?
Momon : ya karena nggak tahu
Nimok : oh…..
KEDUANYA DIAM LAGI DENGAN MOTIVASI BERBEDA, SEMENTARA SUARA SUARA BERMAIN SALING BERDIALOG DALAM HATI. HANYA GERAK GERAKNYA SAJA YANG MEMAINKAN DILOG MEREKA. DAN SEGERA DIAM KETIKA MOMON MULAI DIALOG.
Momon : Kenapa diam?
Nimok : Apa?
Momon : Kenapa diam?
Nimok : Karena ingin diam
Momon : Kenapa ingin diam?
Nimok : Karena ya memang ingin diam
Momon : Tidak ingin bicara
Nimok : Ingin
Momon : Kapan
Nimok : Kapan kapan
Suara-suara : Kapan Nimok?
Nimok : Kapan-kapan
Suara-suara : Wuah nggak boleh begitu Nimok
Itu namanya mangkelan
Nggak boleh Nimok mangkelan
Jangan pendam dendammu sampai matahari tenggelam Nimok.
Nimok : Diamlah suara-suara
Suara-suara : Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab
Momon : Kau siapa ?
Nimok : Aku ?
Nimok !
Momon : Nimok temanku ?
Nimok : Bukan saja temanmu
Tetapi sahabatmu
Momon : sahabatku ?
Nimok : Ya sahabatmu
Suara-suara : Ya benar Momon
Nimok sahabatmu datang lagi
Nimok sahabatmu balik lagi
Momon : Kenapa kau datang lagi ?
Aku sudah tak ingin ketemu lagi
Kenapa kau masih datang lagi
Kenapa ?
Nimok : Karena aku sahabatmu Momon
Karena sahabatmu itulah aku mengharuskan datang kembali ke tempatmu.
KEDUANYA DIAM BERPIKIR.
Nimok : Karena aku sahabatmu, aku harus datang kembali.
Momon : Kenapa masih ingin datang kembali ?
Nimok : Aku ingin menjadi sahabatmu seperti waktu dulu. Tidak ingin menjadi seseorang yang kamu cintai.
Momon : Kenapa ?
Nimok : Tidak ingin
Suara-suara : Tidak ingin atau belum ingin
Nimok : Tidak ingin
Suara-suara : Tidak ingin atau belum ingin
Nimok : Tidak
Suara-suara : Tidak atau belum
Nimok : Tidak, sekali tidak ya tidak
Suara-suara : Belum atau belum
Nimok : Sssttt….
LANGSUNG SUARA SUARA DIAM.
Momon : Sebenarnya aku lebih senang kalau kau tidak mau datang lagi Nimok. Kenapa ?
Kau campakkan lagi aku dari sebuah tempat yang lebih tinggi setelah kau angkat dari tempat terbawah. Itu membuatku lebih sakit.
Sekarang, setelah aku sakit kau datang lagi untuk mengangkatku dan pasti akan menjatuhkan dari tempat yang lebih tinggi lagi.
Pergilah Nimok itu lebih baik.
Nimok : Tidak usah khawatir. Suatu saat aku pasti pergi. Tanpa kau suruh aku akan pergi. Tetapi untuk sekarang, aku masih ingin datang lagi untukmu
Momon : Kenapa Nimok ?
Nimok : Aku sahabatmu.
Sebagai seorang sahabat, aku ingin datang lagi untuk mengajakmu pergi meninggalkan tempat yang tak patut kau singgahi.
Mengerti maksudku Momon ?
MOMON DIAM, INNER MERENUNG UNTUK BERPIKIR.
Nimok : Tinggalkan semua ini. Aku ingin Momon kembali Momon yang dulu, semasa masih menjadi sahabatku.
Apa yang kau dapatkan dari tempat ini ?
Sia-sia Momon, dan…
Momon : Cukup Nimok, cukup
Nimok : Belum !
Belum cukup Momon.
Karena aku sahabatmu, aku wajib mengajakmu pergi dari sebuah tempat yang tak layak kau tempati. Hanya ini !
MOMON BERPIKIR KERAS KEDUANYA DIAM.
Nimok : Kau mencintai aku Momon ?
MOMON RAGU RAGU MENJAWABNYA.
Nimok : Jawablah dengan jujur Momon
Kau mencintai aku ?
Suara-suara : Jawablah Momon
Jawablah dengan jujur
Kenapa diam momon ? malu ya ?
Jatuh cinta kok malu
Malu kok jatuh cinta
Jangan jatuh cinta kalau masih punya malu
Nimok : Diamlah suara suara
Benar Momon kau mencintai aku ?
Momon : Ya.
Aku cinta kamu.
Nimok : Tidak tepat kalau kau mencintai aku
Momon : Kenapa ?
Nimok : Karena kau sendiri belum mencintai dirimu sendiri.
Momon : Aku mencintai diriku sendiri Nimok
Nimok : Tidak
Momon : Benar Nimok, aku mencintai diriku.
Nimok : Bohong kalau kau mencintai dirimu sendiri
Momon : Aku mencintai diriku Nimok
Nimok : Mengapa kau sakiti dirimu sendiri kalau kau sudah mencintai dirimu sendiri
Kenapa kau siksa dirimu sendiri kalau kau sudah bisa mencintai dirimu sendiri.
Bohong, aku tidak percaya.
Suara-suara : Mencintai tidak menyakiti Momon
Mencintai tidak menyiksa Momon
Ya kan ?
Nimok : Cintailah dirimu sendiri, sebelum ingin orang lain mencintaimu
Sayangilah dirimu sendiri sebelum ingin orang lain menyayangimu
MOMON BERPIKIR KERAS, MERENUNG.
Nimok : Apakah salah kalau sebagai seorang sahabat aku ingin datang lagi untukmu ?
Jangan usir aku Momon
Suatu saat pasti aku pergi. Sementara ini aku masih ingin melihatmu sebagai sahabatku kembali seperti dulu lagi.
Ayo bangun dari mimpi mimpimu yang indah tetapi hanya kebusukan dan kesakitan yang kau dapatkan.
Tidak ada pilihan lain kecuali harus segera meninggalkan tempat ini, kalau kau benar benar mencintai dirimu sendiri.
Yakinlah suatu saat orang orang yang mencintai pasti datang. Ya kan ? percayalah !
LAMAT-LAMAT TERDENGAR SEBUAH TEMBANG. TEMBANG ITU MENGINGATKAN IBUNYA YANG TELAH ALMARHUM.
Rungokna kandaku ya ngger
Isih cilik tak kudang kudang
Dadia pengarepanku
Ing tembe kena tak sawang…..
Momon : Diam !
Diamlah suara-suara
Aku tak ingin mendengar suara itu
Ayo diamlah suara
Suara-suara : Kenapa Momon ?
Momon : Tak seorangpun yang mencintaiku
Tak seorangpun yang menyayangiku
Semua pergi
Semua menjauhiku
Nimok : Diamlah Momon
Aku ingin menemanimu
Momon : Kemudian meninggalkan lagi
Sebenarnya aku tak ingin lahir kalau akhirnya harus begini
Siapa yang menyuruhku lahir ini sebenarnya
Nimok : Jangan kau salahkan kelahiran Momon
Dan mengapa tidak mencoba menyalahkan diri sendiri ?
Siapapun tak berhak menolak atau memilih kelahirannya
Kita hanya berhak menolak jalan hidup kita sendiri. Ya kan ?
Kita sendirilah yang memiliki hidup kita karena kita sendiri yang berhak menentukan diri kita sendiri. Bukan orang lain.
Belum terlambat Momon
Hidup ini milikmu sendiri bukan milikku
atau milik orang lain. Ayolah Momon
Lihatlah sebelah sana
Langit dan matahari masih cemerlang
Jangan menuntut orang lain mencintaimu
Kalau kau sendiri belum menuntut dirimu sendiri untuk lebih mencintai diri sendiri
Ayolah Momon
Sekali lagi hanya kita sendirilah yang harus mempertanggung jawabkan hidup ini pada sang pembuat hidup ini.
Memalukan menyayanginya sendiri tak mampu, menyuruh orang lain menyayangi.
Bagaimana Momon ?
TERDENGAR LAMAT-LAMAT SUARA-SUARA ITU MENEMBANG LAGI.
Nimok : Dengar Momon suara ibumu
Dengar Momon doa ibumu
MENDENGAR SUARA ITU, TIBA-TIBA PANDANGAN MOMON NYALANG DAN DENGAN BERINGAS TIBA-TIBA IA BERDIRI. PANDANGANNYA MAKIN LIAR MELIHAT KE BEBERAPA ARAH KEMUDIAN BERJALAN DENGAN LANGKAH GAGAH DAN CEPAT MENGELILINGI PANGGUNG. SESEKALI BERHENTI MEMANDANG SEBUAH ARAH DENGAN LIAR. KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEAKAN INGIN CEPAT SAMPAI DI SEBUAH TEMPAT DAN LANGSUNG MELAKUKAN SESUATU.
Suara-suara : Momon… mau kemana ?
TIDAK ADA JAWABAN MESKIPUN MOMON SEMPAT BERHENTI SEBENTAR KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEPERTI SEMULA.
Suara-suara : Momon pulanglah
Ibumu sudah menunggu…
TIDAK ADA JAWABAN MESKIPUN MOMON SEMPAT BERHENTI SEBENTAR KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEPERTI SEMULA LEBIH CEPAT, SEMENTARA NIMOK HANYA MELIHAT DENGAN KEMAMPUAN INNER ACTIONNYA.
Suara-suara : Momon kemana ?
Ajaklah Nimok serta, jangan dibiarkan di sini sendiri
Momon : Tidak
Aku akan belajar lebih mencintai diriku.
PANDANGAN MOMON MAKIN NYALANG SAAT MELIHAT SESUATU YANG ADA DI POJOK PANGGUNG. DIAM SEBENTAR ADA KEBENCIAN.
LANGKAHNYA CEPAT SETENGAH BERLARI. LANGSUNG DIAMBILLAH “KEMARON KECIL” DIPEGANG LANGSUNG DIBANTING BERANTAKAN, SEMENTARA SERBUKNYA BETERBANGAN MEMENUHI PANGGUNG. MUNDURLAH MOMON BEBERAPA LANGKAH MELIHAT DENGAN LIAR LANGSUNG KAIN PANJANG YANG MELILIT KURUNGAN DITARIK PAKSA DAN KURUNGAN ITUPUN DIBUKA DAN DILEMPARKAN SEKALIGUS. TAMPAK SEORANG REMAJA SEDANG MENIKMATI ROKOKNYA ( GANJA ) DALAM KURUNGAN DENGAN PANDANGAN KUYU.
MOMON MUNDUR SELANGKAH DEMI SELANGKAH DAN TERUS MELIHAT PASIEN DENGAN MOTIVASI TERKEJUT SEKALIGUS PENYESALAN.
DENGAN LANGKAH GAGAH MOMON MENDEKATI PASIEN DEKAT DEKAT DAN LANGSUNG DIPELUKNYA ERAT ERAT SETELAH ITU LANGSUNG DIGENDONG ( DIPANGGUL ) BERKELILING LAGI.
Suara-suara : Momon kemana ?
Ini Nimok, jangan ditinggalkan sendiri
Momon : Aku ingin mencintai diriku sendiri sebelum mencintai orang lain.
DIPANGGUL LAGI SANG PASIEN UNTUK KELILING PANGGUNG LAGI. NIMOK PELAN-PELAN TAPI PASTI MENDEKATINYA MUSIKPUN MULAI BERBUNYI
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
Suara-suara : Momon, Nimok masuklah
Angin malam berhembus kencang
PELAN PELAN KETIGA PEMAIN ITU MASUK. SUARA-SUARA BERGERAK MEMBUAT KOMPOSISI. MUSIK BERBUNYI TERUS. SESEKALI KERAS SESEKALI PELAN.
Suara-suara : Hidup ini milik kita sendiri
Bukan milik orang lain
Bukan milik anak anak kita dan
Bukan juga milik orang tua kita.
MUSIK BERBUNYI TERUS PELAN PELAN KEMUDIAN SESEKALI KERAS. SESEKALI CEPAT SESEKALI LAMBAT. IRAMA BERGANTIAN. SUARA-SUARA IKUT BERSUARA
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK
MUSIK TERUS BERLANJUT, LAMPU MAKIN LAMA MAKIN REDUP KEMUDIAN PADAM.
S E L E S A I
BIODATA PENULIS
Naskah NIMOK, AKU CINTA KAMU
Nama penulis (samaran) : Inul
Nama penulis (asli) : Hardjono Wiryo Soetrisno
Alamat penulis : Desa Jatidukuh Gondang Mojokerto
NASKAH DRAMA REMAJA
HITAM PUTIH
Untuk diikutsertakan dalam
“Lomba Penulisan Naskah Teater
Seksi Penyajian Taman Budaya Jawa Timur 2004”
Karya :
ENANG ROKAJAT ASURA
CILEGON 2004
JUDUL : HITAM PUTIH
TOKOH :
AMARAL
NENEK
RIO
DUA ORANG BODYGUARD
PUTRI
SEORANG LELAKI
FIGURAN
1
BABAK SATU
PANGGUNG ADALAH SEBUAH RUANGAN KOSONG. RUANGAN FANTASI. AMARAL, SEORANG REMAJA BELIA TERSERET DALAM TARIK-MENARIK ANTARA KEPENTINGAN YANG BERBEDA. DI SISI KIRI RIO DENGAN SELENDANG HITAM, DAN DI SISI KANAN NENEK DENGAN SELENDANG PUTIH.
TARIK-MENARIK ANTARA RIO DAN NENEK AMARAL MEMBENTUK SEBUAH TARIAN. SELENDANG HITAM DAN PUTIH ITU TERUS MENJERAT AMARAL DALAM GERAKAN-GERAKAN YANG MAKIN LAMA KIAN RANCAK. AKHIRNYA PADA SAAT AMARAL MENCAPAI PUNCAK KEKESALAN DAN GELISAH, SELENDANG HITAM DAN PUTIH ITU PUTUS. AMARAL TERDUDUK LESU BEBERAPA SAAT. DALAM TEMARAM LAMPU, GERAK AMARAL BANGKIT MEMBENTUK SEBUAH SILHOUTTE. DINGIN.
DETAK JANTUNG TERDENGAR MEMBURU. AMARAL BANGKIT KEMUDIAN MENGIKUTI GERAK DETAK JANTUNG ITU. MAKIN LAMA TERDENGAR MAKIN KERAS DAN MEMBURU. PADA DETAK JANTUNGNYA SENDIRI, AMARAL TIDAK BISA MENGUASAI BAHKAN TAK MAMPU MENGENDALIKAN. DETAK JANTUNG ITU TERUS MEMBURU DAN MEMBURU. AMARAL LALU TERENGAH-ENGAH MENCARI SESUATU. DI KIRI DAN KANAN SELENDANG PUTIH DAN HITAM JUGA MENGGAPAI-GAPAI.
AMARAL
Hitam….putih…
Hitamku …putihmu…putihku…hitammu…
Dimana hitamku…dimana hitammu…
Dimana putihku….dimana putihmu…
Putih….hitam…
Putihku…hitamku…dingin…
Angin…dimana hitamku…dimana putihku…
RIO
Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…
Lihat…pandang…tatap…
Hitammu di sini…Amaral !
AMARAL
Hitamku di sana ? hitamku di nadimu ?
NENEK
Itu bukan hitam, Cu !
Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…
Abu-abu bukan putih…
Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?
Tidak…jangan bingung !
Pandanglah abu-abu itu dengan ini …
( MENEPUK DADA DAN BATUK )
RIO
( TERKEKEH )
mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih,
mengatur nafas saja tidak becus !
kau batuk-batuk terus, Nek !
Tak perlu memikirkan hitam dan putih,
pikirkanlah liang lahat !
NENEK
Tengik juga kau anak muda !
Jangan dengar itu, Cu ! Jangan kau dengar…
kau akan menemukan putihmu…
putihmu yang kaucari…bukan putih dia…
bukan putih orang lain !!!
AMARAL
Biarlah aku pandang sendiri, Nek !!
Jangan memandang dengan mata nenek…
Aku masih awas…
Pasti lebih awas !
Mata nenek sudah rabun…
Mana bisa mewakili keinginanku !!
AMARAL BERJALAN KE DEPAN PANGGUNG. PADA PENONTON. MENATAP SATU PER SATU. MENCARI SESUATU. AMARAL SEPERTI BINGUNG SENDIRI. NENEK GELENG-GELENG KEPALA TAK PERCAYA DENGAN UCAPAN CUCUNYA TADI.
AMARAL
Aku tak melihat putih di sana…
Hoi…adakah putihku di sana ?
Hoi…hanya ada hitamkah di sana ?
NENEK
( BATUK-BATUK )
hitam dan putih tidak dimana-mana, Cu !
tapi di sini ….
( MENEPUK DADA DAN BATUK-BATUK KEMBALI )
ah…kenapa penyakit ini selalu saja manja…
dasar penyakit jaman sekarang…
manja…tak bisa mandiri…
AMARAL
( PADA NENEK )
Artinya nenek sudah tua…
NENEK
Bagus…bagus itu, Cu !
Kalau kau sudah mengaku aku tua,
kau akan pula mengaku nenekmu bisa membedakan
mana hitam mana putih…
RIO
Dalam kacamata tuamu,
mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih
lihat…ini hitammu di sini…
hitammu ada pada hitamku, Amaral !
AMARAL MULAI TERLIHAT GAMANG. IA BERJALAN KE ARAH RIO. NAMUN NENEK TIBA-TIBA DATANG TERGOPOH. DENGAN SELENDANG PUTIHNYA, NENEK MEMBELIT AMARAL. SESEKALI BERHASIL, TAPI AMARAL BISA LEPAS. DIBELITKANNYA LAGI SELENDANG ITU BEBERAPA KALI. BERHASIL. TAPI AMARAL BISA MELEPASNYA LAGI. ADEGAN INI BEBERAPA KALI DIULANG SEHINGGA TERLIHAT BAGAIMANA TARIK-MENARIK KEINGINAN ANTARA AMARAL DAN NENEK.
DARI SUDUT PANGGUNG BEBERAPA ORANG BERPAKAIAN HITAM SEHINGGA HANYA TAMPAK SEBAGAI BAYANGAN. BAYANGAN HITAM ITU KEMUDIAN MENDEKATI NENEK DAN AMARAL. PADA SATU SAAT SECARA SEREMPAK BAYANGAN ITU MEMEGANG AMARAL, MENGANGKATNYA TINGGI DAN MEMBOPONGNYA MENJAUH DARI NENEK. RIO TERDENGAR TERKEKEH. KEMUDIAN LELAKI JANGKUNG INI DUDUK DI KURSI. IA MULAI KONSENTRASI DAN BERMAIN PIANO. PIANO FANTASI. LAMAT-LAMAT MENGALUN LAGU SENDU. NENEK TERLIHAT BERDIRI GOYAH, LALU TERDUDUK TAK MAMPU MENAHAN GEJOLAK RASA DAN BERAT TUBUHNYA.
NENEK
Tuhan, jangan biarkan hitam membawa cucuku !
Kuatlah putihmu di sini….
Pancarkan putihmu pada cucuku !
Jangan…jangan biarkan hitam itu, Tuhan !
Jangan biarkan membawa cucuku…
NENEK MEMAKSA BERDIRI TAPI KEMBALI TERDUDUK. BERDIRI. DUDUK. BERDIRI DAN ROBOH KEMBALI. NENEK AKHIRNYA MENDORONG TUBUHNYA KE ARAH PENONTON. SEPERTI TENTARA SEDANG LATIHAN TIARAP. NENEK TERUS MENDEKATI PINGGIR PANGGUNG. SEMENTARA RIO TERUS BERMAIN PIANO. MAKIN SEMANGAT BAHKAN SEPERTI YANG KERASUKAN SEHINGGA NADA YANG DIHASILKANNYA PUN LEBIH BERUPA TEROR. TEROR NADA. NENEK TAK PEDULI DAN TETAP BICARA PADA PENONTON.
NENEK
Adakah putihku di sana ?
Tunjukanlah !!!
Mana putihku ?
DARI ARAH PENONTON
Tak ada putih di sini…
NENEK
Ah, ternyata kalian masih suka bohong…
Aku pikir kebohongan hanya ada di pasar-pasar…
Ditawar seribu…dia bilang belinya saja seribu dua ratus…
padahal ia beli lima ratus…he he he…
Aku sangka kebohongan hanya ada di terminal…
bus penuh dikatakan kosong…
tadinya aku hanya beranggapan…
kebohongan hanya ada di senayan
tapi ternyata…di sini juga …
apa pasar pindah ke sini heh ?
apa terminal juga ada di sini ?
atau tempat ini sudah disulap jadi senayan tandingan ?
NENEK TERGOPOH DAN MENJAUH DARI PENONTON. TAPI DIA BALIK LAGI. TIARAP LAGI. BERTANYA LAGI PADA ARAH PENONTON.
NENEK
Adakah putihku di sana ?
Tunjukanlah…mana putihku ?
TAK TERDENGAR JAWABAN. SEPI.
NENEK
Adakah putihku di sana ?
( SEPERTI AKAN MENANGIS )
Tunjukanlah…mana putihku ?
TAK TERDENGAR JAWABAN. HENING.
NENEK
( BENAR-BENAR MENANGIS DAN BICARA SENDU )
Adakah putihku di sana ?
Tunjukanlah !!
Mana putihku ?
NENEK MEMEGANG SELENDANG PUTIH. DIBELITNYA KE LEHER. AMARAL DATANG DARI ARAH LAIN. KAGET. LALU IA MEMEGANG NENEK. MEMELUKNYA.
AMARAL
Nenek jangan bunuh diri…
Nenek masih diperlukan di sini…
NENEK MEMAINKAN SELENDANG DAN SEPERTI AKAN BENAR-BENAR DIBELITKAN KE LEHERNYA SENDIRI.
AMARAL
Jangan, Nek !
Jangan buang kesempatan hidupmu…
Hidup itu mahal !!
AMARAL MEMBAWA NENEK MENJAUH DARI ARAH PENONTON. RIO TERTEGUN SEJENAK. TAPI JARI-JEMARINYA TETAP SEPERTI SEDANG MEMAINKAN PIANO. NENEK MENATAP KE ARAH PENONTON SAMBIL TERSENYUM PENUH KEMENANGAN.
NENEK
Cucuku masih ada…
Dia masih sayang…
AMARAL TERSENTAK. MELIUK. MENGHENTAK DAN MENJAUH. NENEK BENGONG DAN KECEWA. SELENDANG AKAN DIBELITKANNYA KE LEHER TAPI AMARAL TETAP MENJAUH. MELIUK. RIO TETAP MEMAINKAN PIANO DENGAN SEMANGAT.
PADA SATU KESEMPATAN NENEK BENAR-BENAR MENJERAT LEHERNYA. TAPI KETIKA AKAN DITARIK, NENEK BATUK-BATUK. BATUK ITU TERUS TERDENGAR SEIRING DENGAN SUARA PIANO YANG SEOLAH SEDANG DIMAINKAN RIO.
SEIRING TERDENGAR SUARA LEDAKAN, RIO, NENEK DAN AMARAL BERKUMPUL DI TENGAH PANGGUNG. MEREKA TAMPAK PANIK.
RIO
Bom !!
AMARAL
Bom … bom !!
NENEK
Bukan bom…itu tadi kentut !
RIO
Kentut ? begitu kerasnya kentut ?
NENEK
Ya, itu tadi kentut !
Bahkan ada kentut yang bisa lebih keras dari itu…
AMARAL
Ngaco !
Nenek jangan ngaco !
Ayo keluar…itu tadi bom…
atau paling tidak granat tangan…
NENEK
Kentut !
RIO
Siapa yang kentut ?
NENEK
Kamu ! kau yang kentut !
Kentut orang macam kau itu pasti sekeras bom !
RIO
Aku kentut ? kentutku keras ?
Mana mungkin, Nek,
aku masih bebas keluar masuk Amerika !
kalau aku kentut sekeras bom,
pasti dicekal masuk Amerika…
NENEK
Kalau begitu, kau yang kentut, Cu !
AMARAL
( TERSIPU )
Nenek…mana mungkin aku kentut di depan umum…
lagi pula kentut perempuan itu tidak keras…
Mana mungkin bisa sekeras bom…
NENEK
Ya, sudah !
Kalau begitu, mungkin aku yang kentut…
Kentutku bisa sekeras bom,
buat ngebom laki-laki brengsek yang akan mengganggu kamu !!
Tapi….karena aku perempuan,
pasti kentutku tetap santun…
Buktinya kentutku tak salah sasaran kan ?
Tidak salah tembak…
Kentutku tepat nembak Riomu itu !
RIO MENJAUH. DUDUK DI KURSI. SEPERTI ADEGAN SEBELUMNYA, IA KONSENTRASI DAN KEMBALI SEOLAH SEDANG BERMAIN PIANO. AWALNYA PERMAINAN PIANO RIO SYAHDU, TAPI MAKIN LAMA TERASA SEMAKIN BERSEMANGAT. MENGHENTAK. PERHATIAN AMARAL TERSEDOT LALU MULAI IKUT HANYUT PADA PERMAINAN PIANO RIO. AMARAL MULAI BERNYANYI KENDATI SEPERTI SEDANG TERCEKIK.
AMARAL
menghitung hari…
detik demi detik…
PADA ADEGAN BERIKUTNYA AMARAL SEPERTI TELAH MENJADI SEORANG PENYANYI. IA MENANGGALKAN PAKAIAN KESEHARIANNYA. IA SEPERTI SEDANG MENYANYI DI HADAPAN BANYAK PENONTON. NENEK SENDIRI DUDUK DI POJOK MEMEGANG SELENDANG PUTIH. SELENDANG ITU IA PANDANG SEBAGAI SEORANG ANAK KECIL. DIELUS. DIAJAKNYA BERMAIN. RIO TERUS MENGIMBANGI AMARAL MENYANYI.
NENEK MASIH JUGA BERMAIN DENGAN SELENDANG. PADAHAL TAK JAUH DARINYA, AMARAL SEDANG MENARI DENGAN RIO. PADA BEBERAPA GERAKAN TARIAN ITU TAMPAK EROTIS SEHINGGA MEMBERI GAMBARAN BAGAIMANA PERTEMANAN ANTARA AMARAL DAN RIO TELAH BERUBAH MENJADI HUBUNGAN CINTA KASIH.
TARIAN AMARAL DAN RIO DEMIKIAN MEMUKAU. PADA SATU SAAT TIBA-TIBA AMARAL TERKILIR DAN JATUH. RIO MENATAP TAJAM LALU DENGAN TAK ACUH MENINGGALKAN AMARAL YANG PADAHAL SEDANG MERONTA MEMINTA TOLONG. RIO LALU DUDUK DI TEMPATNYA SEMULA DAN DENGAN EMOSIONAL MEMAINKAN PIANO SEHINGGA MENGELUARKAN SUARA BERISIK. NENEK TERSENTAK. MENATAP PADA AMARAL SILIH BERGANTI DENGAN MENATAP RIO.
NENEK
Ah…kau ini !
Dia itu lelaki tak bertanggung jawab…
AMARAL
Tapi Rio telah memberi jalan….
Jalan menuju sukses, Nek !
NENEK
Yang memberi jalan itu, Allah !
Jangan kau salah sangka…
Kita itu kecil…kerdil…
Mana mungkin bisa memberi jalan untuk orang lain,
jalan buat sendiri saja tidak bisa…
AMARAL
Sudahlah, Nek !
Simpan omongan nenek itu di lemari besi…
Aku tak mau mendengarnya lagi…
NENEK
( TERSENTAK HINGGA SELENDANG JATUH )
Amaral ?
AMARAL
Sadar…aku sangat sadar !
NENEK
Oh, Tuhan, sia-sialah upayaku ini…
AMARAL
Nenek tidak mengerti…
Dunia hiburan memberi jalan hidup…
jalan yang tak pernah nenek temukan dulu…
Pandanglah dunia dengan mata sekarang, Nek !!
Bukan mata nenek yang dulu !
NENEK
Mengkhayalah terus…
Bermainlah dalam fantasimu !!
Tapi kau sedang ada dalam genggamanku sekarang…
AMARAL
Mulai sekarang tidak, Nek !
Aku lepas…bebas…
NENEK
Bawalah pikiranmu…
Tapi kau lupa, hatimu tetap di sini…
NENEK MEMANDANG SELENDANG YANG JATUH. TAPI KETIKA IA BERGERAK UNTUK MENGAMBILNYA, DENGAN CEPAT RIO JUSTRU YANG MENGAMBIL SELENDANG PUTIH ITU. RIO BERLARI KE TENGAH PANGGUNG. MENYATUKAN SELENDANG PUTIH DAN HITAM MILIKNYA. SELENDANG ITU TERUS DIPILIN SEHINGGA WARNANYA SALING SILANG, HITAM DAN PUTIH. NENEK BENAR-BENAR KECEWA BAHKAN MENANGIS TERSEDU. AMARAL BERDIRI MEMANDANG KE ARAH RIO. RIO TERSENYUM. MENGULURKAN SELENDANG ITU. AMARAL MENCOBA MENANGKAPNYA BERKALI-KALI TAPI TAK JUGA BISA MEMEGANGNYA.
PANGGUNG GELAP. SUARA MENGHENTAK. DALAM GELAP PANGGUNG ITU TERDENGAR KEMBALI LEDAKAN.
SEBUAH SUARA
Siapa yang kentut ?
Ayo ngaku !
Siapa yang kentut ?
Perempuan atau laki-laki ?
MUSIK BERHENTI. LAMPU BERUBAH. SUASANA BERUBAH. PANGGUNG BERUBAH PADA ADEGAN BERIKUTNYA.
***
2
BABAK DUA
SEBUAH KURSI SIMBOL KESUKSESAN BERADA DI TENGAH PANGGUNG. BEBERAPA SAAT PANGGUNG ITU HANYA BERISI KURSI TERSEBUT. CAHAYA TERANG. PADA SATU SISI PANGGUNG ADALAH KAMAR NENEK LENGKAP DENGAN TERALIS. NENEK SESEKALI TAMPAK DARI JENDELA, MENATAP KELUAR KADANG MEMEGANG TERALIS MENATAP PADA JARAK JAUH.
DARI LANGIT TURUN HUJAN. BUKAN HUJAN AIR MELAINKAN LEMBARAN UANG DAN BUNGKUSAN KADO. LEMBARAN UANG DAN BUNGKUSAN KADO YANG SEOLAH TURUN DARI LANGIT ITU DIATUR SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA JATUH DI ATAS KURSI KESUKSESAN, PALING TIDAK DI SEKELILINGNYA.
DARI ARAH LAIN BEBERAPA ORANG BERPAKAIAN HITAM MENYERET SEBUAH KOTAK KADO DALAM UKURAN SANGAT BESAR. DENGAN KESULITAN MEREKA TERUS MENDORONG KADO TERSEBUT HINGGA MENDEKATI KURSI. KADO RAKSASA ITU BERBEDA DENGAN KADO-KADO LAIN. SELAIN UKURANNYA BESAR JUGA WARNANYA HANYA HITAM DAN PUTIH. KADO RAKSASA ITU DEMIKIAN MENCOLOK. SETELAH MENEMPATKAN KADO RAKSASA ITU DI PINGGIR KURSI, ORANG-ORANG ITU MUNDUR DENGAN TERATUR.
DARI SAMPING KIRI DAN KANAN PANGGUNG KEMUDIAN MUNCUL DUA ORANG BERBADAN TEGAP. KEDUANYA MENGENAKAN SAFARI WARNA GELAP. MEMAKAI KACAMATA HITAM. KEDUANYA KEMUDIAN BERDIRI KOKOH DI SAMPING KIRI DAN KANAN KURSI. DARI TAMPANG KEDUANYA ORANG AKAN LANGSUNG DIINGATKAN BAHWA KEDUANYA ADALAH BODYGUARD YANG SIAP MENJADI TAMENG KESELAMATAN TUANNYA. KEDUA LELAKI ITU TAK BANYAK BICARA. KEDUANYA HANYA MENGGUNAKAN ISYARAT SEPERTI ROBOT.
SEIRING DENGAN MUSIK MENGHENTAK, KEDUA BODYGUARD TADI LANGSUNG TIARAP. KEDUANYA SIAP PASANG BADAN.
DENGAN PAKAIAN GLAMOUR, AMARAL DATANG. SEPERTI HALNYA ARTIS TERKENAL YANG BANYAK DIPUJA, AMARAL MELENGGANG. IA MENGUMBAR SENYUM SEOLAH SEDANG MENGHADAPI BANYAK PENGGEMARNYA.
PADA SISI LAIN, DIBALIK TERALI NENEK MENATAP NANAR PADA CUCUNYA ITU.
AMARAL
Makasih…makasih…sabar ya…
semuanya pasti kebagian …
sabar dong…
( PADA SESEORANG )
siapa namanya ? bagus…mana bukunya…
oke…tanda tangan di sini ya…
iya…iya…
AMARAL TERUS MENGUMBAR SENYUM. NENEK TERUS TERTEGUN. SITUASI KONTRAS ITU TERUS BERTAHAN UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU.
AMARAL
( PADA SEORANG BODYGUARD )
Kalian atur jangan sampai berebut …
Kalian dibayar untuk itu…
Kulitku bisa lecet kalau berdesakan terus…
BODYGUARD ITU TAK BICARA SELAIN SALING MENATAP DENGAN TEMANNYA.
NENEK
( TERIAK )
tak ada penggemarmu, Cu !
tak ada penonton…
tak ada penjaga pribadi…
AMARAL
( KESAL )
Diam !
Apa sih maksud nenek ?!
NENEK
Aku hanya ingin menyadarkanmu…
Bukalah mata hatimu…
Ini bukan panggung sandiwara
untuk melambungkan angan-anganmu…
ini rumah kita…rumah sederhana milik kita…
AMARAL
Lebih baik nenek diam, supaya saya tidak berbuat kasar…
Paham ?!
NENEK
Tidak !
AMARAL
Ah, itulah, Nek !
Jaman sekarang sudah maju…
Jauh lebih maju dari jaman yang nenek alami…
Sekarang jaman globalisasi…
Nenek pasti tidak tahu apa itu globalisasi ?
NENEK
He he he … salah kau, Cu !
Dari dulu juga namanya sa-si-sa-si itu sudah ada …
AMARAL
( TERIAK )
Britney spears segera hadir…
Lihat…kurang apa saya, Nek !
Lihat…lihat…penonton !
Saya cantik luar dalam …
AMARAL KEMUDIAN MELENGGOK MENGITARI KURSI. MENGITARI KEDUA BODYGUARD KHAYALANNYA. LALU AMARAL BERLARI KE DEPAN. PASANG KUPING SEOLEH IA SEDANG MENDENGAR RIUHNYA TEPUK TANGAN. KEMBALI MEMANDANG KE ARAH NENEKNYA.
AMARAL
Dengar…dengar !!
Gemuruhnya sambutan dunia ?
Rrrruarrrr…biasa…
AMARAL BERDIRI ANGGUN. MENEBAR SENYUM. SESEKALI IA MENEMPELKAN JEMARINYA KE BIBIR, KEMUDIAN MENIUPNYA KE ARAH PENONTON. TERSENYUM GENIT.
NENEK
( SEDIH )
Kau terlalu jauh mimpi…
Bangunlah, Cu, hari sudah siang !!
Lihatlah…ini rumah kita…
AMARAL TIDAK PEDULI. IA MELENGGOK SEPERTI SEDANG BERJALAN DI ATAS CATWALK. MEMAMERKAN PAKAIANNYA. MENGITARI BODYGUARD KHAYALANNYA BEBERAPA PUTARAN. KETIKA SUATU SAAT IA MENCUIL HIDUNG SALAH SEORANG BODYGUARD. AMARAL TERLIHAT SEPERTI TERKEJUT.
AMARAL
Aneh…kenapa dicolek tidak kerasa ?
Apa aku mencolek angin ?
Mencolek bayangan ?
AMARAL MULAI MEMERIKSA KEDUA BODYGUARD KHAYALANNYA ITU. KEMBALI IA TERTEGUN. IA TAK MERASA APA-APA. TAPI KETIKA MEMEGANG PINGGANG SALAH SEORANG BODYGUARD, AMARAL KELIHATAN TERSENYUM.
AMARAL
Hidup…ya…hidup…
Ada kehidupan di sana…
NENEK
( MEMEGANG TERALIS )
Ternyata kau memang masih waras…
Yang kau pegang itu memang kehidupan…
He he he … maksud nenek sumber kehidupan…
Tapi yakinlah cucuku, ia bukan apa-apa…
Ia bukan siapa-siapa…
Seperti juga kamu bukan apa-apa…
dan bukan siapa-siapa !!
AMARAL
Aduh..nenek !!
Bener-bener membuat saya kehilangan kesabaran…
Nenek memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa…
Tapi jangan samakan saya dengan nenek…
Ini dunia saya … dunia angan-angan
NENEK
Kau sebenarnya yang bikin aku kehilangan kesabaran
Dengan cara begini kau akan disadarkan…
DARI DALAM KAMAR ITU NENEK MELEMPAR BOTOL MINUMAN KE ARAH AMARAL. BOTOL ITU TEPAT MENGENAI TUBUH AMARAL. AMARAL TERLIHAT MARAH. PADA KEDUA BODYGUARDNYA IA MARAH.
AMARAL
Kurang ajar !!
Apa kalian sudah jadi robot beneran ?
Apa kalau aku dilembar bom, kalian tetap diam ?!
Kalian kupecat !!
AMARAL MEMBUKA SYAL YANG DIPAKAINYA. LALU SYAL ITU DIPAKAI MENUTUPI JENDELA KAMAR NENEK. BEGITU SYAL ITU DIBENTANG, NENEK TERDENGAR BEBERAPA KALI BERSIN.
NENEK
Mana ada syal artis besar bau apek…
Kau memang terlalu jauh melamun, Cu !
Sayang…orang tuamu tidak ada…
AMARAL
Jangan ungkit masalah itu, Nek !
Aku malas mendengar cerita itu…
Padahal dady di Amerika !!
Mom di Prancis !!
Nenek malu anak dan menantu sukses di negeri orang ?!
NENEK
( DARI TERALIS TERHALANG SYAL )
Aku malu karena punya cucu pelamun !
Buang jauh-jauh cerita busuk itu…
Kedua orang tua meninggal karena kecelakaan !
Tak ada di Amerika…tidak di Prancis…
AMARAL
Dengar !! Dengar !! Kalian dengar !!
Siapa sebenarnya yang melamun ?
Aku atau nenekku ?
Kalian dengar sendiri …
Nenek bilang ayah ibuku meninggal…
Nenek tak mengenal Prancis…tak mengenal Amerika…
Nenek kecewa tak bisa masuk ke dunia anak-anaknya…
AMARAL TERTAWA SEBENTAR KEMUDIAN TAMPAK SEDIH. DARI DALAM KAMAR TERDENGAR NENEK MENANGIS. PADA SAAT ITULAH SALAH SEORANG BODYGUARD MEMBUKA KACAMATA DAN RAMBUT PALSUNYA. IA JUGA MEMBUKA JAS SAFARINYA SEHINGGA TINGGAL KAOS OBLONG PUTIH. BODYGUARD ITU TERNYATA RIO. AMARAL TERTEGUN MELIHAT KEJADIAN ITU. RIO TERSENYUM DAN TEPUK TANGAN.
RIO
Hebat…hebat…
Kau benar-benar telah jadi bintang hebat…
( SINDIRAN )
Kau begitu gampang memecat orang…
tapi tidak apa-apa, untuk maju harus tega !!
Tega menjegal orang lain…
AMARAL
Apa maksud semua ini ?!
Apa Rio ?!
RIO
Penyamaran itu penting…
Semakin sempurna menyamar,
semakin besar kesempatan untuk jadi besar…
AMARAL
Aku tak paham…
RIO
Tak perlu semuanya mengerti…
Semakin banyak mengerti,
justru semakin membuat orang bego…
Sederhana saja !!
AMARAL
Sederhana menghadapi hidup ?
RIO
Sederhana menanggapi hidup…
Untuk maju kau perlu sandaran,
menyandarlah pada orang-orang !!
Untuk maju perlu kesempatan,
curilah kesempatan ketika mereka tidur !!
Untuk maju perlu kepandaian,
pura-puralah seperti orang pandai !!
AMARAL BELUM BEGITU KELIHATAN FAHAM. DARI DALAM KAMAR TERDENGAR NENEK MENANGIS. SEDIH SEKALI KEDENGARANNYA. TAPI BAIK AMARAL MAUPUN RIO, KEDUANYA TIDAK PEDULI. MEREKA TENGAH ASYIK DENGAN DUNIA SENDIRI-SENDIRI.
RIO MERENTANGKAN TANGAN, AMARAL MENDEKATI. KEDUANYA BERPELUKAN. LALU MENARI MELEPASKAN GEJOLAK JIWA MASING-MASING.
AMARAL
Luar biasa…
Mas telah memberi jalan !!
RIO
Aku tak segan jadi jembatan
asal bisa menghubungkan kamu ke pantai harapan…
AMARAL
Sungguh ?!
RIO
Kau bisa rasakan sendiri selama ini !
AMARAL
Mas Rio !
RIO
Aku tidak brengsek seperti kata nenekmu…
Aku tidak sialan seperti kata orang-orang itu…
Aku bukan bajingan seperti kata orang-orang suci…
Aku tidak seperti yang tudingan wartawan-wartawan itu…
AMARAL
Jangan peduli dengan nenek…
Jangan peduli dengan orang-orang itu…
Kita tak ada urusan dengan mereka !!
RIO
Siapa yang kau perlukan ?
AMARAL
( MALU-MALU )
mas Rio tentu …
siapa yang mas Rio perlukan ?
RIO
Kamu … pasti !
KEDUANYA SALING MENATAP. BIRAHI MENYEMBURAT KE UBUN-UBUN. MEREKA MELENGGANG MASUK KE KAMAR SEBELAH KAMAR NENEK. JENDELA TAK DITUTUP. PINTU KAMAR JUGA TAK DITUTUP. MEREKA MASUK KE LORONG GELAP ITU, MEMBIARKAN NENEK DAN SEORANG BODYGUARD YANG SEJAK TADI BERDIRI DIANGGAP KAMBING CONGEK.
SEPATU AMARAL DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. SATU PER SATU DIAMBIL BODYGUARD. SEPATU RIO DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. SATU PER SATU DIAMBIL BODYGUARD. DISIMPANNYA DI ATAS KURSI YANG TETAP KUKUH DI TENGAH PANGGUNG. KEMEJA RIO DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. BODYGUARD TERTEGUN SEJENAK TAPI AKHIRNYA DIAMBIL DAN DISIMPAN DI ATAS KURSI. PAKAIAN AMARAL DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. BODYGUARD HANYA GELENG-GELENG KEPALA. TAPI SEPERTI ADEGAN SEBELUMNYA, AKHIRNYA IA MENGAMBILNYA DAN DISIMPAN DI KURSI.
BODYGUARD
Sepatu yang membuat lupa diri…
Tak terasa menginjak orang kecil…
Kemeja yang membuat dia silau…
Semua telah ditanggalkan…
Semua teronggok tak berarti di sini…
Keduanya telah menjadi binatang tentu…
Sama-sama menanggalkan pakaian…
( PADA ONGGOKAN PAKAIAN )
Kau dicipta untuk kebaikan,
bukan untuk membuat orang lupa diri…
Ingat itu !!
BODYGUARD MENANGGALKAN SEPATU YANG KIRI DAN DIGANTI DENGAN SEPATU RIO. IA JUGA MENANGGALKAN SEPATU YANG KANAN DAN DIGANTI DENGAN SEPATU AMARAL. IA JUGA MENANGGALKAN JAS SAFARI DAN DIGANTI SEBELAH PAKAIAN RIO DAN SEBELAH PAKAIAN AMARAL. NENEK KELUAR DARI KAMAR DAN TERTEGUN MELIHAT BODYGUARD. KACAMATA TUANYA BERKALI-KALI DIPEGANG DAN DICOPOT SEPERTI TIDAK YAKIN DENGAN APA YANG DILIHATNYA. TAPI KETIKA BENAR-BENAR YAKIN DENGAN APA YANG DILIHATNYA SAAT ITU, NENEK AKHIRNYA TERKEKEH.
NENEK
Tambah satu lagi orang gila sekarang…
Kaukah telah melupakan takdir…
BODYGUARD
Aku perlu mencoba takdir orang lain…
Takdir sebagai manajer artis di sisi kiriku…
Takdir sebagai artis di sisi kananku…
NENEK
Dan takdirmu tak kebagian tempat…
BODYGUARD
Takdirku tetap di sini…
Di dalam dada ini, Nek !
NENEK
Berjalanlah !
BODYGUARD
Aku tak bisa berjalan…
Karena kaki kananku kaki perempuan…
dan kaki kiriku kaki laki-laki…
NENEK
Artinya kau menolak takdir…
BODYGUARD
Bukan !!
Bukan menolak takdir !
Tapi aku ingin kompromi dengan takdir, Nek !
Antara perempuan dan laki-laki pasti bisa kompromi…
Tapi kenyataannya aku benar-benar menyesal…
Jangankan antara perempuan dan laki-laki…
antara kaki kanan dan kaki kiri saja sulit kompromi…
Hebat benar orang di atas awan sana !!
NENEK
Hah…kau telah berjalan ke atas awan ?
BODYGUARD
Aku sering berjalan ke sana !!
NENEK
Kau lihat orang-orang saling kompromi ?
Kau lihat kaki kanan dan kiri kompromi ?
Kau saksikan tangan kanan dan kiri kompromi ?
Atau sama seperti di sini …
Sulit menerima kompromi ketika tak jelas jatahnya !!
BODYGUARD
Aku melihat orang-orang di atas awan sana
Semuanya bersahaja…
Semuanya tertib tanggung jawab…
Di jalan tak pelanggaran lalu lintas …
Di kantor kepolisian tak ada jual beli kesalahan…
Di pengadilan tak ada transaksi pasal dan delik aduan…
Di parlemen tak ada adu jotos kekuasaan…
NENEK
Tentu damai di sana…
Semuanya serba teratur…tertib…
BODYGUARD
Nenek tahu kenapa di atas awan seperti itu ?
Karena tak ada yang punya cita-cita
Tak ada lalu lintas..
Tak ada kepolisian…
Tak ada pengadilan…
Dan absen yang namanya parlemen…
NENEK
Aku tahu sekarang …
Kalau mau tertib lalu lintas, hilangkan lalu lintas !!
Mau bersih, lenyapkan polisi !!
Mau adil, hilangkan pengadilan…
Kalau mau jujur di parlemen….hilangkan…
DARI KAMAR AMARAL TERDENGAR SUARA TEMPAT TIDUR AMBRUK. NENEK DAN BODYGUARD SALING PANDANG.
NENEK
Roboh !
BODYGUARD
Dahsyat !
NENEK
Amblas !
BODYGUARD
Puas !
NENEK
Bencana !
BODYGUARD
Pesona !
NENEK
( MEMBENTAK )
Adzab !!
BODYGUARD
( MENAHAN NAFAS )
huh…
DARI DALAM KAMAR AMARAL MENJULURKAN TANGAN.
AMARAL
Pakaianku !!
Sepatuku…
DARI SEBELAH TANGAN RIO MENGGAPAI-GAPAI.
RIO
Pakaianku !!
Sepatuku !!
PAKAIAN RIO DAN AMARAL MASIH TERONGGOK DI ATAS KURSI. TAK ADA YANG BERANI MEMEGANGNYA. KETIKA BODYGUARD MENCOBA UNTUK MENGAMBILNYA, NENEK MENGHALANGI.
NENEK
Jangan kau sentuh itu…
Itu api…tanganmu akan meletup…
Jauhilah api itu…
Kau akan terbakar nanti !!
BODYGUARD
Api !! Api !!
Aku harus menjauhinya…
NENEK MENDEKATI KURSI ITU. IA BARU SAJA BERUBAH PIKIRAN. NENEK MENJULURKAN TANGANNYA AKAN MENGAMBILNYA, BODYGUARD YANG MENGHALANGI.
BODYGUARD
Jangan sentuh itu !!
Api !! Api !
Jauhilah api itu !!
Terbakar nanti !!
NENEK
Ya…api…aku harus menjauhinya…
***
3
BABAK TIGA
SEBUAH RUANG TENGAH. DI KIRI DAN KANAN TERDAPAT DUA KAMAR. SATU KAMAR AMARAL DAN SATU KAMAR NENEK. AMARAL DUDUK DI KURSI PANJANG, MEMEGANG PERUT, WAJAHNYA TEGANG. AMARAL SAAT ITU SEDANG HAMIL. NENEK DUDUK DI KURSI GOYANG. PANDANGAN AMARAL TERLIHAT KOSONG. MENATAP KE ARAH TAK PASTI. SESEKALI IA MEMEGANG PERUTNYA.
AMARAL
Aku tahu kesuksesan itu harus disongsong…
dengan tenaga dan hati…
Aku telah melakukan semuanya, Nek !
NENEK
( TAK ACUH )
Kau tahu caranya tapi tidak tahu menjalankannya !!
Kau pinter tapi tidak cerdik…
Kancil itu kecil tapi bisa memperdaya harimau…
Kancil memang tidak pintar tapi cerdik…
AMARAL
Nenek…
NENEK
Kau tahu brengseknya lelaki itu…
( MELIRIK PADA AMARAL )
aku tidak tahu dunia,
tapi pernah merasakan hal yang sama !!
Sudahlah !!
Tak perlu berdebat !!
sekarang selamatkan anakmu itu !!
AMARAL
Aib, Nek !
Tak ada yang bisa menanggung aib !!
NENEK
Aib !!
Ya…aib !
Tapi anak itu tetap akan tumbuh dan akhirnya lahir !!
AMARAL
( BERDIRI. MERINGIS SEBENTAR )
Aku harus menghentikan agar anak ini tidak terus besar !!
Aku yakin pilihanku sekarang benar !!
AMARAL MASUK KE DALAM KAMAR. NENEK TERSENTAK KAGET. IA BERDIRI. BERJALAN PELAN MENUJU KAMAR AMARAL. DARI PINTU KAMAR YANG AGAK TERBUKA, AMARAL MENJULURKAN TANGANNYA YANG SEDANG MEMEGANG PISAU. MELIHAT KILAU PISAU, NENEK TERLIHAT KAGET DAN HAMPIR TERIAK.
AMARAL MENARIK TANGANNYA. KINI KEPALA YANG TERJULUR DARI PINTU KAMAR ITU. MELIHAT NENEK YANG MASIH BENGONG. MELIHAT KE SEKELILINGNYA. AMARAL MASUK LAGI DAN TERDENGAR BICARA DARI DALAM KAMAR.
AMARAL
Nenek pasti tahu apa yang akan aku lakukan…
Nenek telah banyak makan asam garam
Pasti tahu apa yang kupilih !!
NENEK
Tidak…aku tidak tahu !
Aku tidak paham, Cu !
Aku tidak mau mereka-reka…
Juga tentang pisau itu !!
AMARAL
Aku tak sanggup, Nek !
NENEK
Jangan !!
Percayalah…kasih Allah seluas samudera…
bahkan ditambah samudera lain…
samudera yang lain lagi…
AMARAL
Aku tak perlu samudera, Nek !
Aku perlu bagaimana menutup aib ini !!
NENEK MENUBRUK PINTU KAMAR. TAK TERDENGAR APA-APA. HENING. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN AMARAL DAN NENEK KELUAR DARI KAMAR. PERGELANGAN TANGAN AMARAL DIPERBAN. NENEK MEMEGANG PISAU ITU. KEDUANYA KEMUDIAN DUDUK. TAK BICARA. AMARAL MERINGIS MELIHAT LUKA DI PERGELANGAN DAN NENEK MERINGIS MELIHAT PISAU.
NENEK
Beruntung pisau itu tumpul…
Kalau tidak, nadimu pasti putus !!
AMARAL
Beruntung ada nenek !!
Kalau tidak, pasti bukan pisau yang aku pakai…
NENEK
Kematian bukan penyelesaian…
Kematian bukan akhir dari masalah…
Kematian justru awal dari masalah…
AMARAL
Kematian memang awal masalah…
Tapi masalah yang belum aku tahu…
Sementara hidup jelas awal masalah…
Dari masalah yang telah tahu akibatnya …
Itulah kenapa aku memilih kematian !!
AMARAL BERJALAN KE DEPAN. BEBERAPA LANGKAH LALU BERHENTI. IA SEPERTI SEDANG MENDENGAR SESUATU. AMARAL TERUS MEMASANG KUPINGNYA. IA YAKIN AKAN APA YANG SEDANG DIDENGARNYA. AMARAL SEDANG MENDENGAR SUARA RIO YANG MEMBAWA KEMATIAN.
AMARAL
Rio…kaukah itu ?
Kenapa kau hitam sayang ?
Kaukah bersama malaikat maut itu heh ?
Hitam…kau hitam sayang …
NENEK
Dari dulu dia hitam…
Hanya mata kamu rabun ayam…
Hitam dibilang putih…
Mana mungkin hitam bisa disebut putih…
Antara hitam dan putih punya suara sendiri-sendiri !!
Punya nuansa sendiri-sendiri !!
AMARAL
( TAK PEDULI )
Rio…hitamkan yang kau bawa ?!
NENEK
Sayang kau selalu menggunakan warna orang lain !!
Aku benar-benar kecewa…
jangan-jangan anak muda sekarang
selalu senang dengan warna orang lain !!
Ah…Cu…cu…terlalu jauh kau bercermin pada orang !!
AMARAL TERUS MELANGKAH. DI DEPAN PANGGUNG IA BERHENTI. MENATAP KE ARAH PENONTON. IA MULAI BICARA SENDIRI SEOLAH SEDANG BICARA DENGAN ORANG LAIN. ENTAH SIAPA. DAN ENTAH KENAPA IA BICARA SEPERTI ITU. PANGGUNG SEMAKIN GELAP HINGGA MENGABURKAN WARNA NENEK. KINI HANYA AMARAL YANG DOMINAN TEROMBANG-AMBING KEBIMBANGAN.
AMARAL
Mendekat…mendekatlah, Rio !
Lihat…lihat ke sini !!
Tadi aku akan mengakhiri hidup ini !!
Padahal di perutku ada janin yang mulai hidup….
Ah…kau tak paham bagaimana kegundahanku sekarang…
Tidak…kau tidak cukup pintar !!
Kau menghancurkan harapan !!
( SEDIH. MEMEGANG SELENDANG PUTIH YANG TERSAMPIR DI PUNDAK )
Selendang ini !!
Kau ingat selendang putih ini ?
Aku membawanya agar kau datang !!
Bukankah kau selalu amarah ingin melenyepkan putih ini ?!
Kau ingat itu Rio ?
Ayo ambil Rio !!
Ambil…ambil putih ini !!
Tak ada nenek di sini !! tak ada siapa-siapa !!
Ambil !! Ambil segera !!
( TERTAWA TERBAHAK-BAHAK. BERHENTI. MELANGKAH PELAN. LALU DUDUK DAN MULAI MENANGIS )
Hitam….putih…
Hitamku …putihmu…putihku…hitammu…
Dimana hitamku…dimana hitammu…
Dimana putihku….dimana putihmu…
Putih….hitam…
Putihku…hitamku…dingin…
Angin…dimana hitamku…dimana putihku…
RIO
Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…
Lihat…pandang…tatap…
Hitammu di sini…Amaral !
NENEK
Itu bukan hitam, Cu !
Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…
Abu-abu bukan putih…
Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?
Tidak…jangan bingung !
Pandanglah abu-abu itu dengan ini …
AMARAL MENATAP GAMANG KE ARAH SUARA TANPA WUJUD ITU. IA BERDIRI. GONTAI. MELANGKAH PELAN. MENYEKA AIR MATA. SELENDANG YANG ADA DI LEHERNYA KEMUDIAN DILILITKAN, LALU KEDUA UJUNGNYA IA TARIK KE ARAH YANG BERLAWANAN. AMARAL TERLIHAT MULAI SULIT BERNAPAS. PADA SAAT ITULAH SEOLAH-OLAH ADA KEKUATAN BESAR YANG INGIN MELEPASKAN LILITAN SELENDANG ITU MEMBUAT AMARAL TEROMBANG-AMBING. AMARAL BERLARI KE SANA KE MARI DITARIK KEKUATAN ITU. IA SESEKALI TAMPAK BERPUTAR DI TENGAH PANGGUNG, KADANG KE KIRI DAN KADANG KE KANAN. GERAKAN-GERAKAN ITU SEPERTI SEDANG MENARI, MELIUK-LIUK LAKSANA ULAR KOBRA MENDENGAR SERULING PAWANG. LAMA IA MELIUK-LIUK SAMPAI AKHIRNYA KEHABISAN NAPAS DAN BERHENTI. CAHAYA PANGGUNG MULAI TERANG SEHINGGA JELAS SOSOK AMARAL YANG TERDUDUK LESU.
DARI ARAH YANG BERLAWANAN DATANG RIO DAN NENEK. KEDUANYA SALING PANDANG PENUH KEBENCIAN. LALU KEDUANYA PULA MELIHAT AMARAL YANG TERDUDUK LESU. NENEK MULAI TERPANCING AMARAHNYA.
NENEK
Pembunuh ! Bajingan !
Bangsat tengik !
Cecunguk !
Amburadul…sampah !
Busuk !!
RIO
Kutu busuk !
Tua banga !!
Pembunuh !!
Kau cecunguk !!
Kau tengik !! Sampah !!
( MELUDAH ) puih !
NENEK
Terkutuk kau, Rio !
RIO
Terkutuk kau tua bangka !
NENEK
Heh…sompret, kenapa kau ikut-ikutan ?
RIO
Karena kau biang keladinya…
NENEK
Kau yang menghancurkan cucuku, sompret !
RIO
Tapi kau yang kesatu menghancurkan pacarku !
Seharusnya kau urus liang lahat…
Ukur jangan sampai terlalu longgar…
Bumi ini akan menolak jika kau minta kubur terlalu longgar !!
NENEK
Hei…kenapa kau urus masalah kubur segala heh ?
RIO
Karena kau yang sengaja minta dikubur !!
Orang yang suka mengubur keinginan orang lain,
memang selayaknya dikubur !!
NENEK
Lancang kau tengik !
Kau apakan cucuku itu ?
RIO
Kau yang harus jawab !!
Kau apakan pacarku itu heh ?
KEDUANYA DIAM. TERENGAH-ENGAH DAN SEPERTI KEHABISAN KATA-KATA. NENEK DAN RIO BERBARENGAN MENATAP AMARAL YANG MASIH TERDUDUK LESU.
NENEK
Kenapa kau diam ?
RIO
Kau sendiri kenapa ?
NENEK
Aku capek…bengekku kambuh !
RIO
Sama…aku juga capek !
RIO MEMBOPONG AMARAL DIBAWA MASUK KE KAMAR. TAPI DI PINTU KAMAR NENEK MALAH MENGHALANGI.
NENEK
Langkahi dulu mayatku…
RIO
Tak sudi…bisa-bisa aku impoten !!
Minggir atau aku kasih kentut !
NENEK MENUTUP HIDUNG DAN MULAI BATUK-BATUK.
RIO
Baru kentut bohongan sudah panik…
NENEK
( BICARA PADA PENONTON )
Dasar busuk !
Masih hidup saja sudah bau busuk…
Apalagi kalau sudah mati !!
Jangan-jangan akan tercium sampai Amerika…
RIO
Hei…tua bangka hentikan omonganmu !!
Nanti kalau Amerika kentut, kau bisa celaka !!
Nasibmu bisa lebih parah dari Saddam Husein !!
NENEK
Tuh kan…kentut lagi !!
Aku mual tahu…
RIO
Itu baru ngomong…kentutnya belum
NENEK
Cih…pantas cucuku hamil…
Sering kena kentut kau rupanya…
RIO KELUAR DARI KAMAR AMARAL. IA TERSENYUM MANIS PADA NENEK. NENEK TERLIHAT KAGET DAN LANGSUNG GEMETARAN.
RIO
Kenapa kita tidak membentuk koalisi …
Kita bikin poros penyelamat amaral…
Kalau nenek setuju,
kita bisa kompromi bagi-bagi kentut !!
atau kita bagi-bagi kursi….
NENEK
Aku tak butuh kentut …kursi goyangku masih cukup kuat…
RIO
Oke…kita bagi-bagi kursi goyang…bagaimana ?
NENEK
Heh…apa maksudmu tengik ?!
RIO
Kita kompromi saja…kita selamatkan Amaral…
Nenek akui saja, Amaral itu hamil sama nenek…
NENEK
Apa bisa ?
RIO
Namanya juga kompromi,
apa sih yang nggak bisa, Nek ?
RIO MENGGANDENG NENEK LALU DISURUHNYA DUDUK DI KURSI GOYANG. KURSI ITU DIGOYANG-GOYANGKAN OLEH RIO. MULA-MULA PELAN, MAKIN LAMA MAKIN KENCANG. PADA SATU KESEMPATAN DENGAN SELENDANG PUTIH, RIO MENJERAT LEHER NENEK. NENEK TERLIHAT KELOJOTAN. LALU DIAM. TAPI KURSI GOYANG ITU MASIH TERUS BERGOYANG.
***
4
BABAK EMPAT
PANGGUNG ADALAH SEBUAH JALAN CUKUP RAMAI. DARI SATU ARAH MUNCUL AMARAL BERSAMA SEORANG ANAK KECIL, PUTRI (ANAKNYA). DI DEPAN BEBERAPA ORANG YANG SEDANG NONGKRONG, AMARAL MENARI DENGAN GEMULAI. MUSIK PENGIRINGNYA DARI MULUT PUTRI. SELESAI MENARI, AMARAL MENYODORKAN KALENG BEKAS SUSU. BEBERAPA ORANG MEMASUKAN UANG RECEHAN KE DALAM KALENG ITU. AMARAL MENGANGGUK DAN TERSENYUM BAHAGIA. PADA SALAH SATU SUDUT PANGGUNG, KOTAK RAKSASA HITAM PUTIH TERONGGOK TANPA DIPEDULIKAN ORANG-ORANG.
DI SUDUT PANGGUNG, AMARAL DUDUK BERSAMA PUTRI. IA MULAI CERITA TENTANG KEBAIKAN DAN KEBEJATAN ORANG-ORANG.
AMARAL
Kau tahu orang-orang itu, Nak ?
Kemarin ketika matahari di atas,
mereka adalah para pengagum ibu !!
Mereka itu siap menjilati keringat ibu !!
PUTRI
Ih…jorok…
Apa mereka tidak makan ?!
AMARAL
Makan…mereka makan…
Tapi tidak dengan mulut-mulutnya…
PUTRI
Kok gitu, Bu !
AMARAL
Mereka makan tidak dengan mulut-mulutnya…
Mereka makan dengan pantat-pantatnya…
Kau pasti bingung…tapi sudahlah,
tugas seorang ibu memang menyampaikan segala sesuatu
yang membingungkan anaknya…
nenek juga dulu begitu pada ibu…
Buyutmu juga sama saja…bahkan lebih membingungkan lagi !!
PUTRI
Apa pantat orang-orang itu ada giginya ?
AMARAL
Tidak ! Tentu saja tidak ada !
PUTRI
Bagaimana mereka makan ?
AMARAL
Mereka akan memaksa memasukannya …
Mereka memang sering memaksakan kehendaknya…
Mereka akan memakan apa saja…
Memakan siapa saja !!
PUTRI
Memakan ibu ?
AMARAL
Ya ! hampir saja…
Hampir saja ibu mereka makan juga…
Beruntung ibu punya benteng yang kokoh…
Ayahmu…Rio namanya !
( MENERAWANG JAUH )
Dia lelaki tampan juga gagah…
Selalu melindungi ibu dari kerakusan orang-orang itu !!
PUTRI
Ayah hebat !!
AMARAL
Ayahmu memang hebat…
Jauh lebih hebat dari Superman…apalagi Gatotkoco..
PUTRI
Ayah bisa terbang ?
AMARAL
Tentu, sayang ! Ayahmu bisa terbang…
PUTRI
Ayah punya sayap ?
AMARAL
Tidak !
PUTRI
Kok nggak punya sayap bisa terbang ?!
AMARAL
Ia terbang dengan uangnya…
Ia terbang dengan jabatannya…
Ia terbang dengan ambisinya…
Bahkan dengan pikiran-pikirannya…
PUTRI
Ibu ngawur !!
AMARAL
( TERSENTAK KAGET )
apa benar ibu bicara ngawur ?
PUTRI MENGANGGUK. MENDEKATI KOTAK RAKSASA YANG TERONGGOK DI SUDUT LAIN. ANAK ITU MENCOBA UNTUK MENAIKINYA, TAPI TIDAK BERHASIL. IA MENGAJAK IBUNYA UNTUK MENAIKI KOTAK RAKSASA ITU. AMARAL SEPERTI MULAI TERSADARKAN DENGAN KEHADIRAN KOTAK ITU. KOTAK YANG PERNAH MELAMBUNGKAN FANTASINYA.
AMARAL
Jangan kau naiki kotak ini, sayang !
Kotak ini terlalu tinggi…
Tak bisa kau jangkau sendiri !!
PUTRI
Ibu pernah naik kotak ini ?
AMARAL
( TERSENYUM PAHIT )
Ya…ya…dulu ibu pernah menaiki kotak ini…
Ibu juga pernah merasakan jatuh dari kotak ini…
( SEDIH. MENGUSAP AIR MATA )
PUTRI
Ibu nangis ?
Kata ibu jangan pernah menangis…
Kata ibu menangis itu bodoh !!
Kata ibu…menangislah kalau menghadapi kematian…
Siapa yang akan mati sekarang, Bu ?
AMARAL
( TERSENTAK KAGET )
Ibu tidak menangis…
Ibu hanya ingat Buyutmu… ibu juga ingat ayahmu…
PUTRI
Apa uyut naik kotak ini, Bu ?
SEORANG LELAKI
Buyutmu tentu tidak pernah menaiki kotak ini, Nak !
Tapi ia seperti ditulis sejarah…
Pernah melarang ibumu menaiki kotak ini…
Inilah kotak raksasa… kotak fantasi…
Yang hanya akan membuat gila siapa saja yang menaikinya…
AMARAL
( MEMBENTAK )
Jangan hancurkan anakku !
SEORANG LELAKI
Tidak mungkin, Nyonya !
Karena saya adalah tanah di sini …
Tanah yang pernah menyaksikan bagaimana anda dulu…
Demikian mabuk kesuksesan…
Demikian mabuk kehormatan…
Demikian mabuk kekayaan…prestasi…pujian…dan…
AMARAL
Cukup !
PUTRI
( KAGET DAN HAMPIR MENANGIS )
Orang gila ya, Bu ?!
AMARAL
Ya, dia memang gila !
Ayo kita menyingkir dari sini…
PUTRI
Ayo, Bu ! kita menyingkir…
Ibu menari lagi…dan Putri main musik lagi…
AMARAL MENJAUHI KOTAK RAKSASA DAN LELAKI MISTERIUS ITU, TAPI ENTAH KENAPA KAKINYA SEPERTI TERPATOK. TAK BISA MELANGKAH. PUTRI TAMPAK KAGET DAN TERUS MEMAKSA AGAR AMARAL MENINGGALKAN TEMPAT ITU. LELAKI MISTERIUS ITU HANYA TERSENYUM PAHIT.
PUTRI
Ayo, Bu !
Ibu harus nari… nari, Bu !
AMARAL
Sebentar sayang… ibu tidak bisa melangkah…
SEORANG LELAKI
Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…
Tanah ini adalah saksi…
Bagaimana kau terbius fantasimu…
Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…
Tanah ini adalah saksi…
Bagaimana kau tergila-gila kehidupan orang lain…
PUTRI
Lari ibu… ayo lari !
AMARAL
Tidak bisa sayang…
PUTRI
Menari… ayo ibu menari…
Aku yang main musik….
PUTRI MAIN MUSIK DENGAN MULUTNYA. AMARAL MULAI MENARI. TAPI ENTAH KENAPA TARIANNYA TIDAK LUWES. TARI ITU PATAH-PATAH SEPERTI GERAKAN ROBOT. KAKU DAN MENYEBALKAN. LELAKI MISTERIUS ITU LAGI-LAGI TERSENYUM.
SEORANG LELAKI
Kau tak bisa menari…
Karena dulu kau pernah menghina tarian…
Kau sering menelantarkan tarian…
Kau anggap tarian adalah tiket masuk…
Ke dunia gemerlap dan erotis…
Kau telah menelantarkan tarian…
Sekarang rasakan bagaimana tarian mengutukmu !!
PUTRI TERUS MAIN MUSIK DAN AMARAL TERUS MENARI PATAH-PATAH. KEDUANYA TERUS MELAKUKAN ITU TANPA LELAH DAN TANPA MEMPEDULIKAN LAGI ORANG-ORANG DI SEKITARNYA YANG MULAI MENCIBIR. BEBERAPA ORANG BAHKAN ADA YANG MELEMPARNYA DENGAN BEKAS MAKANAN DAN KOTORAN.
PUTRI
Lapar…Bu, lapar !
AMARAL
Sebentar sayang…tugas kita belum selesai…
Ayo…musiknya mana…
Ibu akan menari terus…
PUTRI
Lapar…lapar…
AMARAL
Lapar ? apa itu lapar sayang ?
Ibu tidak pernah merasakannya…
PUTRI BENGONG DAN MENATAP TAJAM KE AMARAL. LELAKI MISTERIUS ITU LALU MEMBERI ISYARAT AGAR PUTRI MENDEKATI KOTAK RAKSASA.
AMARAL
Buyutmu dulu tidak pernah mengajarkan ibu lapar…
Buyutmu hanya mengajari bagaimana kita memberi orang lapar…
Buyutmu memang hebat…
PUTRI
Hebat seperti ayah, Bu ?
AMARAL
Ya, hebat seperti ayah !
PUTRI BENAR-BENAR MENDEKATI KOTAK RAKSASA ITU TAPI TIDAK BERHASIL. LAGI-LAGI IA JATUH. AMARAL BERHENTI MENARI. MEMEGANG PUTRI AGAR MENAIKI KOTAK ITU. PUTRI SEKARANG TELAH MENAIKI KOTAK ITU. IA TAMPAK SUKACITA. ANAK ITU BAHKAN MENARI-NARI. PADA SAAT PUTRI MENARI ITULAH DARI DALAM KOTAK TERDENGAR ADA SUARA. PUTRI LONCAT MEMBURU AMARAL.
PUTRI
Takut…Putri takut…
SEORANG LELAKI
Ada yang tidak beres dengan kotak ini…
Awas… awas… kalian menyingkir !!
Jangan-jangan ada bom waktu !!
AMARAL
Bom ? awww…bom…bom !!
Ke sini sayang… ada bom…
Bom…!
( BERPIKIR MENGINGAT SESUATU. IA TERINGAT UCAPAN NENEK KETIKA IA SEDANG BICARA DENGAN RIO )
Bom ? apa kentut ?
SEORANG LELAKI
Tenang…sabar…kalian harus bisa menjaga diri !
Percayalah…selama ada saya,
semua aman dan terkendali !
PUTRI
Bom ?
Bom itu apa, Bu ? Bom itu manis apa pahit ?
AMARAL
Bom itu…ya…bom itu seperti tangan raksasa…
Akan merenggut siapa saja yang lemah…
Bom itu…
Ah…sudahlah !
Nanti kalau kau besar, akan tahu apa itu bom !
PUTRI HANYA DIAM. BENGONG. BAHKAN TERLIHAT IA MULAI FRUSTASI. IA MENDEKATI KOTAK ITU LAGI, TAPI CEPAT-CEPAT DILARANG OLEH LELAKI MISTERIUS ITU.
SEORANG LELAKI
Lihat…ada yang bergerak di dalam kotak ini !
Ada kehidupan…
AMARAL
Bukalah !
SEORANG LELAKI
Ya…saya harus membukanya !
Satu…dua…
Apa saya harus membuka ini ?
Kalau ini bom waktu…saya pasti korban pertama…
( BERPIKIR )
tapi nggak apa-apa…kesempatan untuk jadi pahlawan,
tak pernah datang dua kali…
kalau ini bom waktu dan saya mati…
tolong beritahukan pada tukang ketupat di sudut gang ini…
saya sudah dua kali belum bayar…
makan kerupuk tiga, tak pernah saya hitung…
LELAKI MISTERIUS ITU MULAI MEMBUKA TALI KOTAK RAKSASA ITU, KEMUDIAN BUNGKUSNA DIBUKA SATU PERSATU. LALU TUTUP KOTAK ITU DIBUKA. ADA YANG MENGEPUL DARI DALAM KOTAK.
SEORANG LELAKI
Kurang ajar… ternyata bukan bom…
Ini hanya kotak kentut…
Kau benar… ini bukan bom tapi kentut…
AMARAL
( MENENGOK KE DALAM KOTAK. IA KAGET )
ada orang… ada orang…
lihat… ada orang…
LELAKI MISTERIUS ITU MEMERIKSA SEMENTARA AMARAL MENJAUH DAN MENGGENDONG PUTRI. LELAKI MISTERIUS ITU MENDENGUS KARENA MENCIUM BAU YANG TAK SEDAP.
SEORANG LELAKI
Sialan ! sudah mati masih kentut…
( BERPIKIR )
oh…bukan…bukan kentut…
ia memang sudah mati !
yang saya cium tadi…oh alah…bau bangkai !
ya…benar…bau bangkai !!
AMARAL
Bangkai ?!
PUTRI
Bangkai itu apa, Bu ?
AMARAL
Bangkai itu…bau…ya…bau !
LELAKI MISTERIUS ITU MULAI MENGGOYANG-GOYANG TUBUH KAKU ITU. DILUAR DUGAAN MAYAT ITU BANGKIT. AMARAL MEMEKIK KAGET KARENA TERNYATA YANG DI DALAM KOTAK ITU NENEK. NENEK KELUAR DARI KOTAK, SEMENTARA LELAKI MISTERIUS MENJAUH KETAKUTAN.
AMARAL
Nek…nenek ? nenekkah itu ?
Ah, ternyata nenek masih bisa senyum…
Tapi apakah nenek hidup atau mati ?
SEORANG LELAKI
Dia telah mati…
Aku mencium bau bangkai tadi…
Dia itu pasti arwah penasaran…
NENEK
Aku bukan arwah penasaran…
Tapi jasad dan jiwa penasaran !!
Karena belum tuntas bicara pada cucu dan cicitku !!
AMARAL
Nenek…?
NENEK
Kau tak perlu kaget…
Sejarah telah menuliskan semuanya dengan baik…
Perjalanan kau juga telah dituliskannya…
Ketika kau punya anak…ngamen…makan…
Juga telah dengan baik dituliskannya…
Percayalah !
AMARAL
Apa maksud nenek ?
NENEK
Aku hanya ingin mengatakan …
Apa yang aku katakan dulu adalah kebenaran…
Riomu memang brengsek…
Sepanjang hidupnya terus brengsek !!
Sepertinya dia dilahirkan untuk brengsek !!
AMARAL
Sudahlah, Nek !
Rio itu suamiku…bapak cicit nenek ini !!
PUTRI
Uyut, Bu ?!
Uyut bau kentut, Bu ?
AMARAL
Ya…karena uyut sudah tua…
PUTRI
Apa semua yang tua bau kentut ?
NENEK
Tidak !
Tidak semua orang tua bau kentut !!
PUTRI BERLARI KE ARAH NENEK. AMARAL YANG MENCEGAH TIDAK BISA MENGHALANGI. LELAKI MISTERIUS JUGA TAK BISA BERBUAT APA-APA. NENEK KEMUDIAN MENGGENDONG PUTRI. IA MULAI CERITA TENTANG KEHIDUPAN AMARAL TANPA MEMPEDULIKAN AMARAL SENDIRI.
NENEK
Ibumu itu terlalu egois…
Ia selalu menganggap benar sendiri…
Padahal kebenaran itu milik semua !!
Milik bersama !!
PUTRI
Uyut masih batu kentut !!
NENEK
( TAK PEDULI DAN TERUS BICARA )
Kebenaran ada dimana-mana…
Tidak boleh dikuasi oleh seseorang !!
Kalau saja ia tidak egois, tentu akan jadi lain ceritanya…
Bapakmu juga sama-sama egois…
Bahkan brengsek !!
PUTRI
Huh…bau !!
NENEK
( TIDAK PEDULI DAN TERUS BICARA. TAK BISA DIREM )
Ia tidak saja membuat ibumu senewen…
Tapi telah berhasil membuat malu sepanjang masa !!
Kau tau, Nak, ibumu pernah mau bunuh diri !!
Ia kira dengan bunuh diri semua urusan akan selesai…
Tapi sudahlah…kau jangan seperti ibumu…
Pandanglah dunia dengan bijaksana !!
Minumlah jamu setiap saat kau merasa perlu
Jangan minum sirup…
PUTRI
Mau sirup, Bu !!
NENEK
( TERSENYUM PAHIT )
Minum sirup itu manis sekarang !!
Enak sekarang !!
Tapi bisa membuat kamu mencret…
Tapi jamu…pahit sekarang…
Tapi bisa membuat kamu sehat !!
Paham kau ?
PUTRI MENGGELENG BAHKAN MEMAKSA UNTUK TURUN. AMARAL TERTUNDUK MALU. IA SEPERTI SEDANG MELIHAT DIRINYA DI CERMIN. AMARAL KEMUDIAN MULAI BANGKIT, MENATAP KE ARAH TAK TERBATAS. IA MULAI MENARI. ANEHNYA KINI BISA LUWES SEPERTI SEDIA KALA. AMARAL TERTERLIHAT KAGET TAPI IA TERUS MENARI. PUTRI MULAI BERMAIN MUSIK DENGAN MULUTNYA.
NENEK MEMPERHATIKAN DENGAN SENYUM. LALU IA MELIHAT KE ARAH LELAKI MISTERIUS ITU. KEDUANYA SALING MENATAP SEPERTI DUA SAHABAT YANG TELAH LAMA BERPISAH.
NENEK
Tugas kamu sudah selesai !
Sekarang kembalilah !
SEORANG LELAKI
Kembali ke mana ?
Aku tak tahu jalan kembali…
NENEK
Kemarilah !
LELAKI MISTERIUS ITU LALU MENDEKATI NENEK. KEDUANYA SALING MENATAP. LALU MENDEKAT DAN SEMAKIN MENDEKAT. LELAKI MISTERIUS ITU TIBA-TIBA HILANG DARI PANDANGAN DAN NENEK LANGSUNG AMBRUK. IA BENAR-BENAR MATI SEKARANG. MELIHAT KEJADIAN ITU AMARAL TIDAK PEDULI. IA TERUS MENARI SEMENTARA PUTRI TERUS BERMAIN MUSIK DENGAN MULUT.
***
Curiculum vitae
ENANG ROKAJAT ASURA
Bandung, 07 April 1965
Kompleks Gedong Cilegon Damai
Blok C.23 No. 17 Tlp. (0254) 396417
HP. 081.310.860817
Cilegon 42424
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Menulis cerita pendek, artikel dan novel yang dipublikasikan di Pikiran Rakyat
Mingguan Galura, Jawa Pos, Mingguan Mandala, Mangle, Suara Karya Minggu, Kompas Minggu, Mingguan Swadesi, Mingguan Mutiara, Mingguan Terbit, Mingguan Gala, Tabloid Citra, Mingguan Berita Wanita NOVA dan Harian Fajar Banten
2. Reporter Mingguan Galura (1989-1990)
3. Redaktur Pelaksana Majalah Seni Prasasti (1990-1991)
4. Script Writer Radio Shinta FM (1991-1995)
5. Manajer Produksi Radio Shinta FM (1995-1998)
6. Manajer Siaran Radio Shinta FM (1998-2001)
7. Trainner di Masima Training and Consulting Jakarta (Prambors Grup)
8. Repoter Majalah ZONA Misteri Jakarta (2001-2002)
9. Redaktur Pelaksana Majalah ZONA Misteri Jakarta (2002)
10. Wakil Pemimpin Redaksi Majalah ZONA Misteri Jakarta (2003)
PRESTASI KREATIF
1. Juara III Menulis Drama LBSS (1989)
2. Juara Harapan Menulis Drama LBSS (1989)
3. Juara III Lomba Mengarang Filateli Nasional (1986)
4. Juara I Mengarang Perpustakaan (1990)
5. Juara II Mengarang Taman Lalu lintas (1991)
6. Juara Harapan Menulis Essay Pemilu (1996)
7. Juara Harapan Sastra D.K Ardiwinata Bidang Drama (1996)
8. Juara II Sastra LBSS Bidang Essay (1996)
9. Nominator Menulis Cerita Film Direktorat Pembinaan Film Deppen (1997)
10. Nominator Penulis Cerita Lepas FSI 1998
11. Juara I Lomba Menulis Cerita Film Jenis Drama Direktorat Pembinaan Film
(1998/1999)
12. Juara I Lomba Menulis Cerita Film Jenis Komedi Direktorat Pembinaan Film
(1998/1999)
13. Juara II Lomba Menulis Cerita Film Jenis Drama Direktorat Pembinaan Film
(1998/1999)
14. Juara III Lomba Menulis Cerita Film Jenis Legenda Direktorat Pembinaan Film
(1998/1999)
15. Juara III Lomba Menulis Cerita Film dan Video Cerita Jenis Drama Direktorat
Pembinaan Film (1999/2000)
16. Juara Harapan Lomba Menulis Cerita Film dan Video Cerita Jenis Legenda
Direktorat Pembinaan Film (1999/2000)
17. Juara I Lomba Menulis Cerita Film dan Video Cerita Jenis Cerita Peningkatan
HAM Direktorat Pembinaan Film (2000)
18. Juara II Lomba Menulis Cerita Film dan Video Cerita Jenis Cerita Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Pembinaan Film (2000)
19. Sepuluh Besar Cerpenis Versi Lingkaran Komunikasi, Jawa Timur (2002)
20. Sepuluh Besar Lomba Karya Tulis Bank Syariah (2003)
K ARYA KREATIF
1. Senja Kesaksian, berhasil meraih 4 nominasi dalam FSI 1998
2. KAMAR 1604 (3 episode / TPI)
3. Es Krim dan Flamboyan (FTV Cinta)
4. Istana Kertas (FTV)
5. Seperti Kekasihku (FTV)
6. Merahnya Merah (FTV)
7. Bayu (Sineri TVRI)
8. Kau Di Atas Aku Dimana? (Sineri Komedi TVRI)
9. Gejolak Anak Muda (Sineri Remaja TVRI)
10. Kabayan In Drama (Masima Production, 13 episode)
11. Siluman Marakayangan (Komedi Radio, 360 episode)
12. Sangkuriang (Komedi Radio, 270 episode)
13. Jaka Boys (Komedi Radio, 90 episode)
14. Nyi Cantrik (Drama Radio Laga, 180 episode)
15. Kancil Bis Kota (Novel, Pikiran Rakyat Minggu)
16. Toenggoel: Matinya Seorang Warok (Novel,Mingguan Nova)
17. Rumah Di Atas Bukit (Novel Misteri, Zona Misteri Jakarta)
18. Babad Tanah Sunda (Roman, Zona Misteri Jakarta)
BUKU
• Para Penari (Antologi Cerpen, Malang, 2002)
• Kanaga (Antologi Cerpen Sunda, Bandung, 2003)
• Anak Seribu Pulau (Kumpulan Cerita Pendek Islami, dalam proses penerbitan)
• Pemikiran Kritis Tentang Acara Televisi (proses penerbitan)
PENDIDIKAN FORMAL
• Sekolah Dasar Berijazah tahun 1979
• Sekolah Menengah Pertama Berijazah tahun 1982
• Sekolah Menengah Atas Berijazah tahun 1985
• FMIPA Jurusan Statistika Universitas Terbuka
PENDIDIKAN INFORMAL
• Pendidikan Jurnalistik di ICB Bandung ( 1 tahun )
• Lokakarya Jurnalistik Radio - LPDS dan The Freedom Forum
• Pendidikan Jurnalistik bersama Internews Asia
• Workshop Social Mobilization – Aliansi Pita Putih Indonesia
• Workshop bersama CCP JOHNS HOPKINS UNIVERSITY
• Seminar Sehari Regulasi Undang-undang Penyiaran
• Team Building Management in West Java Depelopment Project
• Kursus Peningkatan Sumber Daya Manusia
• Diklat Operasional Televisi Indosiar
• Berbagai Workshop Produksi Siaran
• Diklat Special Programm PD PRSSNI Jawa Barat
• Kursus Menulis Skenario dan Drama
• Pendidikan Komputer di Institut Komputer Indonesia ( 1 tahun)
• Kursus Bahasa Inggris di Harvard English College
• Saresehan Pemberdayaan Anggota PRSSNI
***
RUMAH
DI TUBIR JURANG
NASKAH DRAMA REMAJA
S. YOGA
Para Tokoh
Eyang Kakung : Usia 80
Tuan Sunan : Setengah Baya
Nyonya Sumirah : Setangah Baya
Papa (Umar) : 23 tahun
Mama (Lastri) : 23 tahun
Mawar : 21 tahun
Noki : 21 tahun
Ijah : Pembantu Rumah Tangga 17 tahun
Dikisahkan di sebuah rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ), Tuan - Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga dan egois ), Papa - Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya ), Mawar dan Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui orangtuanya. Dan Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang keluar dari permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga besarnya dari kehancuran. Ibarat negara, akan hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-sendiri tanpa mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.
1
( Rumah putih dengan perabotan antik, senapan angin di sisi kanan tembok, dua orang laki-laki dan perempuan setengah baya, duduk menghadap dua buah layar tv, asyik menyaksikan dunia lain, sebuah dunia maya. Masing-masing menonton acara tv kesukaan sendiri. Menghadap penonton. Di belakang nampak meja dan kursi lain, almari tempat menyimpan perkakas. Dari belakang, tepatnya dari atas seorang pencuri meluncur turun dari atap dengan tali, mukanya dibalut kain hitam, persis ninja di film-film. Pencuri dengan tenang dan kehati-hatian yang penuh, turun perlahan, mengambili perhiasan yang mudah didapat, masuk ke dalam kamar tempat perhiasan lain disimpan. Kemudian naik lagi ke atas keluar dengan aman ).
TUAN SUNAN : Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana. Semua sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).
NYONYA SUMIRAH : Hhhmmmmmmm. ( Batuk-batuk dan semakin mengeraskan suara tv ).
( TV dikecilkan NYONYA SUMIRAH, berdiri lalu mencari obat. Membuka-buka lemari, obat yang dicari tidak ada. Mendekat TUAN SUNAN, kesal dan memandang penuh kebencian. Kembali lagi ke almari mencari-cari. Kesal. Ke meja dan mengambil air minum setelah batuk rejannya hebat menghantam tubuh kurusnya ).
NYONYA SUMIRAH : ( Batuk ). Tak ada yang beres di rumah ini. Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai obat saja hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).
TUAN SUNAN : Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut pipa rokok tapi tidak berhasil ). Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup akan selesai dengan cara seperti itu.
NYONYA SUMIRAH : Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang. ( Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya perasaan sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda dariku. Kau kira aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di belakang rumah, sambil bertukar pandang dengan dia. Iya kan. Mengaku saja. ( TUAN SUNAN nampak salah tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku mencoba bersabar. Tapi sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat kaki dari rumah ini. Banyak saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah, di terminal, di pasar sayur. Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur. Ternyata ada udang di balik batu. Dan berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku ketahui dengan persis. ( Ketika TUAN SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH menjauh, nampak benci ). Jangan sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. ( Berkemas, masuk kamar ). Aku benci. Aku benci. Aku benci.
( TUAN SUNAN hanya bisa menatap kosong ruang tamu yang sunyi. Mematikan semua tv, duduk di sofa panjang. Berdiri, berjalan memandangi potret, kenangan pengantin, nampak tersenyum, membersihkan foto yang sudah berdebu, kembali memasangnya, dengan kebahagiaan kecil. Berjalan ke almari, mencari-cari pipa gadingnya di dalam almari, ternyata sudah tidak ada. Mencari lagi ke sana ke mari, namun tidak menemukan. Melihat kamar NYONYA SUMIRAH dengan kesal, rasanya ingin membalas dendam ).
TUAN SUNAN : Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia tidak bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik dengan semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku sebagai kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah menguasai seluruh hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.
2
( Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua. Membawa pipa gading dan merokok, pakai baju jas lengkap dengan sepatu mengkilap. Membawa tas kerja dan tongkat keramat. Berjalan penuh wibawa meski jalannya sempoyongan. Duduk di depan meja dan segera mengeluarkan kaca mata minusnya, mengeluarkan arsip-arsip yang ada di dalam tas, memeriksa dan sesekali membaca kertas kerjanya. Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya sendiri. Dulu begitu dihormati. Namun setelah kepikunannya kumat ia bagai sampah, tak ada gunanya, diremehkan anak buahnya dan semua orang, bahkan dianggap meresahkan dan membuat repot keluarga, hampir ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tapi ditolak oleh pihak rumah sakit, pernah di panti wreda, sebulan kemudian pihak panti keberatan. Keluarga TUAN SUNAN tidak bisa berbuat banyak, mereka harus mengurusnya. TUAN SUNAN kemudian mendekati dan mengamat-ngamati pipa gading yang dibawa EYANG KAKUNG, yang diletakkan di asbak. Pipa gading itu diambil TUAN SUNAN, diamat-amati dengan seksama, sebelum pipa dikembalikan lagi sudah direbut kembali oleh EYANG KAKUNG ).
TUAN SUNAN : Kakung, ini sudah malam.
EYANG KAKUNG : ( Sambil memeriksa berkas-berkas ). Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak becus kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. ( Memandang sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos kantor. Disiplinmu boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka kantor. Apakah sudah dipel dan dibersihan semua meja kursi.
TUAN SUNAN : Sudah. ( Menjawab sambil tidak enak ).
EYANG KAKUNG : Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-rasanya perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan perusahaan lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat perusahaan hari ini. Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan akhir-akhir ini. Dan silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin perusahaan ini sudah mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan. Sehingga di sana sini tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus, perusahaan akan bangkrut. Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak akan aku beri pesangon sama sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku inveskan pada perkebunan durian. Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan bahagia sekali melihat kebun-kebunku. Aku akan membuat pondok rumah yang indah. Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia. Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada, akan aku gunakan untuk tunggangan pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan memohon kepada anak-anak untuk mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah rasanya hidup akan membahagiakan.
TUAN SUNAN : Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.
EYANG KAKUNG : Apakah kamu tidak bohong.
TUAN SUNAN : Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi. Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !
IJAH : ( Dari dalam ). Iya Tuan. Ya Tuan. Sebentar !
TUAN SUNAN : Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu. Kakung nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah menunggu.
EYANG KAKUNG : Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar. Tunggu jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak yang berbudi luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling cantik sedunia. Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila kekuasaan. Perempuan kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala cara. Kecantikan dan tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik yang alamiah. Aha kenangan masa lalu. Kenangan yang indah. ( Bernyanyi sambi menari-nari, merayu-rayu IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).
Abang-abang gendero londo
Wetan sitik kuburan mayit
Klambi abang nggo tondo moto
Wedak pupur nggo golek dhuwit
TUAN SUNAN : Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. ( Setelah EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah, duduk di sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).
3
( Dua orang pasangan muda masuk, habis berbelanja, membawa bawaan barang-barang. Meletakkan barang-barang di atas meja. Duduk di sofa nampak capai. Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval, yang perempuan berwajah bundar, pupurnya agak pudar. Pasangan keluarga muda ini nampak dengan lagak gaya sok modern ).
MAMA : ( Sambil memeriksa barang ). Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu. Kosmetik itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa. Jangan-jangan penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal. Berjalan modar-mandir ). Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ).
PAPA : Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.
MAMA : Ijah ! Ijah !
IJAH : Iya ! Sebentar ! ( IJAH muncul ). Iya.
MAMA : Masukkan barang-barang ini.
PAPA : Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya, Ijaaahh. Apa si kecil sudah tidur.
IJAH : Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).
PAPA : Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho masih masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai tersungging. Dua. Sudah mulai tersenyum. Oh senyumnya baru sedikit. Senyumnya dikulum. Dua setengah. Mulai merekah. ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).
MAMA : Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan diri kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).
IJAH : ( Sambil menghidangkan kopi ). Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk, matanya tetap nakal ).
PAPA : Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang di mertua. Malu kan.
MAMA : Ayah Ibu saja tidak keberatan kita tinggal di sini.
PAPA : Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu tidak enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga itulah yang paling berat. Mereka sama sekali tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita numpang di mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber pada kebenaran. Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih baik menunjukkan sedikit kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya. Daripada menunjukkan kebaikan yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika tinggal bersamanya kalau ada kejelekan sedikit saja maka semua kebaikan kita akan hilang. Seumur hidup yang dikenang dan dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita saja.
MAMA : Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.
PAPA : Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri dan berjalan hilir mudik ).
MAMA : Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek baru kerja.
PAPA : Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk beli rumah.
MAMA : Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan terlebih dahulu.
PAPA : Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju melihat kondisi kita seperti ini.
MAMA : Tapi Mama tidak berani ngomong.
PAPA : Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti sulit. Ibumu sih keras sekali. Kaku.
MAMA : Tidak mau ! Tidak mau !
PAPA : ( Terdiam sejenak ). Begini saja yang menghadap kita berdua.
MAMA : Tapi yang ngomong Papa.
PAPA : Ya berdua.
MAMA : Berdua.
PAPA : ( Sambil dinyanyikan ). Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam suka dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.
( Mereka nampak gembira. Berdansa sambil masuk kamar. Eksit ).
4
( Pagi hari, di teras rumah yang nampak luas, bercat putih, di pinggir teras depan ada tulisan Jl. Tubir 275. Di teras ada satu meja, dua kursi, dan EYANG KAKUNG tidur di kursi panjang, ada beberapa pot bunga, tempat menyiram air, suasana nampak asri. PAPA dan MAMA masuk dari luar sehabis kerja. Nampak wajahnya tegang. Seolah habis bertengkar. Mereka duduk dikursi saling tak peduli ).
PAPA : Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu. Kenapa harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi perahan. Dasar kapitalis.
MAMA : Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Kerja tidak tetap gitu.
PAPA : Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya kan besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi kalau ada proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa dipastikan. Tapi memang tahun ini. Proyek apa pun seret. Negara kacau. Investor takut menanam modal. Ini salah siapa. Mereka takut dibakar. Mereka takut didemo. Mereka takut nggak untung. Negara nggak stabil. Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.
MAMA : Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan Mama.
PAPA : Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita kerja sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-habisan. Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa menghargai tenaga kerja kita sangat rendah. Ya sedikit manusiawi gitu lho.
MAMA : Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung. Nggak kapitalis namanya.
PAPA : Ya sedikit sosialislah.
MAMA : Jadi kapitalis yang sosialis. Masak ada. Kapitalis kok sosialis. Kapitalis ya kapitalis. Titik. Tidak sosialis dan tidak manusiawi.
PAPA : ( Mereka terdiam sejenak. PAPA melihat EYANG KAKUNG ). Kenapa lagi Kakung tiduran di lantai. Bangunkan, Ma. Suruh tidur di dalam.
MAMA : Mama yakin, Kakung terkenang lagi masa lalunya. Masa lalu yang membahagiakan. ( Mengambil senapan ). Pasti Kakung terkenang saat waktu perjuangan dulu. Mama juga nggak habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat masa lalu saja. Tanpa sedikit pun bisa diajak bicara masa kini. Apalagi masa depan. Hidup hanya untuk masa lalu. Masa-masa kejayaan dulu. Apa itu yang dinamakan post power syndrom.
PAPA : Sok tahu ! Memangnya Kakung punya kedudukan, punya jabatan, punya kuasa.
( Dari arah dalam masuk Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah ).
TUAN SUNAN : ( Duduk di kursi ). Kalian habis kerja kok malah di sini. Apa sudah makan. ( MAMA dan PAPA nampak saling celingukan, seolah ada yang ingin dibicarakan dengan Ayahnya ).
NYONYA SUMIRAH : Sebenarnya ada apa sih. ( Duduk di samping TUAN SUNAN ). Kelihatannya ada yang ingin dikatakan.
MAMA : Papa saja yang ngomong.
PAPA : Lebih baik Mama.
MAMA : Papa !
PAPA : Mama !
MAMA : Papa !
PAPA : Mama !
TUAN SUNAN : Kalian berdua seperti anak kecil. Ada apa sebenarnya. Memang kalian menikah terlalu muda, bahkan kuliah kalian nggak kalian selesaikan, mungkin itu yang menyebabkan kalian sering tengkar. Tapi sekarang kalian harus lebih dewasa.
MAMA : Begini lho, Yah. Papa kan ingin punya rumah.
PAPA : Mama yang pingin.
NYONYA SUMIRAH : Sudah ! Sudah ! Kalian tak pernah dewasa.
MAMA : Jadi kami pingin beli rumah.
NYONYA SUMIRAH : Ya sudah kalau pinginnya begitu. Ibu dan Ayah juga tidak keberatan, mungkin itu akan menjadi lebih baik bagi kalian, agar bisa membangun keluarga secara mandiri. Rencananya mau beli rumah di mana ?
MAMA : Masalahnya kami tidak punya uang. Uang kami tidak cukup untuk beli rumah itu. Karenanya kami sepakat ingin meminta hak kami pada Ayah Ibu.
TUAN SUNAN : Hak apa ?
MAMA : Kami ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta dulu.
PAPA : Iya, Yah. Kami sangat membutuhkan. Toh nanti juga warisan itu akan diberikan pada kami juga.
NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. T i d a k b i s a ! ( Mereka terdiam sejenak ). Kalian tahu apa artinya warisan. Kami masih segar bugar begini kalian menuntut warisan. Permintaan kalian itu tidak wajar. Toh kalian masih bisa tinggal di rumah ini. Mestinya kalian sedikit-sedikit bisa menabung untuk masa depan. Jangan bisanya cuma foya-foya, beli barang-barang yang mahal, barang yang belum perlu. Tidak usah gengsi. Gaya hidup kalian harus diubah.
PAPA : Tapi kami ingin mandiri dan terpisah Ayah dan Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Itu bagus. Silahkan.
PAPA : Tapi kami perlu uang. Perlu warisan itu.
NYONYA SUMIRAH : T i d a k b i s a. T i d a k !!!! Kalian dengar.
( MAMA dan PAPA wajahnya nampak sangat kecewa, lekas masuk rumah. Suasana kemudian senyap. TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH saling menarik nafas dalam-dalam ).
5
( Dua orang remaja membawa tas, sangat modis, yang perempuan sedikit menor, yang laki-laki sedikit macho. Masuk ke halaman, ke teras rumah ).
MAWAR : Assalamualaikum.
NYONYA SUMIRAH : Walaikumsalam. ( Mereka saling bersalam-salaman, nampak NYONYA SUMIRAH tidak suka dengan NOKI ).
MAWAR : Bagaimana keadaan Ayah Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Baik-baik.
MAWAR : Kakung bagaimana.
TUAN SUNAN : Baik-baik saja. Masih seperti biasanya.
NYONYA SUMIRAH : Suratmu barusan tadi pagi sampai. ( Mengambil surat yang ada di meja ). Ini belum Ibu baca. Apa isinya sih.
MAWAR : Gimana Pak Pos sih, ini udah dua minggu aku kirim. ( Mengambil surat ). Cap kantor pos di sini saja tanggal 10, berarti sudah seminggu yang lalu. Dasar Pak Pos males.
NYONYA SUMIRAH : Padahal dia hampir saban hari mampir ke sini. Apa dia lupa. Apa surat itu ketlinsut di kantor pos.
TUAN SUNAN : Sudahlah. Pokoknya anak kita sudah sampai rumah dengan selamat.
MAWAR : Sebenarnya surat ini hanya ingin memberi tahu Ayah dan Ibu. ( Memasukkan surat ke tas ). Sudahlah nanti akan kami beritahu, jadi surat ini dianggap saja tidak pernah ada.
NYONYA SUMIRAH : Ini bagaimana, surat sudah sampai kok ditarik kembali. Sebenarnya ada apa sih. Bagaimana kuliahmu. Jangan terlalu banyak pacaran. ( Menyindir mereka berdua ). Ingat kuliahmu.
MAWAR : Terus terang kami sengaja menghadap Ayah Ibu karena ingin membicarakan perihal hubungan kami. Saya harap Ibu sudilah kiranya menganggap kami berdua sudah dewasa. Tidak seperti selama ini Ayah Ibu merasa bahwa kami masih anak-anak sehingga tidak diperkenankan berpendapat dan memutuskan segala sesuatu secara mandiri. Mawar percaya segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin membahagiakan diri Mawar, namun harus Ibu ketahui bahwa tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan Mawar selalu baik buat Mawar. Seperti hubungan Mawar dengan Noki, memang Ibulah yang paling tidak setuju karena berbagai pertimbangan……..
NYONYA SUMIRAH : Cukup ! Sekali Ibu tidak setuju selamanya tidak setuju. Bisa dimengerti. Ibu tidak ingin mengulang yang kedua kalinya. Lihat kehidupan kakakmu sekarang. Ini semua gara-gara menikah terlalu muda. Seandainya tidak terjadi “kecelakaan” itu tentu Ibu tidak mau menikahkan. Dan sekarang lihatlah siapa yang membelikan susu dan keperluan ponakanmu yang masih bayi itu. Bukan dia kan ?
MAWAR : Bagaimana Ayah ?
NYONYA SUMIRAH : ( Begitu TUAN SUNAN hendak menjawab NYONYA SUMIRAH memotong ). Semua masalah anak-anak Ibulah yang bertanggung jawab. Semua yang memutuskan Ibu. Tidak boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu sudah memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan Ibu dan masa depan kalian. Demi nama baik keluarga.
NOKI : Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik. Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaan orangtua.
NYONYA SUMIRAH : Di sini Anda tamu. Harap itu dimengerti.
MAWAR : Ibu harus mengerti permasalahan kami. Terus terang selama ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya. Sekarang saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya kami minta maaf sama Ayah dan Ibu. Sebenarnya kami telah menikah.
NYONYA SUMIRAH : Apa ! Nggak salah Ibu dengar !
MAWAR : Tidak Ibu. Sejak di semester satu, saat itu pula kami sepakat untuk menikah secara siri, tanpa memberitahu Ayah Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Itu tidak sah. Kami tak ada yang dilibatkan. Itu tidak sah.
NOKI : Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu. Tapi kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya pula.
NYONYA SUMIRAH : Ibu tidak meminta pendapatmu.
MAWAR : Noki benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini menyangkut masa depan Mawar.
NYONYA SUMIRAH : Ibu tahu apa yang terbaik untuk anak-anakku.
MAWAR : Lalu Ibu tetap ingin menjodohkan Mawar dengan Ajiz. Apa Ibu tahu apakah Ajiz bisa menerima apa adanya diriku. Mawar sudah tidak seperti dulu lagi. Ibu harus paham itu.
NYONYA SUMIRAH : Maksudmu ? ( MAWAR mulai terisak ).
NOKI : Kami kira Ibu sudah dapat memahaminya apa artinya pernikahan. Kami adalah suami istri.
NYONYA SUMIRAH : Jadi kalian telah melakukan ………….
NOKI : Ya. Karena kami suami istri dan hal itu sudah sah.
NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar kamu Noki. Berani-beraninya menjamah anakku.
NOKI : Kami sudah suami istri Ibu.
NYONYA SUMIRAH : Meski begitu kalian tetap putus. Putus. Berani-beraninya kau menodai anakku. Pastilah semua itu karena akal muslihatmu saja. Akal bulusmu saja. Kau menipu anakku dengan bujuk rayu gombalmu itu. Kau kira aku tidak tahu sejarah keluargamu. Kau kira siapa sebenarnya Ibumu. Siapa Ayahmu. Makanya sejak dulu aku tidak setuju hubungan kalian. Jadi benar kan kata pepatah anak tidak jauh dari orang tua. Tabiat orangtua akan menurun ke anaknya.
NOKI : Ibu bicara apa. Sebagai orangtua bicaralah yang baik.
TUAN SUNAN : Sebaiknya kita bicarakan nanti saja. Biar mereka istirahat dulu. Biar pikiran tenang. Semua masalah dapat dipecahkan dengan jernih.
NYONYA SUMIRAH : Tidak bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku atasi sendiri. Ketahuilah anak muda, Ibumu dulu seorang pelacur, aku tahu persis. Dan Ayahmu seorang mantan preman yang kerjanya merampok. Seorang bajingan. Kalian berasal dari keluarga rusak.
NOKI : Ketahuilah Ibu, bahwa sebelum Mawar berhubungan dengan diriku, dia pernah diperkosa, siapa yang memperkosa, tak lain dan tak bukan menantu Ibu sendiri, Umar. Bagaimana mungkin kakak ipar memperkosa adik istri sendiri. Jadi dalam keluarga Ibu juga mengalir darah bajingan bukan.
NYONYA SUMIRAH : Bicaramu yang benar. ( Terdiam sejenak ). Mawar, apa benar cerita Noki. ( MAWAR mengangguk dan kembali menangis lagi ). Rusak semuanya. ( Marah pada TUAN SUNAN ). Ini gara-gara kamu tidak bisa memimpin keluarga. Peran apa sebenarnya yang sedang kau lakukan. Kepala keluarga, bukan.
TUAN SUNAN : Katanya kamu sudah bisa mengatasi semuanya. Jangan salahkan aku. Salahkan dirimu sendiri yang keras kepala. Suka memaksakan kehendak.
NYONYA SUMIRAH : Mawar ! Katakan semua cerita ini tidak benar. Mawar ! Katakan semua ini tidak benar. Tidak benar kan !
MAWAR : ( Menangis tersedu-sedu ). Maafkan Mawar. Maafkan Ibu. Maafkan Ayah. Maafkan. Semua itu benar. Semua itu benar.
TUAN SUNAN : Sebaiknya sekarang kita cari jalan keluar terbaik bagi mereka berdua. Jangan sampai merusak masa depan mereka.
NYONYA SUMIRAH : Jalan terbaik adalah Mawar putus dengan Noki. Titik.
MAWAR : Ibu mau membunuh diriku perlahan.
NYONYA SUMIRAH : Rusak semuanya ! Rusak ! Siapa yang kamu anut selama ini. Siapa Mawar. Sehingga dirimu begitu hina. Semua ini pastilah gara-gara kamu Noki. Sekarang keluar dari rumahku. Aku tidak sudi punya menantu sepertimu.
NOKI : Baik Ibu. Tapi ketahuilah semua masalah ini yang menyebabkan Ibu sendiri. Kalau Ibu benar bisa mendidik anak-anak Ibu tak mungkin akan terjadi seperti ini. Kekakuan pikiran Ibu dan mau menangnya sendirilah yang menyebabkan ini semua. Benar kata Ayah, semua ini karena kehendak berkuasa Ibu yang berlebihan terhadap semua isi rumah ini.
NYONYA SUMIRAH : Keluar dari rumah ini ! Tahu apa kamu tentang kehidupan. Keluar ! Keluar !
NOKI : Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung anakku.
NYONYA SUMIRAH : Kurang ajar ! Keluar ! Keluar !
( NOKI eksit. Lampu perlahan meredup hingga gelap, diiringi kesedihan yang menusuk-nusuk. Mereka terdiam seperti patung hendak runtuh ).
6
( Di ruang makan, meja makan memanjang. NYONYA SUMIRAH duduk di kursi yang mengesankan bahwa dia pemimpin keluarga. Di kelilingi MAMA, PAPA, MAWAR, EYANG KAKUNG dan TUAN SUNAN. IJAH sibuk menyiapkan hidangan makan malam. Suasana agak tegang saling curiga dengan pandangan mata yang ganjil dan mengancam. Sambil mulai makan ).
NYONYA SUMIRAH : Di rumah ini aku rasa sudah tidak tentram lagi. Tingkah laku kalian sudah keterlaluan. Ibu juga tidak tahu siapa yang mencuri perhiasan Ibu. Ibu sudah mencarinya tidak ketemu juga. Berarti ada maling di rumah ini. Apa mungkin Ijah yang mengambil. ( Terdiam semua ). Umar ! Jadi benar kau telah melakukan pada Mawar ? ( PAPA hanya diam saja, menunduk ).
MAMA : Kau benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada adiku sendiri. Kau mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata keranjang.
EYANG KAKUNG : Oh gadisku. Baju merah, wajah cerah. ( Pada MAWAR ). Kekasihku pujaan hatiku. ( Pada PAPA yang duduk di sebelahnya ). Tolong sampaikan salamku padanya. Tolong. Nanti tak kasih hadiah. Sampaikan salamku padanya ya. Ini namanya cinta pada pandangan pertama. Siapa namanya ? Aku belum kenal. Baru hari ini aku melihatnya. ( PAPA hanya diam saja dan sesekali menganggukkan kepala. EYANG KAKUNG kemudian menyanyi dan mendekati MAWAR ).
Abang-abang gendero londo.
Klambi abang nggo tondo moto.
MAWAR : Kung ! Ingat ! Aku Mawar, Kung. Cucu Kakung. Kung ! Ingat ! ( EYANG KAKUNG terus merayu ).
NYONYA SUMIRAH : Kakung ingat Kung. Maemnya dihabiskan dulu. Ijah ! Ijah !
EYANG KAKUNG : Oh gendero londoku. Oh klambi abangku. Oh matahariku. Oh kekasihku. Oh menor-menorku.
IJAH : Kung ! Klambi abang Kakung di dalam kamar. Ayo kita ambil. Di dalam kamar. Ayo ke sana. Ada di dalam. Menunggu Kakung. ( EYANG KAKUNG menurut sambil ngomel klambi abang ).
NYONYA SUMIRAH : Jadi Ibu tidak tahu bagaimana lagi kita harus menegakkan martabat keluarga. Apa dari dulu hingga kini keluarga kita harus menjadi jelaga dalam sejarah. Tidak bisa menampilkan trah keluarga yang bisa dibanggakan. Dua anakku rasanya juga mengalami nasib yang tidak enak juga. Lastri, rupanya terlalu dini menikah, kau salah memilih suami, memang dulu, Umar, kelihatan baik, tapi apa yang diperbuat pada Mawar adalah malapetaka keluarga, noda hitam yang tak akan terhapus. Dan kau Mawar juga mengambil langkah yang salah dalam cara bergaul, kau ulangi kesalahan yang dilakukan kakakmu, dan kini kau hamil. Ayahmu sendiri tidak mampu memimpin keluarga. Justru mata keranjangnya makin menjadi-jadi. Hidup di rumah ini rasanya asing. Semua penghuni tidak ada yang saling mempercayai. Semua asing.
TUAN SUNAN : Tentu saja karena ingin saling menang sendiri.
MAWAR : Ada yang ingin memaksakan kehendak sendiri.
MAMA : Kapal ini sudah karam. Nama keluarga sudah tercoreng. Untuk apa dipertahankan.
NYONYA SUMIRAH : Ibu melakukan itu semua karena ingin menyelamatkan keluarga.
TUAN SUNAN : Tabiatmu itulah yang menghancurkan semua ini. Kehendak berkuasa berlebihan itulah sumber malapetaka. Mulanya tidak dirasakan tapi dampak dari kepemimpinanmu yang otoriter, anak-anak jadi korban. Biduk keluarga pecah. Ingin bebas sendiri-sendiri. Sesuai keinginan masing-masing. Tanpa tahu jalan yang ditempuh benar apa salah. Semua salah kaprah. Tak ada kebaikan yang muncul dari jiwa yang bersih, karena dalam diri dan kalbu kita sudah dikotori perasaan-perasaan tidak senang dan ingin menang sendiri. Ingin berkuasa sendiri.
NYONYA SUMIRAH : Apa yang kau tahu dengan kepemimpinan.
TUAN SUNAN : Pikiranmu itulah yang menyesatkan dirimu. Tidak mau mendegarkan pendapat orang lain. Tidak mau mempercayai orang lain. Seolah dirimu adalah pusat kebenaran. Padahal kebenaran jauh dari jangkauan tanganmu. Karena kebenaran dalam hidup hanyalah mengarah pada kebaikan kita semua. Kebaikan yang bersumber pada moral dan agama. Kebaikan yang membuat diri kita tidak berdaya di hadapan Allah. Tidak sebaliknya, membuat diri kita angkuh, keras, tidak mau dikritik dan sewenang-wenang. Itu semua hanya membuat diri kita rendah di mata Allah. Rendah di mata keluarga. Rendah di mata masyarakat. Tunjukkan kebaikan dirimu dengan bercermin dengan luka-luka masa lalu. Masa lalu adalah cermin untuk masa depan. Semua ini salah kita. Karena kita tidak saling percaya pada anggota keluarga sendiri. Sekarang terserah. Kalau Ibu masih ingin memimpin keluarga ini. Atau ingin mundur. Silahkan. Yang penting ciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Jangan hanya mempertahankan keinginan-keinginan yang semu saja. Hadapi kenyataan dengan lapang dada. Dan ambil jalan keluar yang tepat. Kalau Mawar kini sudah hamil sama Noki apa mungkin kita biarkan bayi itu tidak berayah.
EYANG KAKUNG : ( Keluar membawa senapan ). Angkat tangan semua. Buka topi. Topinya dibuka. ( Semua angkat tangan karena kaget ). Ha ha ha ha ha. Si Penguasa akhirnya menyerah juga. Aku menang. Aku menang. Aku menang. ( Pada IJAH ). Siap grak. Lapor komandan. Pasukan sudah menyerah. Mereka mengaku kalah. Mereka membuka topi. Tanda kalah. Kalah komandan. Kita menang. Kita menang. Mereka kalah. Hidup perjuangan. Hidup perjuangan. Merdeka. Merdeka. Hidup kita menang. Hidup kita menang. Hidup mereka kalah. Hidup mereka kalah. Mereka kalah. Mereka kalah. Mereka menyerah. Mereka menyerah dalam hidup. Kita menang dalam hidup.
IJAH : Pasukan !
EYANG KAKUNG : Siap !
IJAH : Balik kanan ! Grak ! Maju jalan. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua. Tiga. Belok kiri. Grak. Satu. Dua. Tiga.
( EYANG KAKUNG dan IJAH masuk kamar. Eksit. Yang lagi terdiam dalam kebisuan yang memuncak, terpikirkan atas nasib hidupnya masing-masing. Merefleksi diri. Jalan apa yang harus ditempuh ).
7
( Seperti adegan pertama. NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN menghadap layar kaca masing-masing, menghadap penonton, sementara meja dan kursi sofa ada di belakang. Larut malam. Ada suara kentongan bertalu-talu. Mereka asyik menonton tv sendiri-sendiri, sesekali berganti ke chanel lain. Wajah mereka dingin, diam, seolah sedang memikirkan sesuatu, sorot matanya kosong, tak peduli pada sekitar, tak peduli pada yang lain. Seorang pencuri masuk dengan baju ninja, turun dari atas dengan tali yang mengelantung, turun perlahan dengan tenang, membuka almari, mengambil barang, masuk kamar NYONYA SUMIRAH, mengambil barang, perhiasan dan uang, kembali, tertarik pada jam tangan yang tergeletak di meja dekat sofa ).
EYANG KAKUNG : ( Dari pintu ). Angkat tangan. ( Maling kaget bukan main, mengangkat tangan, meletakkan barang curian ). Buka topi ! Buka topi ! ( Maling membuka kerudung, wajahnya terlihat. Sementara itu TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH cuek saja pada apa yang terjadi. Mereka sudah muak dengan kelakuan EYANG KAKUNG yang selalu mengganggu hidup mereka ). Jangan bergerak ! Aku tembak ! Angkat tangan !
PAPA : ( Menyanyi Tul Jaenak, disambut EYANG KAKUNG yang gembira bukan main mendengar lagu kesukaannya. Mereka sambil menari berputar-putar dengan kebahagiaan tersendiri. PAPA melepaskan semua baju hitamnya. Tiba-tiba muncul IJAH dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi. Ikut menari, mula-mula menari bersama EYANG KAKUNG. Kemudian menari bersama PAPA. Saling bergandeng tangan. PAPA dan IJAH menari mesra sekali. PAPA memberikan kantung berisi perhiasan, hasil curian, lalu membelai rambut IJAH. IJAH senang dengan pemberian itu, lalu mencium tangan PAPA ).
Tul jaenak
Jare jatul jaeji
Kuntul jare banyak
Ndoke bajul kari siji
Abang-abang gendero londo
Wetan sitik kuburan mayit
Klambi abang nggo tondo moto
Wedak pupur nggo golek dhuwit
( NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN cuek bukan main. Perlahan dan pasti mereka mengeraskan suara tv, sehingga suara nyanyian EYANG KAKUNG, PAPA dan IJAH perlahan hilang, tak terdengar meski penampakan mereka masih menari-nari. Seolah menggoda kehidupan. Lampu mulai meredup perlahan hingga hitam kelam. Tinggal suara televisi yang makin mengeras, berisik tak terusik, silih berganti, tak jelas suara apa yang terdengar, sahut menyahut, melambung-lambung, kering di telinga. Sampai puncaknya, tiba-tiba suara itu mati, seolah ada chanel yang terputus ).
***
S E L E S A I
B I O D A T A S. Y O G A
S. Yoga dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah tahun 70an, semasa kecil gemar akan wayang dan ketoprak, sejak SD sudah berkenalan dengan bacaan anak majalah Bobo dan Si Kuncung, perpustakaan di sekolah dasar merupakan pemicu utama kenapa ia akhirnya bergelut di dunia sastra. Sewaktu SMA ia telah memilih jurusan Bahasa dan Budaya sehingga banyak mempelajari sastra dan budaya, waktu itu ia kesengsem dengan karya-karya, Danarto, Iwan Simatupang, Budi Darma dan Putu Wijaya. Bersama teman-teman SMA tahun 1988 ia pernah membuat antologi cerpen dan puisi; Kering Shanira.
Kemudian melajutkan kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP Unair Surabaya, di mana ia berkenalan dengan teori-teori ilmu sosial. Beberapa karya-karyanya masuk antologi lomba cipta cerpen dan puisi, dan juga banyak disebarluaskan di majalah dan media massa. Kini bekerja sebagai Fasilitator Kecamatan untuk Program Pengembangan Kecamatan di Madiun
Di antaranya karya-karyanya dimuat di Jurnal Cerpen, Jurnal Puisi, Graffiti Imaji-Antologi Cerpen Pendek YMS 2002, Para Penari-Lomba Cipta Cerpen Nasional Kota Batu 2002, Sepuluh Besar Lomba Cipta Cerpen Nasional Bali Post 2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Antologi Puisi Indonesia 1997-KSI, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001-Kompas, Amsal Sebuah Patung-Borobudur Award 1997, Lampung Kenangan: Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2002, Semi Finalis Poetry. Com bulan Agustus 2002, Lomba Cipta Cerpen dan Puisi KOPISISA Purworejo 1998, Permohonan Hijau-Antologi Penyair Jawa Timur 2003, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Horison, Surabaya Post, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Jawa Pos, Surya, Lampung Post, Surabaya News, Suara Merdeka, Solo Pos, Suara Karya dan Bali Post, Radio Jerman.
Pernah juga mencoba menjadi sutradara film independen bersama teman-temannya di @rekfilm Surabaya untuk lomba film di TVRI Surabaya tahun 2002, filmnya yang berjudul Ia yang Pergi dan Ia yang Kembali terpilih sebagai film terbaik.
Alamat : Jl. Ki Ageng Pemanahan Blok L 275
Perum Asabri Selo Kanigoro
Madiun
E-mail : s_yoga5@yahoo.com
Telepon : 0351-457276
Handphone : 08123438854
MEREKA TELAH MEMBAKAR MEUNASAH KITA
( Seorang perempuan remaja memakai kruk berjalan tertatih-tatih ke tengah panggung. Berhenti Diam. Matanya menerawang jauh ke depan. Kemudian dia duduk di tengah panggung. Menangis terisak )
Aisyah
Emak akan pulang, kan ? Lihat, lihat aku telah menemukan beberapa butir peluru yang membuat Bang Yunus terkapar dan mati ? Peluru yang manghadiahkan kematian bagi Bang Yunus saat ulang tahunnya yang ke-25. Sebelum dia berangkat di pagi itu menuju Jawa, tempat dia menuntut ilmu.
Tapi mereka siapa, Mak ? Meraka siapa, Yah ? Orang –orang yang berbaju doreng itu ? Katanya, mereka datang hendak membebaskan kita dari penderitaan yang berkepanjangan ini ? Orang-orang itu menuduh Bang Yunus sebagai mata-mata, entah mata-mata siapa. Mereka hanya bisa menuduh tanpa alasan yang jelas, atau memang itu sudah tabiat mereka ?
Mengapa kita tak pernah merdeka, Mak ? Tapi, merdeka itu sebenarnya artinya apa, Mak ? Dan peluru tak mungkin bisa diajak bicara. Dan di Meunasah juga tak pernah diajari apa itu peluru, untuk apa peluru dan bagaimana cara membunuh dengan peluru.
( Dari dalam ada suara memanggil-manggil )
Noora :
Aisyah, Aisyah, dimana kau ? Hari sudah menjelang maghrib.
Aisyah :
Hari sudah menjelang maghrib ? Bagiku hari sama saja. Bagiku waktu sama saja. Penindasan dan kekejaman.
Noora :
Aisyiah, Aisyiah, dimana kau ? Tak baik Inong keluyuran maghrib-maghrib. Kau dimana ?
Ada suara anak-anak menyanyi :
Bungong jeumpa…..,bungong jeumpa….meugah di Aceh
Bungong telebeh…bungong telebeh..indah lagoina..
Hening. Aisyah bangkit. Seperti mencari sesuatu.
Aisyah :
Bungong jeumpanya sudah gak ada lagi ( sedih ). Wanginya pun juga sudah tidak ada meski sisa di angin lalu. Hanya amis darah, bungong jeumpanya amis darah. Di bawah pohon bungong jeumpa itu Bang Yunus ditembak mati para pengecut itu. Mereka benar-benar pengecut !
Ada suara anak-anak menyanyi, sayup-sayup :
Bungong jeumpa..bungong jeumpa..meugah di Aceh
Bungong lelebeh..bungong lelebeh..indah lagoina
Puteh kuneng mejampu mirah
Keumang siulah cidah that rupa..
Aisyah menangis. Suara terputus-putus.
Aisyah :
Bungong jeumpanya sudah tidak wangi. Inong sudah tidak wangi. Mana ada di tanah air ini yang masih wangi. Hanya darah. Tanah ini penuh cerita tentang darah dari dahulu. Sampai Cut Nyak Dien pun dikhianati. Anak-anak pun dibunuhi. Bukankah darah lebih merah dari bunga mawar mana pun yang tercantik ? Tapi ada kriteria cantik dan tak cantik, apa ? Suara rentetan bedil yang memberondong anak-anak Meunasah pun bukankah terdengar indah bagi telinga para penembak jahanam itu ?
Ya, ya, aku dengar suara itu. Suara ketawa yang nyinyir di antara jerit tangis anak-anak Meunasah. Dan Bu Salehah ? Kau tahu apa yang terjadi dengan Bu Salehah ?
Aku tak pernah menceritakan kepadamu. Banyak dan terlalu banyak nestapa ditaburkan di atas tanah ini. Mungkin kau akan bosan dengan cerita-cerita pembantaian di tanah kami. Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak yang dibunuhi setiap harinya di tanah ini ? Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak yang tak sekolah lagi di tanah penderitaan ini ?
Noora :
Mainnya jangan jauh-jauh, Aisyah. Ayo, pulang ke rumah, Inong.
( Noora datang mendekati Aisyah. Membelai-belai kepalanya. Sambil lirih menyanyikan lagu bungong jeumpa.
Hening. Sesaat )
Aisyah :
Bagaimana keadaan Meunasah, Noora ? Apakah anak-anak itu, teman-teman kita sudah pada masuk lagi untuk mengaji, Noora ? Apakah mereka sudah siap mengikuti ujian, Noora ? Apa Bu Salehah….
Noora :
Sst. Ayo, kita pulang Aisyah. Hari menjelang malam. Sebentar lagi banyak binatang malam yang jahat keluar dari sarangnya. Apalagi kita kaum perempuan, harus segera pulang ke rumah.
Mengunci pintu rapat-rapat. Ayo kita pulang, Aisyah. Tak baik kita tetap di sini. Nanti keluargamu kelabakan mencarimu. Kita tak ingin seperti Malika, teman sekolah kita, yang jenazahnya ditemukan dipinggir kali, seperti habis diperkosa dan dibunuh dengan sadis.
Aisyah :
Dan kesadisan mereka tak memandang siapa, meski gadis cacat seperti Malika. Tak ada yang peduli. Juga para penguasa itu, mereka tetap saja bisa tidur nyenyak padahal rakyatnya berteriak-teriak minta dilindungi. Sudahlah, siapa yang mau peduli pada rakyat kecil seperti kita.
Aku tidak mau pulang. Aku mau menjaga Meunasah kita. Aku tak mau binatang-binatang malam jalang itu merusak Meunasah kita. Memperkosa dan membakar hidup-hidup Bu Salehah. Aku tak mau. Meunasah itu adalah rumah kita juga, Noora. Apakah kita rela jika rumah kita dihancurkan orang lain, Noora ? Dimana kita bisa berlindung dari hujan, dingin, sengatan matahari, Noora ?
Dimana kita dan teman-teman kita belajar ? Aku tak ingin, aku tak ingin ada yang merampas Meunasah itu apalagi membakarnya !
Noora :
Tak ada yang akan membakar Meunasah kita, Aisyah. Percayalah. Yakinlah. Semua akan aman-aman saja.
Aisyah :
Kau jangan bohong, Noora. Kamu jangan terpengaruh apa kata-kata mereka. Meunasah adalah juga pusaka kita. Tanpa Meunasah kekuatan kita akan lemah dan mudah dibodohi lalu dibunuhi. Meunasah itu punya sejarah panjang, Noora. Para pejuang tanah air ini yang membangunkannya, sejak jaman kejayaan tanah air ini. Aku tak yakin orang-orang jahat itu akan membiarkan Meunasah itu tetap berdiri. Mereka takut pada gemuruh suara anak-anak mengaji, suara anak-anak bersyalawatan, anak-anak berpuisi dari dalam Meunasah itu. Mereka takut. Maka mereka berusaha membakar Meunasah kita dan membunuh kita dan teman-teman kita. Sadarlah, Noora.
Lihat pelor-pelor di tanganku ini, Noora. Ini yang telah membunuh Bang Yunus, Hasan, Ibrahim, Laka, Maryam, Fatimah dan teman-teman kita yang lain. Lihat, darah kering mereka masih ada. Dan ini sebutir peluru yang menghajar pahaku dan membuat kaki satuku pincang. Mereka tak peduli siapapun, mereka akan menghancurkan Meunasah itu meski yang menghalang-halangi mereka, anak-anak seperti kita, mereka tidak peduli bahkan kalau perlu menembaki membunuhi. Mungkin mereka tak pernah mengalami masa remaja seperti kita dan juga tak pernah punya anak seusia kita. Karena mereka sudah disiapkan hidup sebagai makhluk yang buas, yang membunuhi siapa saja.
Terdengar lirih anak-anak bersholawatan. Tapi tiba-tiba terdengar rentetan senapan. Ada isak tangis. Ada jeritan menyayat.
Aisyah menutupi kedua telinganya. Tubuhnya bergetar. Noora berusaha menenangkan.
Aisyah :
Dengar, dengar derap langkah mereka mulai mendekat. Mereka bersiap menghancurkan Meunasah kita. Mereka akan membakar Meunasah kita. Mereka akan membakar Meunasah kita.
Aisyah panik. Berlari ke sana ke sini. Noora kewalahan menenangkannya.
Noora :
Tak ada yang hendak membakar Meunasah kita, Aisyah. Tenanglah. Tenanglah. Sebutlah nama Allah banyak-banyak, Aisyah !
Aisyah :
Mereka sudah datang, Noor. Mereka semuanya membawa bedil dan api. Mereka akan membakar Meunasah kita dan menembaki siapa saja yang bersikeras mempertahankannya. Kita harus menolong Bu Salehah dan teman-teman kita. Mereka tak pantas dibunuh dengan cara kejih seperti itu. Mereka biadab, Noor. Meunasah kita akan dibakar, Noor. Meunasah kita akan dibakar.
Aisyah tetap panik. Kemudian terdengar gemuruh api membakar.
Aisyah :
Mereka telah membakar Meunasah kita, Noor. Sedang kita tak berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Kita pengecut, kita munafik. Mengapa kita takut mati.
Aisyah menangis. Menjerit.
Noora :
Tenanglah, Aisyah. Tak ada yang membakar Meunasah kita, lihat Meunasah kita masih berdiri megah.
Noora menenangkan Aisyah. Membelai-belai kepalanya, mendekapnya. Hening, senyap. Cahaya redup.
Perlahan ada iring-iringan jenazah. Anak-anak remaja mengusung sebuah keranda. Lamat-lamat. Bisu. Sunyi. Lenyap. Kemudian lagu bungong jeumpa muncul kembali.
Aisyah bangkit.
Matanya sayu. Kemudian Noora memeluk erat tubuh Aisyah kembali. Membenamkan kepalanya dalam dekapannya. Lalu menyenandungkan lagu bungong jeumpa beriringan dengan nyanyian bungong jeumpa yang sayup dinyanyikan anak-anak.
Aisyah :
Noor, pohon bungong jeumpa di halaman Meunasah kita, yang merupakan pohon bungong jeumpa satu-satunya di kampung kita, masih hidup ? Masih ada bunganya ? Beberapa hari yang lalu, bunganya mekar lebat-lebat. Aku memetiknya kemudian kusuling menjadi minyak, lalu aku berikan untuk Bu Salehah dan kubagi-bagikan kepada teman-teman kita agar semua merasakan wanginya. Dan untuk Bu Salehah, itu hadiahku untuk acara pernikahan dia, agar kedua mempelai itu lebih wangi. Dan akan aku nyanyikan lagu bungong jeumpa sewaktu mereka melangsungkan pernikahan nanti. Pohon bungong jeumpa itu masih ada, kan ?
Noora :
Pohon bungong jeumpa itu masih ada. Kamu jangan khawatir. Penghuni Meunasah itu juga kita akan selalu menjaganya, akan selalu merawatnya agar bunganya lebat, agar kita bisa memetiknya, agar kita bisa menyuling minyaknya, agar kita bisa membagi wanginya kepada siapa saja.
Aisyah :
Membagi wanginya kepada siapa saja ? Aku tidak mau membagi wanginya kepada orang-orang yang ingin membakar Meunasah kita dan membunuhi orang-orang kampung kita, Noor. Aku tidak rela membagi wangi bungong jeumpa kepada mereka, aku pun tak rela jika kau melakukannya.
Noora :
Aisyah, bukankah kebaikan kita untuk siapa saja, hatta mereka adalah musuh kita. Bukankah Sang Nabi melarang kita untuk mendendam. Ketika batu-batu Taif dilemparkan tangan-tangan kasar itu sampai melukai tubuhnya, sampai darahnya menggenangi terompahnya, beliau tidak mengumpat, ataupun menyumpah serapahi manusia-manusia itu, tapi malah beliau mendoakan dengan doa yang indah. Jangan menyimpan dendam, Aisyah.
Aisyah :
Tapi hendak membakar Meunasah kita. Bukankah Sang Nabi juga menyuruh agar kita tidak lari ketika bertemu musuh, apalagi musuh hendak menghabisi kita. Noora, aku tak rela jika mereka menghanguskan Meunasah juga pohon bungong jeumpa kita. Aku tak rela. Aku tak rela. Lihat ini buktinya, pelor-pelor ini, Noora ! Apa tak cukup kekejaman mereka, yang membunuhi tidak hanya bapak dan ibu-ibu kita, bahkan anak-anak seperti kita. Apa artinya peperangan ini, Noora. Apa artinya ? Apakah orang-orang tua hanya bisa menyelesaikan dengan jalan kekerasan ? Dan kematian, Noora ? Bukankah terlalu indah jika atas nama Allah, seperti yang dikisahkan pada Hikayat Perang Sabil. Kita tak perlu takut pada kematian, Noora meski kita merasa masih remaja.
Karena kematian akan datang menjemput siapa saja tak memandang usia.
Kematian lebih pasti meminang kita. Saat bunga-bunga sejati diberikan pada kita. Dan Meunasah kita akan ada yang menjaganya, meski kita mati dahulu, insya Allah, meski hanya ruhnya. Jangan-jangan kau pikir remaja-remaja yang hadir adalah remaja-remaja teroris, bukan, tapi remaja-remaja yang punya keberanian mempertahankan kedaulatan negeri ini. Bahkan remaja-remaja pengecut yang bersembunyi di ketiak harta dan narkoba. Dan pohon jeumpa itu akan selalu rimbun bunga-bunganya, akan menaburkan semerbak wangi ke penjuru negeri.
( Kemudian ada seorang anak perempuan berlari tergesa-gesa )
Seorang anak perempuan :
Cepat, cepat lari, selamatkan diri kalian. Mereka telah datang hendak menghancurkan kampung kita. Juga Meunasah kita.
Aisyah terperanjat. Juga Noora.
Aisyah :
Sudah kubilang apa. Mereka sama saja. Untuk apa kita berlari dari mereka. Aku tak mau mati dalam kepengecutan dan kemunafikkan. Aku akan melawan mereka. Meunasah itu tak boleh hancur. Aku tak rela jika Meunasah itu hancur. Aku tak rela.
Noora menarik-narik tangan Aisyah untuk segera pergi menghindar dari bahaya yang mengancam, tapi Aisyah meronta-ronta. Sampai akhirnya tangan Aisyah lepas dari pegangan Noora dan Aisyah pun bergegas tertatih menyongsong maut. Sedangkan Noora mengejar Aisyah sambil kebingungan.
Kemudian terdengar sayup nyanyian
bungong jeumpa..bungong jeumpa meugah di Aceh
bungong lelebeh..bungong lelebeh indah lagoina
puteh kuneng mejampu mirah
keumang siulah cidah that rupa…
sayup. Redup. Hanya suara rentetan bedil dan api yang menggejolak.
Bogor,1425
Zakh Syairum Majid ( Surono B Tjasmad )
BIODATA PENULIS
Zakh Syairum Majid (Surono B Tjasmad), lahir di Pekalongan, 16 Mei 1980, alumni Institut Pertanian Bogor. Aktif sebagai Wakil Ketua Forum Lingkar Pena Bogor. Karya berupa cerpen dan puisi pernah dimuat dalam : Republika, Suara Karya, Tabloid MQ, Elegi Gerimis Pagi (Antologi Cerpen Mini KSI Award 2002), Yang Dibalut Lumut (Antologi Cerpen Lomba Kreativitas Pemuda 2003, Depdiknas), Muli Sikep (Antologi Cerpen Krakatau Award 2003), dll. Cerpennya yang bertajuk “Elegi Gerimis Pagi” memenangkan Komunitas Sastra Indonesia Award 2002, sedangkan cerpennya yang berjudul “Jejak-Jejak Terhapus Hujan” memenangkan juara III Lomba Cipta Cerpen Kreativitas Pemuda Depdiknas 2003. tinggal di Wisma Dolphin Balebak 32 Balumbangjaya, Bogor. (0251) 621628 / 081310326178.
SITTY NOERBAJA
(EPISODE LEPAS DARI BUMI)
OLEH
ILHAM YUSARDI
PEMAIN
Seorang perempuan muda, berperan sebagai SITTY NOERBAJA
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai SAMSUL BAHRI
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai BAKHTIAR
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai ARIFIN
Seorang laki-laki paruh baya, berperan sebagai AYAH
Seorang laki-laki tua, berperan sebagai DATUK MARINGGIH
Seorang laki-laki, berperan sebagai PENDEKAR LIMA
Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG
Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG PALSU ( SURUHAN DATUK )
Beberapa orang SISWA.
I.
PENTAS MENGGAMBARKAN SESUDUT JALAN ATAU HALTE TEMPAT ANAK-ANAK SEKOLAH MENUNGGU JEMPUTAN ATAU ANGKUTAN UMUM. DI SITU MANGKAL SEORANG PEDAGANG GEROBAK YANG MENJUAL MAKANAN DAN MINUMAN RINGAN. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT SEBUAH RAMBU-RAMBU YANG MENUNJUKAN TEMPAT PERHENTIAN BUS.
SITTY, SAMSULBAHRI, BAKHTIAR DAN ARIFIN MASUK. MEREKA BERCENGKRAMA SEPERTI ADAYANG DIPERDEBATKAN.
BAKHTIAR :
Yang namanya hidup di dunia tentu harus dengan akal, pandai-pandai. Kalau hidup di akhirat baru mesti dengan iman.
SITTY :
Tapi, melihat jimat saat ujian tadi kamu bilang pandai, Bakhtiar ? Bukankah itu cara yang licik.
ARIFIN :
Kalau saya berpendapat lain. Yang dilakukan Bakhtiar diwaktu ujian tadi namanya ‘licik pandai’, bukan cerdik pandai.
BAKHTIAR :
Aah, hei. Untuk hasil maksimal dibutuhkan usaha yang maksimal. Betulkan Samsul ?
SAMSUL :
Kata-kata itu benar. Kamunya yang tidak benar. Usaha maksimal bukannya menghalalkan segala cara. Ingat, alam terkembang jadikan guru. Bisa-bisa berubah pepatah itu, jimat terkembang otak membeku.
SEMUA TERTAWA MENDENGARNYA
PEDAGANG :
Oi ! onde-onde, onde-onde mande. Tertawa sambil makan onde-onde pasti lebih asyik.
( SITTY MEMERIKSA SAKUNYA )
SITTY :
Ujian tadi baru tahap percobaan. Apakah kamu bisa melihat jimat saat ujian akhir yang sebenarnya, Bakhtiar ?
ARIFIN :
Kalau saya berpendapat lain. Resiko untuk melakukan kecurangan di ujian akhir sangat besar. Melihat kiri-kanan saja mungkin dicurigai. Bertanya tetangga ?, sesekali jangan. Nah, apalagi lihat jimat, kertas kecil apapun jenisnya pasti akan gagal.
SAMSUL :
Barangkali Bakhtiar siap dengan resiko, didiskualifikasi.
ARIFIN :
Nah..., dari pada kepala pusing. Menurut pendapat saya. Lebih baik begini. Pertanyaan yang tidak terjawab oleh kita, gunakan pilihan bantuan. Pertama, ask the audience, kode tetangga-tetangga sebelah. Kalau dicurigai, urungkan niat. Kedua, phone a friends, siapkan kertas kecil untuk sms-sms-an,” bantu saya nomor sekian”. Lemparkan pada kawan yang mungkin tahu jawabannya. Tidak bisa juga ! Baru gunakan fifty-fifty.
BAKHTIAR :
Fifty-fifty bagaimana ?
ARIFIN :
Tentukan dua pilihan jawaban yang menurut kamu paling berkemungkinan benar. Dari dua jawaban tersebut, pilih satu saja dengan cara menimbang ( MENIRUKAN DENGAN TANGAN ). “Ma rancak iko pado iko, rancak iko”
Nah, dapatlah satu jawabannya. Untung-untung betul. Gampangkan.... ?
SAMSUL :
Alaahh...., sama juga bohong Arifin.
SITTY :
Tidak ada gunanya. Seperti kata petuah :
Jalar-menjalar akar benalu
Kuat melingkar di batang mangga
Kita belajar menuntut ilmu
Tabiat buruk tak akan berharga
ARIFIN :
Tapi bukankah fifty-fifty itu sah saja. Lain halnya dengan cara Bakhtiar yang menurut pendapat saya....
BAKHTIAR :
Sudah, sudah. Waktu seminggu itu masih panjang. Cukup untuk bersantai menenangkan pikiran. Pergi piknik, tenangkan jiwa.
SAMSUL :
Seminggu kamu bilang masih panjang ? Mana jari tanganmu ? Hitung mundur mulai detik ini. Saatnya siaga satu, kawan.
BAKHTIAR :
Jangan tegang, rileks saja. Kita tentu punya cara masing-masing sebelum bertempur. Kalau saya, butuh refreshing dulu sebelum menuju gelanggang. Kalau mau belajar kejar tayang menghafal buku-buku, silahkan coba. Bisa-bisa meledak itu kepala.
ARIFIN :
Dasar pemalas !
BAKHTIAR :
Terserah saja, sekarang lebih baik pulang. Dengar,
Batang purut di tepi pagar
Ditanam putri anak bangsawan
Kerontang perut karena lapar
Segera pulang mencari makan.
Ayo, Arifin. Kamu pulang bersama saya atau tidak ? Biarlah mereka berdua menggagas masa depan. Apakah kamu mau jadi pamong terus, jadi obat nyamuk bakarnya ? ( ARIFIN MENGIKUTI BAKHTIAR ) Samsul, Sitty, kami duluan. O, ya. Bayar onde-onde kami ini. Buat tutup mulut kami. Daaah.., selamat berindehoi !
BAKHTIAR DAN ARIFIN KELUAR SETELAH MENGAMBIL BEBERAPA ONDE-ONDE
SAMSUL :
Cerdik juga dia !
Kamu lapar, Sitty ?
SITTY :
(MENGGELENG)
SAMSUL :
Benar tidak lapar ?
SITTY :
( MENGGELENG )
SAMSUL :
Bagaimana kalau kita beli onde-onde. Sekedar pengganjal perut.
SITTY :
Mau, mau ! Boleh juga.
SAMSUL MENUJU PEDAGANG
SAMSUL :
Onde-ondenya, pak.
PEDAGANG :
Nah, begitu. Perhatikan juga nasib orang kecil seperti saya. Masa seharian saya berjualan di sini tidak ada yang beli ? Makanya dari tadi saya tawarkan onde-onde ini. Saya tahu kalau putrimu itu sangat suka onde-onde. Dia kan langganan saya.
SAMSUL :
Berapa, pak ?
PEDAGANG :
Belum seberapa, sepuluh onde-onde baru lima ribu saja. Kali ini saya kasih bonus dua buah. Buat nona Sitty.
SAMSUL :
O. Ya. Terima kasih. Bapak baik sekali. Eh, benar tidak, pak ? Kata orang, hari esok harus lebih baik dari hari ini.
PEDAGANG :
Ya, harus !
SAMSUL :
Kalau begitu besok bapak harus lebih baik. Besok, kalau saya beli onde-onde bonusnya harus lebih dari dua. Hehehe ......
PEDAGANG :
Pintar juga otakmu.
SAMSUL KEMBALI KE TEMPAT SITTY
SAMSUL :
Sitty, ini onde-ondenya. Makanlah. Bapak itu memberi bonus buat kamu.
SITTY :
O, ya. Kalau saya tadi yang beli pasti bonusnya lebih dari dua.
SITTY DAN SAMSUL DUDUK MENIKMATI ONDE-ONDE
SAMSUL :
Sitty, selepas lulus sekolah nanti, ayahku menyuruhku untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Aku sendiri setuju dengan itu. Kalau kamu bagaimana ?
SITTY :
Baguslah. Siapa yang tidak bangga bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi . Ayahmu tentu telah menyiapkan semua demi kamu. Aku sendiri belum tentu, Sam. Belakangan ini ayahku sakit-sakitan. Aku tidak mungkin memaksakan keinginanku dalam kondisi seperti ini. O... rencananya kamu mau melanjutkan kemana, Sam ?
SAMSUL :
Ayahku menyarankan untuk kuliah di luar negeri.
SITTY :
Luar negeri ?!
SAMSUL :
Iya, Sitty. Tidak di sini.
SITTY :
Kenapa mesti ke luar negeri, Sam ?
SAMSUL :
Kata ayahku, sangat baik untukku nantinya. Dengan kuliah di luar negeri kita bisa mendapatkan ilmu dengan maksimal.
SITTY :
Di sini juga bisa, bukan ? Banyak perguruan tinggi yang tidak kalah kualitasnya. Dan lagi, kuliah di luar itu butuh biaya besar, Sam. Apakah ayahmu sudah memikirkannya matang-matang ?
SAMSUL :
Ah, entahlah. Selain itu sebenarnya aku belum siap untuk merantau terlalu jauh. Jauh dari kampung halaman, jauh dari keluarga, dan tentu akan menjauhkan aku dari kamu Sitty.
SITTY :
Jauh tidak lagi persoalan, Sam. Selagi masih di bumi ini. Apalagi zaman sekarang ini. Jarak dan waktu bisa direkayasa dengan teknologi.
SAMSUL :
Aku tidak ingin jauh dari kamu Sitty.
Anak baginda berburu rusa
Rusa mati tertembak panah
Jika kasih jauh dimata
Rasa mati badan sebelah.
SITTY :
Burung puyuh masuk ke rimba
Di dahan jati singgah merapat
Meskipun jauh dipelupuk mata
Di dalam hati tetapkan dekat.
SAMSUL :
Ombak berdentum di hujan lebat
Sampan melaju ke pulau seberang
Hendak kemana carikan obat
Badan bertemu makanya senang.
Kalau lama tidak ke ladang
Tinggilah rumput dari padi
Kalau lama tak bisa kupandang
Rasa rindu menjadi-jadi.
SITTY :
Risau kicaunya si anak balam
Ditinggal induknya di pohon jambu
Walau tak bisa berjawat tangan
Di dalam mimpi kita bertemu.
Utara selatan jadi penjuru
Timur dan barat jadi pedoman
Jika tuan dilanda rindu
Dikerat rambut jadikan kenangan.
SAMSUL :
Tetak lontar alaskan padi
Peti dibawa dari Palembang
Bertemu sebentar bagaikan mimpi
Itu membawa hatiku bimbang
Bendi dipapah jalan berliku
Mengangkut sirih ke tengah pekan
Kaki dilangkah terasa kaku
Takut kasih berpindah tangan.
SITTY :
Anak Kediri berdagang kain
Kain disimpan dalam peti
Niat diri tidak pada yang lain
Tuan terikat di dalam hati.
Anak dara bersunting kembang
Rupanya elok serta jelita
Banyak dara di negeri orang
Tidakkah tuan bersimpang mata.
SAMSUL :
Manis-manis bukannya tebu
Manisnya manis si gula jawa
Manis tidak sekedar dari rupamu
Manis kupandang budi bahasa.
Surabaya kota pahlawan
Dikenang seluruh anak negeri
Sitty Noerbaja yang menawan
Tak akan kudapati di luar negeri.
SITTY :
Merah warnanya si bunga mawar
Putih suci bunga melati
Janji bukan untuk ditawar
Kasih hanya dilerai mati
SAMSUL :
Tanam melati di depan rumah
Ubur-ubur berdamping dua
Jikalau mati kita bersama
Satu kubur kita berdua.
SITTY :
Ubur-ubur berdamping dua
Tanam melati bersusun tangkai
Kalau mati kita berdua
Jikalau boleh bersusun bangkai.
SAMSUL :
Tanam melatai bersusun tangkai
Tanam padi satu persatu
Jikalau boleh bersusun tangkai
Daging melebur jadi satu.
TANPA DISADARI, PEDAGANG MEMPERHATIKAN PERCINTAAN SAMSUL DENGAN SITTY.
PEDAGANG :
“Allahuakbar Allahuakbar..............!!” ( KEARAH SITTY DAN SAMSUL )
SAMSUL :
Hah ! O . Ayo kita pulang, Sitty. Sudah terlalu senja. Nanti orang di rumah marah-marah. Merantaunya masih lama. Lulus saja juga belum tentu.
SAMSUL DAN SITTY KELUAR
PEDAGANG :
Ikat berikat tali kuda
Pasang pelana kuda yang putih
Hati terikat samanya muda
Lupa waktu sebab berkasih
Minta daun diberi daun
Dalam daun buah bidara
Minta pantun diberi pantun
Dalam pantun ada cerita
PEDAGANG ITU PUN KEMUDIAN MENUTUP DAGANGANNYA. KELUAR SERAYA MEMBAWA RAMBU-RAMBU YANG TERNYATA BISA DICABUT DENGAN MUDAH.
* * *
II.
DI RUANGAN SEBUAH RUMAH SEORANG LAKI- LAKI SEPARUH BAYA DUDUK. LAKI-LAKI ITU TERBATUK-BATUK SERAYA MENGUSAP-USAP DADANYA MENAHAN SAKIT. ANAK PEREMPUANNYA DUDUK DI SEBELAH LAKI-LAKI ITU, SESEKALI MEMIJIT-MIJIT BAHUNYA.
SITTY :
Istirahatlah lagi ayah, sudah terlalu larut.
AYAH :
Tidak mudah tidur bagi ayah sekarang ini, Sitty.
Dipejam mata tak terpejam
Direbah tubuh tak jua senang perasaan.
SITTY :
Apalagi yang ayah pikirkan ? Bukankah ayah pernah bilang pada Sitty,
Tidaklah beban jadi rasian
Habis daging dihisapnya.
AYAH :
Sitty, anakku. Kamu ini seperti orang dulu bilang,
Kecil tak lagi untuk disuruh-suruh.
Besar belumlah dapat ditumpangi.
SITTY :
Ah, ayah. Kecil Sitty anak ayah, besar juga tetap anak ayah. Kalau boleh Sitty tahu, apa yang ayah pikirkan ?
AYAH :
Dipintal benang dengan gulungan
Biar berpisah pangkal dengan ujungnya
Tak kusut pula dalam genggaman.
Tapi, kali ini kamu terpegang ujung benang, Sitty.
Ayah memintal dari pangkalnya.
SITTY :
Kalaulah ujung di tangan Sitty, tentulah Sitty takkan berlepas tangan.
Ceritakanlah ayah. Dengan senang Sitty dengarkan.
AYAH :
( MENARIK NAFAS )
Berniaga ke tanah Jawa dagang emas dengan budi bahasa.
Tapi, bagaimanapun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Nasib tertoreh di telapak tangan.
Niat hendak menyekolahkanmu tinggi-tinggi, biar bertambah isi kepala.
Cita-cita membumbung langit, Tuhan dari atas jua yang menentukan.
Jerih peluh usaha niaga kita kali ini telah habis surut, Sitty. Ayah tak dapat lagi berbuat apa-apa. Sekarang, kamu juga tahu, harta ayah hanya tinggal badan sepembawaan ini. Hutang-hutang tumbuh melilit pinggang. Mencekik kerongkongan.
SITTY :
Sitty mengerti, ayah.
AYAH :
Hutang emas dibayar emas. Hutang budi, tentulah dibawa mati.
SITTY :
Benar ayah.
AYAH :
Kemarin Datuk Maringgih datang ke sini. Tak lain untuk menagih hutang pinjaman dagang yang sudah jatuh tempo. Ayah meminta Datuk menambah jangka waktu yang diberikan. Tapi, dia menolak. Karena telah melewati batas waktu yang seharusnya. Sehingga bunganya sudah berlipat ganda. Rumah yang satu-satunya inipun hendak disitanya. Dan itupun belum juga akan menutupi hutang kita Sitty.
SITTY :
Iya, ayah. Sitty paham, ayah.
AYAH :
Panjang cerita segelas kopi, direntang masa setinggi bulan. Bersilat lidah di perbincangan, berkecamuk darah dalam dada.
Ah. Hutang kita seperti memotong rumput di tengah padang. Potong dipotong tumbuh jua. Bunganya menjulang menyentuh lutut. Tiap melangkah terjatuh pula menyentuh tanah.
SITTY :
Sitty mengerti, ayah.
Jual gabah di tengah pekan, gabah dibawa dengan bendi.
Kalaulah susah sama kita pikirkan, nak lapang jua beban di hati.
Ayah, apa yang bisa Sitty perbuat untuk itu, Ayah.
AYAH :
( KEMBALI MENARIK NAFAS, KEMUDIAN MENGGELENGKAN KEPALA )
Daunmu terlalu hijau. Berputik sudah, berbunga belum. Harumnya belumlah melintas pagar.
SITTY :
Maksud ayah.... ?
AYAH :
Sitty, hutang emas dibayar emas ? Hutang budi dibayar budi ? Tapi, lain dengan Datuk Maringgih. Seluruh hutang kita padanya, tidak berguna pepatah demikian. Datuk ingin mempersuntingmu. Maka, lepaslah hutang yang selilit pinggang.
SITTY :
( TERKEJUT )
Dengan Sitty, ayah !? Datuk Maringgih !?
AYAH :
Itulah jalan yang ia pintaskan agar terlepas dari segala hutang.
SITTY :
Tidak, ... tidakkah ada jalan lain, ayah ?
AYAH :
Kalaulah umur ayah masih panjang, dan tenaga berisi di badan. Tentu ayah tidak akan memberi tahu kamu, Sitty.
SITTY :
Tapi, ... Sitty belum ...
AYAH :
Sitty, Ayah paham kalau kamu belum punya timbangan yang kuat, Sitty. Timbangan yang bagus tidak berat sebelah. Berlebih semata ditentang dengan pikiran. Selepas kamu lulus sekolah nanti, Datuk Maringgih hendak menjatuhkan hari.
SITTY :
( TERDIAM LAMA SEPERTI BERPIKIR )
Ayah, bolehkah Sitty mohon diri Ayah ?
Sudah berat kelopak mata. O, ayah istirahatlah dahulu.
SITTY KELUAR MENINGGALKAN AYAHNYA.
LAMPU MENYURUT.
* * *
III.
PENTAS KEMBALI MENGGAMBARKAN SESUDUT JALAN. PEDAGANG MENUNGGU ANAK-ANAK PULANG SEKOLAH.
DATUK MARINGGIH MASUK BERSAMA PENDEKAR LIMA—ASISTEN, JUBIR SEKALIGUS PENGAWALNYA.
DATUK :
Sudah keluar anak sekolah itu ?
PEDAGANG :
O, belum Tuan. Mungkin sebentar lagi. Coba lihat arlojinya ( MENARIK TANGAN DATUK, MELIHAT ARLOJI ). Baru pukul lima lewat sedikit. Lihat, baru sedikit lewatnya. Sekolah bubar pukul setengah enam. Ya, setengahnya saja. Sebentar lagi. Sabar, sabar. Silahkan duduk dulu. Santai dulu. Dan saya punya onde-onde, enak rasanya. Silahkan dicoba. Kalau tidak percaya lihat saja nanti. Seorang gadis cantik akan memborong onde-onde ini, Sitty Noerbaja gadis....
DATUK :
Sitty Noerbaja ?!
PEDAGANG :
Tepat sekali. Gadis manis, semanis tebu, suka onde-onde. Dia bilang onde-onde lebih hebat dari makanan import manapun. Eh, apa Tuan menunggu Sitty Noerbaja ?
DATUK :
Ya. Saya menjemputnya.
PEDAGANG :
Berarti Tuan ini keluarganya Sitty, kakeknya barangkali ?
PENDEKAR LIMA :
Heh ! Jangan asal bicara ya !
PEDAGANG :
Bapaknya ?
PENDEKAR LIMA :
Datuk ini bukan bapaknya.
PEDAGANG :
Jadi, pamannya begitu ?
PENDEKAR LIMA :
Huhh ! Tidak kata saya !
PEDAGANG :
Kakek bukan, bapak tidak, paman juga salah. Tapi ke sini untuk menjemput Sitty. Nah, berarti Tuan ini sopir pribadinya nona Sitty.
PENDEKAR LIMA :
Hei ! Mau kakek, kek. Mau bapak, kek. Mau paman, kek. Apa urusanmu ! Urus saja onde-ondemu itu.
PEDAGANG :
O. Oke, oke. Maafkan saya. Tidak akan saya urus lagi. Ya, bukan urusan saya. Tapi ingat, sekedar informasi. Bagi saya, Sitty berarti onde-onde, seperti onde-onde. Lembut di luarnya, manis di dalamnya. Dia ramah sekali....
DATUK :
( KEPADA PENDEKAR LIMA )
Coba kau lihat kesana. Lama sekali keluarnya. Apa yang mereka perbuat di sekolah itu. Zaman saya sekolah tidak terlalu penting. Lihat saya, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk bisa hidup sejahtera. Cuma pakai akal-akalan. Kecil bahagia, muda foya-foya, tua sejahtera, mati masuk......
PENDEKAR LIMA :
Itu dia, Datuk. Menuju kesini. Anak sekolah keluar seperti kambing lepas dari kandang. Tapi, Sitty bergandengan Datuk.
DATUK :
Bergandengan ! Dengan siapa !?
PENDEKAR LIMA :
Dengan laki-laki. Mesra sekali mereka.
DATUK :
Siapa laki-laki itu ? Hah ! Samsul Bahri. Anak Sutan Mahmud. Sudah melekat-lekat pula ia dengan Sitty.
SAMSUL , SITTY, BAHKTIAR DAN ARIFIN MASUK.
SAMSUL :
Tuan Datuk Maringgih rupanya. ( MENGULURKAN TANGAN HENDAK BERSALAMAN TAPI TIDAK DIBALAS OLEH DATUK )
PENDEKAR LIMA :
Oh, bersalaman dengan Datuk harus melalui saya. Saya asisten, jubir, sekaligus pengawal pribadi Datuk. Jadi segala apapun urusan dengan Datuk harus melalui saya.
DATUK :
Selamat sore Sitty. Sedari tadi saya menunggu. Niat di hati hendak menjemputmu. Mobil sudah saya persiapkan. Mari, kita berkeliling menikmati senja yang menarik ini. Bagaimana kalau kita ke tepi laut, mencari angin segar sambil makan rujak atau jagung bakar. Setelah itu kita ke plaza mencari oleh-oleh untuk ayahmu.
SITTY :
Ah, eh. O. Mmmh ... Datuk !?
DATUK :
Ayo Sitty, mari. ( MENARIK TANGAN SITTY )
SAMSUL :
Ada apa ini Datuk ?
PENDEKAR LIMA :
Bukan urusan kamu !
SAMSUL :
Ini jadi urusan saya.
PENDEKAR LIMA :
Oi, urus saja dirimu sendiri, kalau tidak mau berurusan panjang dengan saya !
SAMSUL :
Tapi jangan main ... !
SITTY :
Tenang Sam. Ini urusan saya. Pulanglah dulu bersama Bachtiar dan Arifin. Saya mau bicara sebentar dengan Tuan Datuk.
SAMSUL :
Tapi, Sitty. Kamu...
SITTY :
Sam, saya mohon pengertian kamu.
PENDEKAR LIMA :
Nah, kamu dengar tidak ? Sitty menyuruhmu pergi dari sini. Tunggu apalagi, menunggu kena usir, ya ?
BACHTIAR :
Enak saja main usir. Ini tempat umum tahu.
PENDEKAR LIMA :
Kamu juga mau turut campur urusan ini, ya ? Mau tahu prosedur berurusan dengan saya ?
ARIFIN :
Op, op, op. Menurut pendapat saya lebih baik kita mengalah. Mundur. Ayo. Sitty, kami duluan. Jaga diri baik-baik.
SAMSUL, BACHTIAR DAN ARIFIN PERGI DENGAN KESAL.
SITTY :
Datuk. Apa maksud Datuk menjemput saya ?
DATUK :
Saya bermaksud baik Sitty. Mulai hari ini saya, eh, aku, akan menjemputmu. Sebagai seorang calon induk berasku, alangkah menyenangkan kita bertemu setiap saat. Biar kita merasa dekat. Bukan begitu hendaknya ?
SITTY :
Siapa yang menyuruh Datuk melakukannya ?
DATUK :
O, tidak siapa-siapa. Ini aku lakukan tulus dan murni dari hati nuraniku sendiri.
PENDEKAR LIMA :
Ah, tidak usah pakai menolak segala. Turuti sajalah. Datuk akan membuat hari-harimu bahagia.
DATUK :
Saya tidak menyuruhmu bicara !
SITTY :
Datuk. Saya tidak pernah meminta untuk dijemput, Datuk.
DATUK :
Sitty, semua sudah saya perhitungkan dengan ayahmu, Sitty. Tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.
SITTY :
Tuan Datuk. Ini bukan hitungan matematik, Tuan. Sebagai seorang yang jauh lebih dewasa, tentu Tuan lebih paham dunia ini.
DATUK :
Ah, kau kan bukan lagi anak kecil yang tidak bisa menentukan langkahmu sendiri. Sudah tujuh belas tahun. Tentu kau mengerti Sitty.
SITTY :
Jalan saya masih panjang Datuk. Saya belum berpikir melangkah sejauh ini. Alangkah bagusnya Datuk mencari perempuan yang lebih dari saya. Lebih pantas, lebih pas menjalankan hidup dengan Datuk.
DATUK :
Apalagi yang kamu cari setamat sekolah ini, Sitty ? Lebih baik lakukan langkah besar. Apalagi, kamu perempuan. Bukankah perempuan itu hanya ; sumur, dapur, dan kasur.
SITTY :
Tuan. Hendaklah Tuan berpikir baik. Baik untuk Tuan, dan juga baik untuk saya.
PENDEKAR LIMA :
Ini sudah yang terbaik Datuk lakukan untuk kamu dan Ayahmu, Sitty. Apakah kamu senang melihat ayahmu sakit-sakitan memikirkan...
SITTY :
Tentang hutang Ayah saya pada Datuk, saya berharap Datuk sabar. Berilah saya kesempatan. Tunggu saya menyelesaikan sekolah saya dulu. Saya akan berusaha, bekerja mencari uang untuk membayarnya.
PENDEKAR LIMA :
Heh ! Mau kerja apa kamu Sitty ? Tidak gampang mencari pekerjaan di jaman sekarang ini. Kerja di kantor ? Di Bank ? Jangan mimpi Sitty. O, barangkali kamu bisa jadi babu, buruh kasar, atau kamu jadi pekerja ... pekerja seks komersil.
SITTY :
( MENAHAN AMARAH )
Saya tidak bicara demikian Tuan-tuan.
DATUK :
Pendekar Lima. Saya tidak suruh kamu bicara. Diam saja di sana.
Jadi, kamu keberatan dengan aku Sitty ?
SITTY :
Maafkan saya Tuan Datuk.
DATUK :
Saya tidak main-main Sitty.
PENDEKAR LIMA :
Tidak tahu diuntung pula kau rupanya. Ingat. Hutang ayahmu dengan Datuk sudah terlalu banyak. Mau dibayar dengan apa lagi ? Ayahmu sudah menjual seluruh perusahaan dagangnya. Untuk bunganya saja itu pun belum cukup. Ayahmu sudah mulai bicara sendiri memikirkannya. Lebih baik kau bayar lunas dengan ...
SITTY :
Hutang emas dibayar emas, Tuan.
PENDEKAR LIMA :
Jadi kau kemanakan perbuatan baik Datuk selama ini pada ayahmu ?
SITTY :
Saya akan selalu mengingatnya. Tidak akan saya lupakan, bahwa Datuk adalah seorang yang baik. Bahkan terlalu baik.
PENDEKAR LIMA :
Nah, tunggu apa lagi ?
SITTY :
Namun, keinginan Datuk terhadap saya, apakah baik buat saya ?
PENDEKAR LIMA :
Jelas sangat baik. Niat baik Datuk tidak akan ada yang menghalangi.
SITTY :
Belum tentu, Tuan. Kalau Tuhan berkeinginan lain, tidaklah boleh mendahului yang di atas.
DATUK :
Hhh. Jangan bermain-main, apalagi mempermainkan saya. Jadi kamu menolak saya ? Saya tidak pantas untuk kamu, begitu ? Lalu, siapa yang pantas ?
PENDEKAR LIMA :
Samsul Bahri tentu telah mempengaruhi otaknya.
SITTY :
Tidak baik menyangkut – pautkan persoalan ini dengan orang lain, Tuan. Samsul tidak tahu apa-apa dengan masalah ini.
PENDEKAR LIMA :
Jangan bersilat lidah, Sitty. Sejak kapan kau berhubungan dengan dia ? Sudah sejauh mana ? Jangan-jangan kau telah melakukan......
SITTY :
Cukup Tuan. Persoalan ini hanya antara keluarga saya dengan tuan Datuk.
DATUK :
Baik, baik. Sitty ! Silahkan kamu berpikir baik-baik sekarang. Baik untuk kamu serta ayahmu. Terserah ! Saya tunggu keputusanmu.
SITTY :
Sekali lagi, saya mohon maaf dan berharap Tuan mengerti. Maafkan atas kelancangan saya. Saya mohon diri dulu, Tuan. Saya pulang.
SITTY KELUAR
PENDEKAR LIMA :
Keras kepala juga dia !
DATUK :
Keras hati, pendekar.
PENDEKAR LIMA :
Keras hatinya pada Samsul Bahri.
DATUK :
Mmmh. Hehehe ... Samsul Bahri !? Tampaknya dia akan menjadi batu sandungan bagi langkah saya. Tapi dia bukan masalah yang besar. Pendekar, ke sini !
( MEMBISIKAN SESUATU. PENDEKAR MENGANGGUK-ANGGUK )
PENDEKAR LIMA :
Ide yang usul. Tapi...
DATUK :
Tapi bagaimana ?
PENDEKAR LIMA :
Begini Datuk, apakah setelah ini dilakukan Sitty akan mau dengan Datuk ? Tentu dia akan tambah sulit didekati. Lebih baik langsung Sitty saja, Datuk.
DATUK :
Kamu gila ya ! Tujuan saya itu jelas-jelas Sitty. Kenapa Sitty pula yang dijadikan sasaran. Goblok ! Sekarang gunakan otakmu, bagaimana caranya.
PENDEKAR LIMA :
O. Baik. Begini ( BEBICARA PELAN DENGAN DATUK, SESEKALI MENUNJUK KE ARAH PEDAGANG )
DATUK :
Bagus, bagus. Sekarang gunakan bibirmu itu kesana.
PENDEKAR LIMA MENDEKATI PEDAGANG.
PEDAGANG :
Eh, Tuan. Kelihatan serius sekali pembicaraan tuan-tuan dengan Nona Sitty. Sehingga Ia tidak sempat menikmati onde-onde saya. Rejeki saya jadi hilang begitu saja.
PENDEKAR LIMA :
Ah, biasalah. Kami ini memiliki sebuah Production House yang sedang menggarap sebuah film baru. Pembicaraan tadi itu, kami menawarkan sebuah peran pada Sitty Noerbaja. Tapi dia masih ragu. Pikir-pikir dulu katanya ( MEMAKAN SEBUAH ONDE-ONDE ) Mmmh..onde-ondenya enak sekali.
PEDAGANG :
Tuan mengajak Sitty main film ? Dia menolaknya ?
PENDEKAR LIMA :
O, Belum. Sitty belum memutuskannya tadi.
( MEMATUT-MATUT GEROBAK PEDAGANG )
Selain dengan Sitty, sepertinya kita juga bisa berkerjasama.
PEDAGANG :
Bekerjasama ? Tuan membutuhkan saya untuk main film ?
PENDEKAR LIMA :
Ya. Kami membutuhkan gerobak Anda ini untuk setting sebuah adegan di film kami nantinya.
PEDAGANG :
Aah..., masa cuma gerobaknya saja. Sayanya tidak. Memang apa judul filmnya ?
PENDEKAR LIMA :
Mmmh. “Tidak Ada Apa-apa Dengan Cinta”.
PEDAGANG :
Lho ! Kok pakai kata ‘tidak’ ?
PENDEKAR LIMA :
Di situlah nilai jual film ini, lain dari yang lain. Film ini akan memperlihatkan bahwa tidak ada apa-apa dengan cinta. Persetan dengan yang namanya cinta. Nah, pengambilan gambar pertamanya akan dilakukan di sini. Sitty akan memainkan tokoh utamanya yang sedang menunggu kekasihnya sambil makan onde-onde.
PEDAGANG :
Makan onde-onde ? Wah, cocok sekali dengan hobinya.
PENDEKAR LIMA :
Karena itulah kami memberikan peran ini pada dia.
PEDAGANG :
Semestinya saya juga diajak, dikasih peran. Saya ini kan sudah biasa melakukan adegan yang Tuan inginkan. Sitty pasti senang dengan saya sebagai lawan mainnya.
PENDEKAR LIMA :
Sayang, wajah Anda itu tidak Kameragenik
PEDAGANG :
Apa maksudnya ?
PENDEKAR LIMA :
Wajah Anda itu tidak menarik jika dishoot dengan kamera. Itu akan merusak citra film ini di mata penonton nantinya. Jadi saya cuma pakai gerobaknya saja. Bagaimana ? Mau tidak ? Kami hargai ( MEMBERI PENJELASAN DENGAN TANGAN SAMBIL BERBISIK ).
PEDAGANG :
Ah, cuma segitu ? Biasanya seorang produser itu sangat royal. Apalagi untuk sebuah adegan penting.
PENDEKAR LIMA :
Tenang, sesudah pengambilan gambar adegan ini akan saya tambah. Dua kali lipat, bagaimana ?
PEDAGANG :
Nah, begitu. Kerjasama disepakati. Tapi.....
PENDEKAR LIMA :
( HENDAK BERBALIK KE TEMPAT DATUK ) Apa lagi !?
PEDAGANG :
Tadi kata Tuan, Nona Sitty belum memastikan dirinya untuk.......
PENDEKAR LIMA :
O. Itu bukan urusan kamu. Nanti akan kami hubungi lagi dia. Cuma persoalan nilai kontrak. Dengan nilai yang lebih tinggi, pasti Sitty tidak akan sanggup menolaknya.
( MENUJU DATUK )
DATUK :
Bagaimana, Pendekar ?
PENDEKAR LIMA :
Beres, Datuk. Semua sudah saya persiapkan
DATUK :
Bagus. Tidak percuma kau kuangkat jadi jubir, bibirmu tak kalah cepatnya dengan otakmu. Setelah Samsul dibereskan, tidak ada lagi halangan bagi saya menuju Sitty. Oh, Sitty ( SERAYA MENERAWANG ).
* * *
IV.
SEORANG PEDAGANG PALSU SURUHAN PENDEKAR LIMA TELAH SIAP DI TEMPAT ITU. IA MONDAR-MANDIR MENUNGGU ANAK-ANAK SEKOLAH KELUAR.
SITTY MASUK, HERAN MELIHAT PEDAGANG ITU.
PEDAGANG PALSU :
O. Mmh, nona pasti Sitty Noerbaja.
SITTY :
Betul. Tapi bapak ini siapa ? Biasanya kan pak Amat yang berjualan dengan gerobak ini.
PEDAGANG PALSU :
Saya ini... anu, maksud saya, saya ini saudara dari isterinya si Amat yang biasanya berjualan di sini. Berhubungan si Amatnya ada urusan ke situ...., maksud saya ke....kampung isterinya itu, saya diminta untuk menggantikannya. Daripada tidak untung....Eh, maksud saya daripada merugi, lebih baik saya yang menjual-jual dagangannya hari ini. Katanya dia ada......
SITTY :
Ada apa, Pak ?
PEDAGANG PALSU :
Ah, entahlah. Tidak tahu saya. Pokoknya anu. Penting !
SITTY :
Maksud bapak urusan penting.
PEDAGANG PALSU :
Nah, betul. Seperti yang Nona maksudkan tadi.
Yang penting bagi saya itu, si anu, maksud saya, teman Nona yang bernama Samsul itu .
SITTY :
O, Samsul Bahri. Dia belum keluar. Sebentar lagi. Saya biasa menunggunya di sini.
Ada perlu apa bapak dengan Samsul ?
PEDAGANG PALSU :
Begini. Saya ini di...., maksud saya ada sesuatu yang akan saya......
SITTY :
Maksud bapak ada yang ingin bapak sampaikan pada Samsul ? Katakan saja pada saya, nanti saya sampaikan pada Samsul.
PEDAGANG PALSU :
Ooo...tidak bisa, maksud saya tidak usah. Biar saya saja. Ini juga penting Nona.
SITTY :
Memangnya siapa yang berpesan ?
PEDAGANG PALSU :
Si itu..., si anu, maksud saya.......
SITTY :
Pak Amat ?
PEDAGANG PALSU :
Iya, ya, seharusnya saya bilang begitu. Hehehe........
SEMENTARA PEDAGANG PALSU ITU MENUNGGU SAMSUL, SITTY MENGAMBIL BEBERAPA BUAH ONDE-ONDE DARI GEROBAKNYA.
SITTY :
Pak, Saya beli onde-ondenya. Ini uangnya.
PEDAGANG PALSU :
Ha! Onde-onde ? Nona Sitty membeli onde-onde ini untuk siapa ?
SITTY :
Ya buat saya.
PEDAGANG PALSU :
Tapi ini tidak untuk........
SITTY :
O, tidak untuk dijual, begitu ? Apa bapak tidak mau uang ?
PEDAGANG PALSU :
Uang ! Mau saya. Ini saya lakukan karena uang.
SITTY :
Nah, ini uangnya.
SITTY DUDUK MELEPAS LELAH . KEMUDIAN IA MEMAKAN SATU BUAH ONDE-ONDE.
PEDAGANG PALSU :
( KESAMPING ) Aduh ! Celaka saya. Seharusnya Samsul, seperti yang disuruhkan pada saya. Nona memakannya ? ( PADA SITTY )
SITTY :
Iya, kenapa ?
PEDAGANG PALSU :
Ditelan ?
SITTY :
( MENGANGGUK )
PEDAGANG PALSU :
Enak ?
SITTY :
Mmm, enak. Tapi gulanya terlalu manis dari yang biasa.
( MEMAKAN SEBUAH LAGI )
PEDAGANG PALSU :
Yang itu ?
SITTY :
Sama saja. Bapak ini kenapa ? Kalau bapak mau silahkan coba saja. ( MENYODORKAN ONDE-ONDE )
PEDAGANG PALSU :
O. Tidak, tidak ! Saya tidak suka onde-onde. Onde-onde itu manis. Saya tidak boleh makan yang manis-manis. Kalau saya makan, saya akan batuk-batuk. Saya akan jadi pusing. ( SITTY MEMEGANG KEPALANYA SEPERTI KESAKITAN ) Nah, anak saya akan marah. Ia akan tambah pusing melihat saya. Ia akan kasak-kusuk mencarikan saya obat. Pernah saya pusing sekali gara-gara makan dodol yang juga sama manisnya dengan onde-onde. Saya jadi terbatuk-batuk, nafas saya sesak sekali ( SITTY MEMEGANG DADANYA KARENA SESAK NAFAS ) Hampir-hampir saya tidak kuat lagi. Untung anak saya segera membawa saya ke Puskesmas. Kata anak saya, puskesmas itu kependekan dari; pusing, kepala sakit dan masuk angin. Susternya menyuntik saya disini ( MENUNJUK BAGIAN PAHANYA ) Sakit. Tapi, setelah itu saya bisa sembuh. Kalau tidak, saya bisa mati.( SITTY SUDAH TERDIAM BEGITU SAJA.TERKAPAR ) Saya ini belum ingin mati. Saya ingin hidup seribu tahun lagi. Nona takut mati ? ( MENOLEH KEPADA SITTY ) Nona ? Nona ! Bangun nona. Nona, bangun. Wah, celaka. Aduh, seharusnya Samsul. Kalau tidak, saya tak dapat uang. Aduh, nona ini ( MENDEKATKAN TANGAN PADA HIDUNG SITTY ) Haa ! Tidak ada anginnya. Puskesmas, puskesmas ! Tolong ! Tolong ! Ah, kalau orang-orang datang hancur saya. Aduh, bagaimana ini !?.
SAMSUL, BAKHTIAR DAN ARIFIN MASUK
SAMSUL :
Sitty !?
BAKHTIAR :
Sitty kenapa !?
ARIFIN :
Ada apa dengan Sitty !?
SAMSUL :
Hah ! Tidak usah bertanya lagi. Cepat angkat. Bawa ke rumah sakit.
MEREKA KELUAR MEMBOPONG TUBUH SITTY. DARI ARAH LAIN DATUK MARINGGIH DAN PENDEKAR LIMA MASUK.
DATUK :
Bagaimana ?
PEDAGANG PALSU :
Wah. Aduh, celaka ! Sitty !
DATUK :
Kenapa Sitty ?
PEDAGANG PALSU :
Onde-onde, maksud saya Sitty makan onde-ondenya. Sudah saya larang, tapi ia terus saja. Mau apa lagi. Kalau saya katakan ada racunnya tidak mungkin. Sekarang Sitty diangkut ke...
PENDEKAR LIMA :
Diangkut ke rumah sakit ? Cepat bapak lihat kondisinya ! Segera balik, kami tunggu di sini !
PEDAGANG PALSU KELUAR MELIHAT SITTY
DATUK :
Haahhh ! Kenapa bisa jadi seperti ini ? Kacau ! Yang saya perintahkan bunuh Samsul Bahri. Kalau Sitty mati, percuma semuanya !
PENDEKAR LIMA :
Ini kesalahan teknis, Datuk.
DATUK :
Ini kesalahan kamu ! Menyuruh orang yang tidak bisa diandalkan ! Apa tidak ada yang lebih punya akal !
PENDEKAR LIMA :
Kalau orang berakal mungkin tidak mau melakukannya, Datuk.
DATUK :
Sudah! Jangan mencari alasan lagi. Apa yang harus kita lakukan ? Kita dalam keadaan bahaya. Sebaiknya kita pergi dari sini.
PENDEKAR LIMA :
Kita tunggu laporan dari orang tadi dulu Datuk.
DATUK :
Untuk apa lagi ?
PENDEKAR LIMA :
Mengetahui keadaan Sitty, ia mati atau tidak.
DATUK :
Mati atau tidak, tidak perlu lagi saat ini. Kasus ini pasti diusut. Sekaranglah waktu yang tepat untuk menghindar. Ayo !
LANGKAH DATUK TERHENTI KARENA SAMSUL DATANG.
SAMSUL :
O. Ternyata langkah saya tak kurang dan tak jua lebih. Hendak ke mana tuan-tuan ? Tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, ya ! Begitu ? Sitty sekarang dalam keadan koma, Dokter telah mengetahui penyebabnya. Tidak ada alasan untuk tidak menuduh Datuk sebagai dalangnya.
DATUK :
Jangan asal tuduh ! Kamu ingin mencemarkan nama baik saya, ya !?
PENDEKAR LIMA :
Oi, anak muda. Apakah kau punya bukti otentik kalau bicara !?
SAMSUL :
Bukti ? ( MENGODE DENGAN TEPUKAN TANGAN )
BAKHTIAR MASUK MEMBAWA PEDAGANG PALSU
SAMSUL :
Siapa yang menyuruh bapak untuk meracuni Sitty ? ( KEPADA PEDAGANG PALSU )
PEDAGANG PALSU :
Itu, Situ. Maksud saya orang itu ( MENUNJUK PENDEKAR LIMA )
SAMSUL :
Berapa bapak dibayarnya ?
PEDAGANG PALSU :
Tadi saya dikasihnya uang segini ( HENDAK MENGELUARKAN SELURUH ISI SAKUNYA ). Janjinya saya akan dikasih uang banyak, satu juta katanya. Jadi saya mau. Perintah cuma menyerahkan onde-onde itu pada Samsul Bahri. Samsul Bahrinya tidak ada. Tapi Nona Sitty membeli onde-onde itu dan mengasih saya uang.
SAMSUL :
Maksud bapak ?
PEDAGANG PALSU :
Aduh, ini sudah tiga kali saya jelaskan pada kalian !
BAKHTIAR :
Jadi tidak usah berkelit lagi dari kami, Datuk !
SAMSUL :
Datuk hendak meracuni saya agar Sitty bisa jatuh ke tangan Datuk ? Terlalu sempit jalan pikiran datuk. Tidak semua orang bisa Datuk bodoh-bodohi. Zaman sudah bertukar, Datuk ! Nah, sekarang kau harus me......
ARIFIN MASUK DENGAN RAUT MUKA TEGANG BERCAMPUR TANGIS.
ARIFIN :
Sitty sudah mendahului kita.
SEMUA :
Sitty !?
SAMSUL :
Gaek keparat ! ( HENDAK MENYERANG DATUK )
DATUK :
Lari !
PENDEKAR LIMA :
Kita hadapi saja, saatnya perhitungan terakhir, Datuk !
BAKHTIAR :
Oooooooiii ! Babi hutan masuk ke ladang !
BEBERAPA ORANG SISWA MASUK MEMBAWA BENDA-BEDA KERAS DI TANGAN. MEREKA LANGSUNG MENYERANG SEHINGGA TERJADI TAWURAN.
“Bagi saya.”
“Ini. Hajar !”
“Kubunuh kau, anak ingusan !”
“Ayo, pak tua !”
“Beraninya keroyokan !”
“Sudah biasa, Datuk !”
“Ekstrakurikuler !”
DALAM PERISTIWA TAWURAN ITU SAMSUL BAHRI TEWAS TERTUSUK BELATI OLEH DATUK, SEDANGKAN DATUK MARINGGIH TEWAS DIKEROYOK SISWA DENGAN BATU.
“Samsul !?”
KAWAN SAMSUL MENGANGKAT TUBUH SAMSUL KELUAR. PENDEKAR LIMA DAN PEDAGANG PALSU MELARIKAN DIRI.
* * *
V.
DI SUDUT JALAN BEBERAPA HARI KEMUDIAN, SEORANG LAKI-LAKI BERPAKAIAN LUSUH DUDUK DI HALTE. IA TENGAH BERBICARA SEORANG DIRI.
AYAH :
Sitty...kembalilah Sitty...dst.
SUARA-SUARA :
Sitty di sini Ayah. Menjelma gunung. Orang-orang mendaki, seperti mendaki mimpi. Sitty melihat mimpi itu, Ayah. Bintang jatuh ke samudera jiwa, jiwa lepas dari tubuh....
AYAH :
Kemarilah, sayang. Maafkan Ayah, kemarilah...peluk Ayah....dst.
SUARA-SUARA :
Sitty di sini Ayah. Serupa jembatan, antara masa lalu, masa kini, dan masa datang. Jembatan waktu yang melingkar, metamorfosis. Orang-orang melintas, datang, singgah, pergi, dan menghilang.
AYAH :
Jangan cengeng, Sitty ! Ayo, berdiri. Ayo! Bangun, nak. Lepaskan kemanjaan...dst.
SUARA-SUARA :
Sitty jadi muara, Ayah. Tempat segalanya berakhir. Akhir dari kepedihan, akhir dari segala dendam. Akhir dari mimpi-mimpi yang dihanyutkan orang dari hulu, dari masa lalu. Telah jadi kisah, Ayah. Yang melahirkan seribu tafsir.... Meski kita tidak pernah tahu kapan episode ini berakhir....
LAMPU PERLAHAN MENYURUT. PADAM.
SELESAI
Bukandiya april-mei 2004
BIODATA PENULIS
Nama : Ilham Yusardi
TTL : Padang, 28 April 1982
Alamat : Jl. DR. M. Hatta RT 05 / RW 01 No. 29-30 Anduring Padang 25151
Alamat Surat : Himpunan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra Univ. Andalas Padang PO. BOX 235.
Status : Mahasiswa Sastra Indonesia FSUA angkatan 2001
Aktivitas : Menulis puisi, cerpen, esai. Aktif di Teater LANGKAH FSUA, HMJ SASINDO, Teater GARAK. Pernah ikut berbagai pementasan teater. Diantaranya; “Suara-suara Patung” karya Mila K. Sari, “Primordial II” karya S. Metron M. Di beberapa kota di Sumatera Barat.
No. Rekening : 107.750093953.901 Atas nama HARIYANTO. Kantor BNI Capem. Andalas Limau Manih.
Sebuah sandiwara remaja
Symphoni
anak jalanan
Karya : IGN. Arya Sanjaya
Sebuah sandiwara remaja
Symphoni Anak Jalanan
Karya : IGN. Arya Sanjaya
Pemain
Atet = pengamen
Iwo = pengamen
Kemal = pengamen
Abdul = petugas
Nasir = petugas
Komandan
___________________________________ Symphoni anak jalanan
Babak Satu
Di sepotong trotoar sebuah jalan di sebuah kota, tiga remaja tanggung, Atet, Iwo dan Kemal sedang mengamen. Iwo sering bermimpi, Atet sangat acuh dengan dirinya dan Kemal senantiasa menepuk-nepuk perutnya yang selalu kelaparan. Mereka sedang menyanyikan sebuah lagu berirama dangdut.
Lagu Pengamen
Mondar-mandir di sela-sela mobil
nyanyi-nyanyi sampai suaraku sember
hilir-mudik di antara rumah makan
senyam-senyum sampai bibirku dower
andai saja kupunya rumah mobil juga
ku tak akan sengsara
andai saja kudapat hasil berjuta-juta
pasti aku traktir semua
( kepada penonton ) mau, mau, mau ...
Kemal : Dapat berapa kita hari ini ?
Atet : Sebentar, aku hitung dulu. ( Menghitung uang recehan, penghasilan mereka )
Iwo : Eh, kawan-kawan, tadi malam aku bermimpi kejatuhan durian !
Atet : Benjol dong kepalamu. Eh, Wo, jangan mimpi- mimpi melulu deh !
Iwo : Memangnya kenapa kalo aku mimpi ketiban durian ?!
Kemal : Kita jadi kebelet pingin durian dong ! Ah, bego kamu !
Iwo : Iya, mimpi dulu, nanti benerannya !!
Kemal : Dasar tukang mimpi !
Atet : Sudah, sudah ! Eh, Wo, Mal, lumayan juga penghasilan kita hari ini.
Iwo + Kemal : Berapa ?!
Atet : Tiga ribu dua ratus rupiah.
Kemal : Berarti kita bisa makan sama-sama sebungkus nasi kuah sayur dong ...
Tiba-tiba dua orang petugas datang dari sebuah sisi panggung, bergegas sambil meniup peluitnya. Setelah kejar-kejaran, akhirnya anak-anak itu terperangkap di salah satu pojok.
Abdul : Eh, eh, mau lari kemana kalian, hah ?!
Bertiga : Maaf pak, apa salah kami ?!
Nasir : Sudah sering dikasih tahu masih bandel juga, memangnya kalian mau jadi jagoan ya ?!
Iwo : Ampun pak, kami sungguh tidak mengerti.
Abdul : Kalian dilarang ngamen di sekitar tempat ini, tahu !!
Kemal : Maaf pak, kami tidak tahu, pak !
Nasir : Dasar anak brekele, kamu ...
Atet : Betul pak, kami bener-bener tidak tahu. Baru pertama kali ini kita bertiga ngamen disini !
Abdul : Baru pertama-baru pertama, eh, kalian kira kita berdua buta apa ?! Sudah sering aku lihat kalian pada genjrang-genjreng di sekitar sini ...
Iwo : Barangkali bukan kami, pak !
Nasir : Pokoknya aku tidak mau tahu, yang jelas malam ini kalian bertiga yang kami tangkap. Sekarang, ayo ikut ke kantor. Ayo cepat, cepat, cepat ...!!
Bertiga : Tapi pak, bukan kami, sungguh bukan kami ...
Ketiga anak itu digiring oleh petugas, mereka semua keluar.
Babak dua
Keesokan harinya di kantor petugas. Iwo, Kemal dan Atet duduk di bangku panjang, dua petugas, Abdul dan Nasir mendampingi mereka. Abdul duduk di belakang meja, sementara Nasir berdiri mondar-mandir dengan pentungan karet di tangannya.
Nasir : Nah, hari ini kalian bertiga akan dibebaskan. Tapi ingat, jangan sekali-sekali kulihat lagi kalian ngamen di tempat itu lagi. Berisik tahu !! Bapak pejabat yang rumahnya dekat situ empet matanya ngeliatin kamu-kamu semua... ngerti, nggak ?!
Bertiga : Ngerti bang, eh, pak !
Tiba-tiba telepon berdering, Abdul mengangkatnya. terdengar suara komandan memanggilnya menghadap kemejanya.
Komandan: Dul, harap segera datang keruangan saya !
Abdul : Siap, komandan. ( pergi ke meja komandan, yang ada di ruangan itu juga, di atas level yang agak ditinggikan )
Abdul : Siap, komandan !
Komandan: Duduklah.
Abdul : Terima kasih, ‘dan !
Komandan: Begini Dul, aku sedang bingung nih. Hari ini anakku yang nomor dua akan berulang tahun. Dan kami ingin sedikit ada perayaan di rumah, karena dia ingin mengundang beberapa temannya. Selain makan-makan ala kadarnya, aku juga minta seorang pemusik, organ tunggal untuk memeriahkannya. Tapi dasar apes, tadi pagi dia telpon, katanya nggak bisa tampil karena bapaknya meninggal. Nah, aku jadi bingung mencari gantinya ?! Kira-kira kamu punya kenalan yang bisa nyanyi nggak ?!
Abdul : Kenalan ? Rasanya nggak ada komandan.
Komandan: Atau, tolong cari tahu deh !
Abdul : Baik komandan. ( Hendak berbalik, tiba-tiba ingat sesuatu ) Maaf komandan, bagaimana kalau pengamen yang kami tangkap tadi malam saja kita suruh tampil di rumah komandan ?!
Komandan: Pengamen ?!
Abdul : Iya, komandan !
Komandan: Kamu menangkapnya di mana ?
Abdul : Di depan rumah boss, komandan.
Komandan: Oh, begitu. Ehm, boleh juga. Tapi apa mereka bisa bernyanyi dengan baik ?! Jangan-jangan mereka hanya bisa nyanyi sepotong-sepotong saja, kan di jalan mereka nggak pernah nyanyi utuh ?!
Abdul : Oh ya, ya ?! Tapi bagaimana kalau kita test saja mereka, komandan ?!
Komandan: Maksud kamu ?
Abdul : Ya, kita suruh mereka menyanyikan sebuah lagu, yang utuh tentu saja. Nah, kalau komandan anggap layak, kita tampilkan mereka di rumah komandan.
Komandan: Wah, bagus juga ide kamu. Tidak sia-sia ku manggil kamu kemari. Dimana mereka ?
Abdul : Di ruangan sebelah, komandan. Sedang diberi pengarahan oleh Nasir.
Komandan: Kalau begitu mari kita temui mereka. ( mereka berdua pergi ke ruang sebelah ).
Nasir : Siap, selamat pagi komandan !
Komandan: Pagi, semua baik-baik saja Sir ?
Nasir : Baik, komandan.
Komandan: Terima kasih. Begini Sir, tadi aku sudah cerita sama Abdul, aku butuh penyanyi untuk ulang tahun anakku Ria nanti malam. Aku ingin anak-anak ini bisa tampil, tapi sebelumnya aku ingin mendengarkan mereka menyanyikan sebuah lagu dulu.
Nasir : Siap, komandan ! ( terus mendekati para pengamen ). Kalian bertiga, kalian betul-betul beruntung, kalian bertiga mendapat kesempatan yang bagus kali ini. Kalian diminta tampil dalam acara ulang tahun anaknya bapak komandan.
Atet : Kami diminta tampil, wah kesempatan bagus nih ...
Iwo : Ya, betul !
Nasir : Tapi, tentu saja kalau kalian lulus test. Sekarang kalian diminta untuk bernyanyi di hadapan komandan. Ayo, nyanyikanlah sebuah lagu, lagu apa saja, yang penting enak didengar dan sopan, jangan lagu protes-protesan, awas kalau macam-macam !!
Kemal : Baik, pak. Ayo kita nyanyikan sebuah lagu kawan.
Iwo : Iya, tapi lagu apa ?
Kemal : Lagu Judul-judulan aja ?!
Iwo : Jangan, itu saru ...
Atet : Bagaimana kalau lagu plesetannya kang Harry itu ?
Iwo : Jangan, itu masuk kategori lagu protes, kan nggak boleh katanya.
Kemal : Kalau begitu, lagu ( menyebutkan sebuah judul lagu yang akan di tampilkan ) saja !
Iwo : Ya, ya, lagu itu aja, tapi kamu hafal nggak ?!
Kemal : Hafal dong ...
Atet : Oke, kalau begitu !! Pak, kami siap pak !
Nasir : ( setelah mohon persetujuan komandan ) Baik, mulailah.
Mereka bertiga mulai menyanyikan sebuah lagu ( yang judulnya sudah disebutkan diatas ) yang sesuai dengan situasi serta kondisi di tempat pementasan.
Selesai nyanyian, komandan, Abdul dan Nasir bertepuk tangan.
Komandan: Bagus, bagus !!
Abdul : Dahsyat, man !!
Nasir : Asyiikkkk !!!
Komandan: Nah, sekarang bersiap-siaplah kalian. Biar kostumnya nanti diatur oleh Abdul dan Nasir. Ayo kita berangkat ( mereka keluar )
Babak tiga
Esok harinya, di kantor dua petugas, Abdul dan Nasir ngobrol tentang pesta anak komandan mereka tadi malam.
Abdul : Meriah banget pestanya si Ria tadi malam ya, Sir !!
Nasir : Ya, makanannya enak-enak dan melimpah, teman-temannya si Ria juga cantik-cantik dan seksi-seksi, wah, betah aku jadinya. Dan anak-anak itu juga nyanyinya nggak malu-maluin, kompak dan apik deh.
Abdul : Ya, walau peralatan mereka sederhana, tapi penampilan mereka tetap memikat. Sampai semua yang hadir terpikat dan terkagum-kagum dibuatnya.
Nasir : Eh, kira-kira komandan datang nggak hari ini ?!
Abdul : Aku jamin, nggak bakalan. Paling-paling dia sedang molor kecapaian ! ( Tiba-tiba masuk sang komandan )
Komandan: Siapa yang kamu bilang molor, Dul ?!
Abdul : Eh, itu komandan, ehm .. anak-anak itu ...tentu mereka kecapaian.
Komandan: Oh ya, tapi dimana mereka, ya ?!
Nasir : Kurang tahu, komandan.
Komandan: Dimana kira-kira aku bisa menemukan mereka ?!
Abdul : Apa mereka sudah nyolong sesuatu dari rumah komandan ?!
Nasir : Betul komandan, apa mereka sudah berlaku kurang senonoh di pesta tadi malam ?!
Komandan: Tidak, tidak. Kalian salah sangka. Tadi malam aku tidak melihat mereka pulang. Jadinya belum sempat mengucapkan terima kasih.
Abdul : Oh, saya kira mereka tak tahu diri dan berbuat kacau.
Nasir : Ya, saya juga mengira mereka telah mempermalukan komandan di depan para undangan komandan.
Komandan: Oh, tidak-tidak. Malahan tamu-tamuku banyak yang memuji mereka. Banyak diantaranya yang menanyakan dimana aku menemukan mereka. Dan sekarang aku mau minta tolong pada kalian berdua untuk menemui mereka.
Abdul : Mereka disuruh tampil lagi, komandan ?!
Komandan: Tidak, aku hanya ingin menyampaikan ucapan terima kasihku pada mereka. Karena mereka telah tampil dengan baik dan dapat menghibur tamu-tamuku. Tolong sampaikan ini kepada mereka. ( Menyerahkan amplop ). Nah, aku pulang dulu, karena ada urusan yang harus kubereskan dulu, berkaitan dengan pesta tadi malam.
Abdul + Nasir : Baik, komandan !
Komandan: Tolong sampaikan kepada mereka sekarang juga !
Abdul + Nasir : Siap, komandan !! ( Komandan keluar )
Abdul : Sir, ayo kita berangkat ..
Nasir : Ayo !!! ( mereka berdua keluar )
Babak tiga
Sepotong trotoar di sebuah jalan, di sebuah kota. Abdul dan Nasir berjalan mencari Atet, Iwo dan Kemal. Terlihat keringat mulai menitik di dahi mereka, karena mentari mulai meninggi. Sambil berjalan mereka mendendangkan potongan lagu.
Abdul : Mengamen jangan mengamen
kalau tak pada tempatnya
mengamen boleh saja
asal dibagi dua ...
Nasir : Huusss ...
bertugas harus bertugas
tak boleh karena terpaksa
bertugas tentu saja
suka atau tak suka ...
Abdul : Sir, kearah mana kita harus mencari mereka, ya ?!
Nasir : Kesana !!
Abdul : Kenapa kesana ?
Nasir : Karena disana ada warungnya si Mawar, si janda bahenol ...
Abdul : Dasar buaya kamu, ayo ... ( mereka berjalan sebentar ) Wah, lumayan capek nih.
Nasir : Ya, kakiku juga mulai pegel nih.
Abdul : Tapi kemana perginya anak-anak brekele itu, ya ?!
Nasir : He-eh, kalau dicari menghilang bagai setan, nah kalau lagi nggak dicari, eh, malah ngibing di depan mata. Dasar apa tuh ..., kata kamu ?!
Abdul : Brekele ...
Nasir : Ya, brekele ...
Abdul : Tapi ngomong-ngomong, apa ya isi amplop itu ?!
Nasir : Maksud kamu ?
Abdul : Iya, amplop yang diberikan komandan untuk anak-anak itu.
Nasir : Huss, ini amanat tahu !!
Abdul : Eeeh, aku kan cuma pengen tahu isinya doang.
Nasir : Iya, ya. Apa ya, kira-kira isinya ?
Abdul : Makanya, buruan buka, biar kita tidak penasaran.
Nasir : Tapi dosanya kita bagi dua, ya ?!
Abdul : Dosa-dosa, buruan ah ! ( Nasir mengeluarkan dan membuka amplop ).
Nasir : Duit, isinya duit Dul !!
Abdul : Berapa banyak ? ( Nasir menghitung )
Nasir : Dua ratus ribu !!
Abdul : Dua ratus ribu ?! Wah banyak juga, ya !
Nasir : Iya, banyak ...
Abdul : Bagaimana kalau kita meminjamnya sedikit untuk sarapan ?
Nasir : Meminjam bagaimana maksud kamu ?
Abdul : Ya, kita kan tidak mencuri atau merampoknya, kita hanya meminjamnya. Ya, hitung-hitung ongkos pengantaran. Nanti kalau kita ada rezeki kita kembaliin kepada mereka. Anu, ngomong-ngomong perutku sudah keroncongan, nih !!
Nasir : Boleh juga ide kamu. Tapi, dosanya kita bagi dua, ya ?!
Abdul : Dosa-dosa, buruan ! ( Nasir mengambil satu lembar 50 ribuan, segera dirampas oleh Abdul, kemudian dengan malu-malu dia mengambil 50 ribuan satu lagi untuk dirinya )
Kemudian, masuk Atet dan Kemal sambil berdendang. Kedua petugas itu buru-buru menyelipkan uang kutipan serta amplop itu kedalam kantung baju mereka.
Nasir : Itu mereka, hai .. kamu !! ( mendengar teriakan itu, atet dan Kemal lari, terus dikejar oleh kedua petugas. Mereka lari keliling panggung )
Abdul : Tunggu, tunggu dulu !! Kami datang bukan mau menangkap kalian ...
Atet : Terus, mau ngapain dong ?!
Nasir : Mau ngasihin uang !!
Kemal : Ngasih uang buat apa ? ( mereka berhenti berkejaran )
Abdul : Kamu aja yang ngejelasin, Sir.
Nasir : Bapak komandan ingin menyampaikan ucapan terima kasih ala kadarnya. Karena berkat penampilan kalian yang bagus, tamu-tamunya menjadi terhibur. ( Nasir menyerahkan amplop terus keluar bersama Abdul. Sementara Atet dan Kemal bengong, seperti nggak percaya dengan kenyataan yang mereka hadapi )
Kemal : Duit ?! Wah, berapa banyak isinya, ya ?!
Atet : ( Mengeluarkan isi amplop ) Seratus ribu ...
Kemal : Banyak amat ! Eh, Tet bagaimana kalau kita pinjam sedikit buat sarapan, perutku lapar nih !!
Atet : Tapi ini amanat buat kita bertiga. Bagaimana kalau kita tunggu Kemal dulu, sebentar lagi pasti dia datang. Nanti kita sarapannya sama-sama, bagaimana ?! ( Iwo masuk ) Tuh, Iwo sudah datang.
Iwo : Maaf friends, aku kebelet tadi. Tapi sekarang sih sudah lega, kita berangkat ?!
Atet : Wo, tadi petugas yang menangkap kita kemarin datang kemari. Komandannya menitipkan duit buat kita ...
Iwo : Duit, berapa banyak ?!
Kemal : Seratus ribu.
Atet : Nah, ini uangnya. ( menyerahkan amplop ).
Iwo : Baik juga hati komandan itu, ya ?!
Atet + Kemal : Ya !!
Iwo : Nah, sekarang mari kita pergi kerumah makan Padang yang di belokan jalan itu. Kita pesan nasi kapau dengan ayam bakar bumbu balado yang lezat itu, setuju ...
Atet + Kemal : Let’s go ... ( mereka berjalan berputar-putar sambil bernyanyi )
Lagu Symphoni Anak Jalanan
Kucoba-coba menapis madu
madu kutapis sengat kudapat
kucoba-coba menulis lagu
lagu kutulis uang kudapat
Jamane-jamane jaman edan
asyik jadi anak jalanan
walaupun susah mencari makan
namun tak pernah menjadi beban
Sungguh enak anak-anak jalanan
anak jalanan banyak kawannya
walau disaku uang tak ada
tetap berdendang tertawa-tawa
Selesai
Parakan Resik, Mei 2004.
BIODATA PENULIS :
NAMA : IGN. Arya Sanjaya
ALAMAT : Jl. Parakan Resik No. 14
Bandung
Telp. : (022) 7501232
Syair Kamelia
pp
Naskah oleh : Tri Aamalia Lestari
BAG. I
Disuatu tempat kecil di Batavia, terdapat sebuah kampung bernama kampung melayu. Disana terdapat komunitas kecil daripada orang-orang melayu yang merantau. Tercipta suasana kampung yang asri seperti di kota melayu layaknya. Para penduduknya senang bersenda gurau. Di depan halaman rumah, Kamelia sedang menyapu halaman lalu lewatlah beberapa orang pemuda yang menyapa Kamelia dengan lirikan dan siulan, sesekali menyeru gadis desa itu. Kemudian disusul teman-teman dan tetangga Kamelia. Merekapun saling menyapa bersenda gurau penuh keramahan, saling memberi nasehat dengan bersenandung dan menari bersama.
Setelah suasana kembali sepi, Kamelia meneruskan pekerjaannya di teras. Dari kejauhan datang Samsul dengan luka-luka di tubuhnya.
Kamelia : “ Abang ade apeni bang… ? Uww… pastilah abang betengka lagi, iye kan ? Sudah berape kali abang mace mini,tak jera ke ? ” ( sambil mengobati luka-luka Samsul ).
Samsul : “ Bukannye abang yang nak betengka, merekelah yang berani-berani nak tantang abang jadi ye abang terime aje. Tapi asal kau tau Kamelia, abang babak belo macam ni bukannye kalah, abang dihantam oleh tujuh orang Jawe tu, soal kecillah tu, satu due kali pukul tunggang langgang lah mereke lari.
Ha….ha…. ”
Kamelia : “ Abang-abang, jadi betul abang betengka lagi dengan orang-orang Jawe tu. Alamakjang……hari ini tujuh orang besuk sepuluh orang besok lagi satu kampunglah nak pukul abang, teruklah badan ! Kenapelah abang ni, suke sangatlah abang betengka, Kamelia yakin pasti abang yang belagak, itulah yang buat mereke meradang. ”
Samsul : “ Eh Kamelia sini abang nak cakap, kite ni orang Melayu yang terkenal jago dan terhormat jadi pantanglah bagi abang dikalahkan same orang-orang Jawe yang ilmunya tak cukup ( sambil menunjukkan kelingking ) pantang dek abang cume nak tunjuk meski kite ni tinggal di negeri orang tapi kite ni tetap orang Melayu yang hebat dan pantang menyerah.”
Kamelia : “ Abang cakap macam cume abang yang paling terhormat dimuke bumi ni. Sebut aje pengase jagad raye, nak menyaingi Tuhan ke ? kite ni duduk dekat perantauan bang, ini negri orang janganlah suke mengacau. Kite cume hidup bedue, mesti boleh jage diri dan adapt, tetapi bukan bemakne abang mesti betengka dengan orang-orang sini. Orang takkan hormat kite atau anggap kite ni terhormat, bile kite juge tak sopan. ”
Samsil : “ Hei kenape ni adek abang jadi marah-marah. Buruklah orang tengok, nanti orang kate bunge dese yang parasnye bak rembulan tu da redup.”
Kamelia : “ Abang dengalah cakap Kamelia kali ni aje, janganlah abang betengka lagi, abang tau sendiri kite ni masih dijajah Belanda, negri kite kan hanco, bile persatuan bangsa ini taka ade. Bukankah semestinye bangsa yang beragam ini menjadi satu buat menghadapi Belande. Entah tu orang Jawe, Melayu, Betawi ataupun Sunde, mereke semue tu saudare kite, hargailah prajurit yang susah payah beradu di medan perang ”.
Samsul : “Cakap kau macam ceramah kopral aje, sudahlah yang penting abang kau ni selamat, cume itukan yang kau risaukan. Kau tu
taulah alasan sebenarnye,abang betengka ni kerne abang tak suke dengar mereke betaruh demi merebutkan kau. Mereke pikir kau ni emas ape ? aku tak terime orang-orang Jawe tu perlakukan kau mom tu dan aku juge…. ”
Kamelia : “ abang sekali lagi Kamelia cakap, janganlah abang betengka lagi, Kamelia cume punye abang kalau abang terluke atau terbunuh siape nak tolong Kamelia ni ? ”
BAG. II
Disela pembicaraan Hamidah datang sambil berlari kecil.
Hamidah : “ Kamelia…! Kamelia…! ”
Kamelia : “ Hamidah kenape kau ni ? Ade ape ? ”
Hamidah : “ Ini aku…... ( terpotong karena terkesima melihat Samsul yang ada disebelah Kamelia ). Dia abangmu ? ( sambil berbisik dan tersenyum malu ).
Kamelia : “ Betul kenape ?... Owwh aku pahamlah ( sambil berbisik ). Bang Samsul die ni kawan Kamelia, namenye Hamidah orang Betawi asli, die ni jugelah yang kerap beri semur jengkol kesukaan abang tu. ”
Hamidah : ( Tersenyum salah tingkah sambil mencubit Kamelia lalu mengulurkan tangan pada Samsul dan disambut hangat pula )
“ Ngomong-ngomong abang suka semur jengkol juga ye ? Duh… aye jadi semangat ni masak, bukannya ape-ape bang, ancing aye punya kebun jengkol sebelas hektar bang, jadi enggak bakalan deh kehabisan kalau abang pesan semur jengkol ama aye . Kalau perlu Midah anterin setiap hari kalau abang demen mah ? ”
Samsul : “ Ah tak payahlah nanti buat susah Midah. Tapi abang betul-betul sukelah dengan semur jengkol Midah tu. Abang nak saran supaye Midah tu buke kedai aje. Sebenta ye abang nak ke belakang, cakap-cakap lah kalian dulu ”.
Kamelia : “ Hai Midah ade ape ni kau cari aku, ade laying ke untuk aku ? ”
Hamidah : “ Kinclong juga otak lu, tau aje aye bawa beginian ( menyerahkan surat ). Eh abang lu cakep juga ye ? Kenapa nggak lu kenalin dari kemaren-kemaren ”.
Kamelia : “ Terime kasih ye Midah tak percume lah aku ni punye anak tukang pos. ”
Hamidah : “ Eh non ( menepuk bahu Kamelia ) aye ngomong abang lu, kenapa nggak kemaren-kemaren lu kenalin ke gue ? Heh dengar kagak sih ! ”
Kamelia : “ Iye….iye kalau takdir nak temukan kalian sekarang tak ape lah kan ”.
Hamidah : “ Gue sih sebenarnya udah sekali ngeliat abang lu, waktu abang lu berkelahi dipasar sama Jarwo, tapi aye kan belum tau ntu abang lu. ”
Kamelia : “ Ape cakap kau lah Midah, sekarang ni aku nak bace layang, pergilah kau balek dulu nona manis. ”
Hamidah : “ De ile keterlaluan banget lu jadi temen, baru aja gue kasih surat diusir ! ”.
Kamelia : “ Bukannye macam tu, aku nak bace laying sorang aje, malu lah aku ditengokkan engkau. ”
Samsul : “ Hem…hem… “ ( keluar dari pintu dan mengejutkan Kamelia dan Midah ).
Kamelia : “ Ah tak ade ape-ape lah bang, tak taulah Midah ni katenye nak balek ( Midah mencubit Kamelia ) Auww….sakit tu ” ( Kamelia tertawa usil ).
Hamidah : “ Kagak kog bang, aye masih betah disini, beneran deh bang.. ”
Samsul : “ Iye,janganlah dulu terburu-buru nak balek, nanti aje kalau rase masih betah. Oh iye Kamelia abang nak keluar sebenta, engkau abang tinggal tinggal dulu ye dengan Midah ” ( wajah Midah langsung kaget ).
Kamelia : “ Oww….. tapi nak kemane kea bang ni ? ”
Samsul : “ Abang nak mandi ke sungai sebenta ”.
Hamidah : “ Eee… ke sungai ye bang ye, kalau gitu aye jadi pulang deh.
Kan mumpung ada yang nemenin aye. ”
Kamelia : “ Uww…. Macam manelah Midah ni, tadi cakap masih betah ”.
Hamidah : “ Setelah aye pikir-pikir, mendingan aye pulang aje deh, ntar dicariin enyak lagi. Pan pas tuh jalan mau ke sungai leat juga rumah aye, nanti deh Midah kenalin sekalian abang ama enyak babe aye….. barangkali… he… he…”
Samsul : “ Ye tak ape-apelah kalau memang macam tu, jage rumah baek-baek ye Kamelia, Assalamualaikum ”.
Kamelia : “ Waalaikumsalam ( menggerutu sambil membuka surat ), macam manelah Midah tu, tapi syukurlah die juge pergi ” ( baca surat dr. Satrio ).
Kepada pujaan hatiku Kamelia,
Apa kabarmu adinda ? Kanda harap dinda selalu dalam perlindungan-Nya, Amin. Kabar kanda pun baik-baik disini. Maaf apabila telah lama menanti datangnya kabar dari kanda. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi kanda yang tidak memungkinkan dapat memberi balasan kabar untuk Kamelia. Saat ini kanda masih berada di kampung, baru saja minggu lalu kanda pergi lagi ke medan pertempuran. Berperang melawan Belanda. Sayangnya pasukan kita sedikit, sehingga kita kalah dan kandapun ikut terluka, tapi Kamelia tak usah gundah dan gelisah sekarang kanda sudah sehat dan bisa membalas suratmu. Mungkin karena kekuatan cinta kita yang membuat kanda terus bertahan dan berjuang. Seandainya Kamelia tahu teramat dalam kerinduan kanda padamu pukaan hatiku. Percayalah kanda begitu amat sangat merindukan Kamelia. Parasmu bak purnama bersinar selalu kanda kenang dan terngiang-ngiang diingatan serta meracuni seluruh nadi ini. ( sebentar mendekapsurat lalu membaca lagi ) Oh ya Kamelia, ada kabar baik untuk kita berdua,kanda diperbolehkan pulang sebentar. Kanda harap Kamelia dapat menanti kanda pada malambulan purnama di bulan Agustus di taman tepi utan. Kanda akan datang padamu tentulah dengan membawa sekantong hati untuk Kamelia. Kiranya sekian kabar dari kanda. Ingatlah sebentar lagi kita kan bersua. Ada satu permintaan kanda, kanda ingin Kamelia datang dengan sematan bunga dahlia di sanggulmu. Wassalam.
Kekasihmu,
Satria
( Kamelia merasa sangat bahagia demi mendengar kekasihnya datang )
BAG. III
Di suatu taman di bulan purnama, Kamelia duduk seorang diri menanti kekasihnya akan datang. Sekian menit, sekian jam dinanti tak kunjung datang, sesekali ia mengira yang datang adalah kekasihnya, tapi ternyata hanyalah orang-orang yang lewat disana. Puas sudah menunggu malampun semakin larut, lalu ia bergumam.
Kamelia : “ Kanda…. Dimane ke kanda saat ni, ade ape lah dengan kanda, ade sesuatu ke yang menimpe atau kanda lupe dengan janji kite ? ( mengambil selipan bunga dahlia di sanggul ), meskipun bunge dahlia ni layu, Kamelia kan tetap menanti. Tapi …. Betulkah kanda akan datang ? Bukannye aku ragu, aku ni cume cemburu dengan purname yang bersinar tu. ( Sejenak termangu dan menggenggam surat dari satria, lalu dia bersenandung ).
Sekarang Kamelia taulah kanda ni takkan datang, Kamelia cume terbuai dengan rayuan kanda ”.
( akhirnya Kamelia pun beranjak pergi, belum lagi selangkah melangkah, datang dua orang pemuda mencoba menggoda Kamelia ).
Pemuda 1: “ Mau kemana nona manis… kok sendirian malam-malam begini ?”
Pemuda 2: “ Iya, lagi kesepian ya… boleh dong kita temenin ” ( mencolek badan Kamelia ).
Kamelia : ( mulai sebal & setengah marah ) “ Hey janganlah kurang ajar kau ni ”
Pemuda 1: “ Wuih…galak ! Masak begitu aja kok marah to mbak, ojo nesu mbak…nanti elek lho mukane ” ( Menghalang-halangi Kamelia )
Pemuda 2: “ Lha…daripada nganggur mendingan jalan sama kangmas Jaduk dan mas Sugina ” ( mengerdipkan mata )
Pemuda 1: “ Duk, hati-hati kowe ngerayu,inikan adeknya Samsul to ? Anak kampung Melayu. ”
Pemuda 2: “ O..begitu to ? Pantes kudengar dari jauh merdu buanget suaranya….kayak Siti Nurhaliza he..he..he..tapi nggak papa to kalau aku colek sedikit badannya, mumpung nggak ada Samsul. Ayo No…arep melu nyolek ora ?”
Kamelia : ( memukul tangan pemuda 2 tadi ) “ Jangan cobe-cobe nak pegang aku atau aku teriak ! ”
Pemuda 1: “He…he…he..mau berteriak katanya Duk, piye ? Tapi…sik tak colek sithik. ” ( mencolek pipi ).
Kamelia : ( mulai gelisah & mengelak ) “ Tolong…tolong…! Tolong saye…! ”
Pemuda 2: “ Mau panggil sopo ? Saiki wis gelap, ndak ada yang denger. Percuma ha..ha..ha..ha.. ” ( tiba-tiba dari balik hutan Samsul datang dan melihat adeknya dipermainkan oleh dua pemuda tadi, Samsul pun marah ).
Samsul : “ Hey awas kau ! lepaskan adekku atau kubuat mampus kau “ ( 2 pemuda tadi melepaskan tangan Kamelia tapi Samsul tetap menghajar dua orang tadi, lalu tiba-tiba datang Jarwo musuh Samsul ).
Jarwo : “ Ada apa ini ? ” ( dua pemuda tadi langsung menghampiri Jarwo dan mengadu ).
Pemuda 1: “ Itu kang Jarwo, Samsul memukul kita berdua padahal kami cuma mau nganter adeknya kang. ”
Samsul : “ Bangsat !!! cakap ape kau ni ?! Sini kan ku buat patah batang leher kalian semue ! ”
Jarwo : “ Samsul !!! Aku tahu kau hebat tapi kamu jangan berani-berani lawan anak buah Jarwo ! Kalau kau memang bernyali, langkahi dulu mayatku. Aku juga masih ingat kekalahanmu kemaren, apa kau lupa ?! ”
Samsul : “ Tak payah banyak cakap kau Jarwo, lawan aje aku ! Jangan salahkan aku bile kubuat habis kau malam ni juge ! ” ( akhirnya terjadilah perkelahian sengit antara Jarwo dan Samsul, Kamelia mencoba melerai mereka tapi percume ).
Kamelia : “ Abang, sudah bang berhenti !! Janganlah betengka bang…cukup…!! “ ( tak ada yang menghiraukan Kamelia ).
Samsul : “ Kamelia cepat kau pergi dari tempat ni ! cepat..! “
Kamelia : “ Tapi bang… Kamelia tak mau tinggalkan abang…”
Samsul : “ Bodoh !!! Nak mampus ke kau disini ? cepat pergi ! Dengarkan cakap abang ! cepat !” ( Kamelia tidak mau pergi, hanya menepi ).
Kamelia : “ Tidak, Kamelia tak akan pergi bang ! ”
Samsul : “ Terserah kau lah bile kau nak pilih mampus disini ! ”
Jarwo : “ Tenang Samsul…adekmu tidak akan kubunuh, justru sebaliknya akan kujadikan istri ketigaku. ”
Samsul : “ Diamkau !!! ” ( setelah lama berkelahi akhirnya Samsul menang juga melawan Jarwo dan anak buahnya babak belur )
Jarwo : “ Awas kau nanti, ingat akan kubayar hutangku padamu.
Sekarang kau boleh menang, tapi aku akan bales ini !! Cuih ” ( Jarwo langsung lari ).
Kamelia : ( mendekati dan menuntun Samsul ) “ Abang…abang tak ape-ape ? Luke abang tampak parah, marilah kite cepat balek kerumah aje ”.
Samsul : “ Kemane aje kau ! Untung ade abang cube bile tak ade, mampuslah kau Kamelia ! ”
Kamelia : “ Maafkan Kamelia bang, tak ade maksud Kamelia nak susahkan abang, apalagi nak buat abang terok macam ni ”.
Samsul : “Ahh…sudahlah kite cakap dirumah aje ” ( Akhirnya mereka kembali pulang ke rumah ).
BAG. IV
Didepan teras Kamelia mengobati luka Samsul.
Samsul : “ Aku heranlah dengan kau ini Kamelia, entah ape yang timpe kau sekarang ni, ah ! abang tak tau lah. Ape sebenernya yang kau sembunyikan dari abang ? kenape kau pergi tak cakap dulu dengan abang ?”
Kamelia : “ Ehmm.. emm sebetulnya Kamelia… tadi sedang nantikan seseorang ”.
Samsul : “ Seseorang..? Seseorang ape maksud kau ni ? Laki-laki atau perempuan ? !” ( penasaran ).
Kamelia : ( menunduk ) “ anu…hem… laki-laki bang ”.
Samsul : “ Ape ? jadi kau tadi jumpe dengan laki-laki dan abang tak tau ?! ”.
Kamelia : “ Kamelia tak jumpelah dengan Satrio, die tak datang, kami cume buat janji nak jumpe sebenta disane “.
Samsul : “ Owhh.. namenye Satrio. Orang mane ?!!!.
Kamelia : “ Anu… hmm.. dieorang Jawe ”.
Samsul : “ Orang Jawe !!! Kamelia.. Kamelia sudah berape kali abang cakap, janganlah sekali kali dekat dengan orang-orang Jawe macam mereke tu ! ” ( memukul meja ).
Kamelia : “ Tapi bang… Satrio bukan orang yang macam abang bayangkan, tak macam orang-orang Jawe tadi. Die seorang prajurit yang saat ini ade di medan perang melawan penjajah, die tu orang baek bang.. Dulu kami jumpe ketike kite datang pertame kali di pulau seribu. Masih inget kea bang ? Die yang selamatkan Kamelia, ketike Kamelia jatuh di pangkalan, ingat kan bang ? ”
Samsul : ( Sedikit berfikir ) “ Tak ” !!.. Pokoknye abang tak nak tau, lepaskan hubungan kau tu, abang tak ndak kau dekat dengan orang Jawe manepun, abang dah muak !!!! ”.
Kamelia : “ Abang diracun kepicikan akal dan otak yang kotor ! Kamelia ni tak sedang betaruh asal muasal tapi betaruh cinte bang…”
Samsul : ( ingin memukul Kamelia lalu diurungkan ) “ Tau ape kau soal cinte hah !!!!”.
Kamelia : ( masuk kedalam rumah sambil menangis )
Samsul : ( Lalu Samsul pun menyusul masuk tanpa rasa bersalah )
BAG. V
Kamelia menyalakan lentera diteras rumah, beberapa saat kemudian Dahlia dan Nurul datang.
Kamelia : “ Eh Nur, Dahlia, sudah tibe rupanye ”.
Dahlia : “ Marilah kite pergi, ustadz sudah menanti ”.
Nurul : “ Belum siap ke kau Kamelia ? ”.
Kamelia : “ Maafkan aku la… aku baru saje selesai menanak nasi. Jangan lah terburu-buru, lagipun Hamidah belum datang ”
Nurul : “ Oh iye ye, kawan kite satu tu belum datang ”
Dahlia : “ Kite tunggu aje lah dulu ye ” ( Dahlia dan Nurul duduk di teras ).
Kamelia : “ Eiyy… ngape ni kalian duduk diluar, masuklah tak sopan orang orang tengok tamu duduk diluar malam-malam macam ni, mari masuk ”
Dahlia : “ Ah tak ape ape, disini ajelah ”
Nurul : “ Oh ye Kamelie, kau punye banyak sulaman ke ? ”
Kamelia : “ Oh iye tentu, banyaklah aku punye ”
Nurul : “ Boleh ke kami nak tengok sebenta, mane tau ade yang aku suke… boleh lah juge bile aku nak beli. Ye tak Dahlia ? ”
Dahlia : “ Iye, aku setujulah tu ”
Kamelia : “ Ah kalian ni bise aje, marilah masuk ke dalam, biar kukasih tunjuk ” ( Mereka bertiga masuk kedalam lalu Samsul berselisih sebentar keluar sambil membawa ayam )
Samsul : “ Eh ade tamu kirenye, marilah masuk ” ( diteras Samsul menaruh ayam itu dalam kurunannya, sesaat kemudian Hamidah datang membawa rantang sambil tersenyum malu ).
Hamidah : “ Eh…. Ade abang, kebetulan deh abang disini, aye mau ”
Samsul : “ Owwwh… Midah, abang kire gadis manelah tadi, mari masuk, Kamelia dan kawan-kawan Midah sudah tunggukan Midah, "
Hamidah : “ Iye bang… bentar. Aye kesini sekalian mau ngasih ini bang…. ( memberi rantangannya ) sayur jengkol kesukaan abang he… he….“
Samsul : “ Betulkah ??? Terime kasih banyak ye Midah, tapi tak payah lah kerap betul beri abang semur jengkol, nanti abang bise minte terus, payahlah Midah jadinye ”
Hamidah : “ Ah… abang bise aje, kagak ape-ape bang aye ikhlas kok. ”
Samsul : “ Kau pandai betulah memasak, jaranglah ade gadis macam kau ni “
Hamidah : “ Duh… abang jangan bikin jantung aye berdebar-debar, ayekan kagak enak hati bang ” ( menyenggol Samsul )
Samsul : “ Eh abang ni sungguh-sungguh ”.
Hamidah : “ Ah abang bise aje, aye pan malu bang… ” ( menyenggol lagi ).
Samsul : “ Malu macam mane ni ? kau ni bile, malu tambah eloklah wajah kau tu ”
Hamidah : “ Ih… abang,, ( mencubit Samsul ) genit deh ! ngapa kagak dari dulu abang ngomong kayak gini… jadi pan kagak ade penyesalan diantara kite berdue bang ”.
Samsul : “ Kenape pulelah harus menyesal, bekenalan dengan orang sebaik Midah ni “
Samsul : “ Hamidah abang nak…… ”
Hamidah : “ Iye… bang… ” ( geer ).
Samsul : “ Hamidah………? “
Hamidah : “ Iye bang……… ”
Samsul : “ Midah…….? ”
Hamidah : “ Kenape bang…………..? ”
Samsul : ( berbisik ) “ Kawanmu dah diluar………. ”
Kamelia : “ Ehmm….. hmm ( mengagetkan Midah ). Eh Midah sudah datang rupanye “ ( sambil tertawa kecil ).
Dahlia : “ Kite ni dah lame nanti, kite sangke Midah tak ngaji… tapi taunye…? ” ( ha….ha…. ).
Hamidah : “ Eh kalian udah disini ya….. ”
Kamelia : “ Bawe ape kau tu Midah ? ”
Hamidah : “ Oh…… ini sayur jengkol buat abang elu, katanya pan kemarin habis sakit, banyak luka-lukanya, jadi ya aye pikir mendingan aye nengok sekalian gitu. Tapi bener deh…. Kagak ade ape-ape sama kite berdue, ye bang ye….. bener deh……. ”
Nurul : “ Ade juge, tak ape-ape lah Midah, iye tak Kamelia ? ”
Kamelia : “ Iye betullah tu ”
Samsul : “ Cakap ape kalian ni ? Sudahlah abang nak masuk dulu, hati-hati ye di jalan ”
Kamelia, Midah, Nurul dan Dahlia : “ Iye bang ” ( Samsulpun masuk kedalam ).
Hamidah : “ Eh……. Kamelia…. Gimane kemarin, jadi kagak ketemuan ame Satria…. Ups ( Kamelia mendekap mulut Hamidah ) kenape…… ? “
Kameia : “ Jangan keras-keras, nanti dengaran oleh abang aku, meradanglah die ”
Hamidah : “ Ye….. emang ngapa sih abang lu pake marah segale ? ”
Nurul : “ Taulah aku, pasti kau dilarang pacaran ye ? ”
Kamelia : “ Ssst…. Diam ! diam….. ! iye betul, tapi tak itu aje, yang lebih parah lagi aku tak jumpe dengan Satria, yang ade cume ketahuan bahwa aku ni punye pacar orang Jawe ”.
Dahlia : “ Owwh macam tu masalahnye, tapi ade ape dengan Satria, kenape die tak datang ? ”
Kamelia : “ Itu die masalahnye ( menunduk )…. Die…. Ah tak taulah aku, kenape die tak tepati janji, mungkin…. Die dah lupe dengan aku atau ade cinte lain dihatinye, aku tak tau lah ! Tapi sampai kapanpun aku nak nantikan die ”
Nurul : “ Memang payah punye pacar prajurit perang, iye betulah kite tau die beperang membele rakyat, tapi di tengah kampung yang sepi itu, mungkin aje die rase kesepian, lalu cari gadis dese lah die disane, iye tak ? ”
Kamelia : “ Janganlah kau takuti aku macam tu ”
Dahlia : “ Betullah cakap Nurul tu, die tak punye maksud nak takutkan engkau, cume saje die beri gambaran kenyataan, kehidupan orang di medan perang tu kejam. Kadang mereke rase lapar, sakit dan letih, hingge mereke pun tak bise bepikir jernih lagi, yang penting bagi mereke tu… bagaimane buat mereke bahagai dir mereke sorang dan melepas rase tegang yang ade, tentulah kau tau sendiri gimane lelaki buat bahagia dirinya ”
Hamidah : “ Maksud elu, cari cewek gituan ? ”
Dahlia : “ Iye bukannye saat-saat tu, cume wanitelah yang bise buat mereke rase bahagia, apalagi kalau gratis…… hee….. he….. ”
Kamelia : “ Dahlia janganlah cakap macam tu, Satria tak mungkin buat laku macam yang kau cakap ”
Nurul : “ Terserah kaulah Kamelia nak pecaya atau tak. Tapi kau tau kan, gimana dulu aku dikhianati oleh prajurit perang brengsek tu ”
Hamidah : “ Ha…….. ha…… ”
Nurul : “ Hey kenape kau ni ketawe ?! ”
Hamidah : “ Pacarmu dulu tu bukan ngkhianatin elu, tapi emang kagak naksir elu, lagian pan dulu elu yang ngejar-ngejar die. Lupa apa ye…..? ( dipukul Nurul ) au… pakai acara ngasih semur jengkol lagi …. he… he…”
Nurul : “ Iye tapi kau kini juge macam itu kan ? ”
Kamelia : “ Sudah ! sudah ! kalau macam ni terus, kapanlah kite jadi pergi, marilah tak payah dibahas lagi ” ( mereka pun akhirnya pergi ).
BAG. VI
Pasukan Jarwo datang dengan teriakannya yang berapi-api sehingga mengundang tontonan warga sekitar.
Jarwo : “ Samsul, keluar kau….. !! Samsul ayo keluar ! jangan bersembunyi saja !……..ayo keluar !! “
Pasukan Jarwo : “ Iya….. ayo keluar ! keluar ! keluar ! “
Samsul : “ ( keluar sambil menggeliat ) Hay….! Ade ape ni kau teriak-teriak, ganggu orang aje….! ”
Jarwo : “ Hey…… Samsul kau jangan pura-pura tidak tahu ! semua warga disini sudah tau siapa kamu, kamu yang sering membuat onar dimana-mana ! Orang perantauan yang tidak tahu sopan-santun ! ini tanah kami, jangan sok jago kau disini ! ”
Samsul : “ Cakap ape kau ni…. alah…. Cakap ajelah kau nak bayar hutang kekalahan kau dulu “ ( dengan santai duduk diteras )
Jarwo : “ Kau jangan sembarangan ! aku kesini mewakii seluruh warga disini yang ingin mengadili kamu ! kamu sudah sepantasnya mendapat hukuman karena telah mengganggu ketentraman warga disini ! kamu sudah jadi pengacau ! ”
Pasukan Jarwo : “ Benar ! benar itu ! bakar saja rumahnya ! adili…..! hajar saja ! pukuli !! “
Samsul : “ Alamak jang…. Fitnah macam pule tu…… sejak kapan kau jadi jaksa Jarwo ? ”
Jarwo : “ Aku hanya mewakili mereka saja….! Mereka sudah muak melihat kau yang suka membuat onar dan menggoda gadis-gadis, sudah lama mereka marah padamu hanya saja mereka takut…..! ”
Samsul : “ Jarwo……. Jarwo…… drame ape yang kau mainkan ni ? berape kau bayar orang-orang kau tu ??? kau memang pintar memutar balik fakta ! ”
Jarwo : “ Lihat dia ! ( mendekati warga sekitar ) dia pintar sekali bersilat lidah. Jangan percaya dia ! sudah saatnya kalian terbebas dari ketakutan akan keonaran Samsul !!! ayo habisi dia….! Serang dia !!! ( berkelahi dengan Samsul dan disusul pukulan dari warga dan pasukan Jarwo ) mati kau Samsul !! habisi dia !! ”
Setelah puas mereka memukuli Samsul yang sudah tergeletak tak berdaya. Kemudian Kamelia yang pulang dari pengajian sangatlah terkejut melihat abangnya yang tergeletak, apalagi setelah tau abangnya sudah tak bernyawa lagi.
Jarwo : ( mengusir semua warga kecuali, pasukannya ) “….. Ayo bubar semua …….! ”
Kamelia : “ Abang……. Abang..…..abang Samsul !!!! bangun……. Abang…..!!! ( Kamelia menangis seadanya ) ”
Jarwo : ( mencoba mendekap Kamelia lalu ditangkis ) “ Sudahlah…… Kamelia, abangmu sudah tak bernyawa lagi. Tenang masih ada aku……. Aku bisa jadi abangmu……. Lebih dari itupun bisa…… bagaimana ? ”
Kamelia : ( memukul Jarwo ) “ Bangsat kau !!! kau apakan abang aku ?! Ape salah die hah ?!?? ”
Jarwo : “ Bukan aku…. Tapi kami semua warga disini, kamu tahu apa kesalahan abangmu ? Dia tak sopan sebagai warga perantauan selalu berbuat onar dan suka menggoda gadis-gadis, sehingga orang-orang disini tak tahan lagi, mereka ketakutan, dan….. ini hasilnya “ ( menunjuk mayat Samsul ).
Kamelia : “ Dusta kau !!! abang aku tak suke buat ribut, tak pernah menggoda gadis-gadis. Kau jangan pure-pure, aku tau siape kau, kau sengaje kan nak buat macam ni, itu karne kau dendam, Iye kan ?! Permainan kau sungguh kotor Jarwo !!!! ”
Jarwo : “ Ha……. Ha… pintar juga kau menebak manis, tapi bukan hanya itu alasanku menghilangkan nyawa abangmu dimuka bumi, aku terlanjur jatuh hati padamu Kamelia…. Setiap kali aku lihat wajahmu…. Hasratku semakin panas…. Ayolah sayang kau mau kan denganku….? ( memegang tangan Kamelia ).
Kamelia : ( Kamelia semakin gugup dan mundur perlahan ) “ Bajingan kau !!! pergi kau jangan dekat dengan aku !! ” ( melemparkan kayu ke badan Jarwo namun Jarwo semakin mendekat )
Ketakutan Kamelia semakin menjadi-jadi diantara dan ketakutan, semakin mundur ia melangkah hingga masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu, tapi Jarwo mendobraknya dan masuk kedalam.
Jarwo : “ Ayo manis jangan takut, abangmu sudah tidak ada, percuma kau berteriak wargapun tak akan datang menolongmu Kamelia ”
Pasukan Jarwo: “ Kang Jarwo….. kami boleh ikut ngga !? iya nih… udah nggak tahan ! lumayan barang bagus, bagi kang yo…. !? ”
Jarwo : ( setelah menengok kanan kiri dan memastikan semua aman, Jarwo menganggukkan kepala dan yang lain ikut masuk kedalam ) “ Tapi jangan ribut….! ”
Malang nasib Kamelia, dia diperkosa oleh Jarwo dan pasukannya, dari dalam rumahnya itu hanya terdengar teriakan berontak dan jerit tangis diiringi tawa puas birahi lelaki.
Setelah puas, mereka keluar rumah dengan menyeret Kamelia keluar yang hanya berbalut selimut. Lalu tak cukup itu, merekapun juga memporak porandakan rumah Kamelia dan pergi menyisakan amarah dan dendam. Tinggalah Kamelia meratapi nasib yang akan mengubah seluruh hidupnya.
BAG. VII
Di taman tepi hutan yang rindang diperbatasan kampung datanglah seorang pemuda di remang purnama dengan balutan perban di tangankirinya dan sedikit memar di kepala, pemuda itu memanggil-manggil Kamelia.
Satria : “ Kamelia…. Kamelia dimana kau, Kamelia aku sudah datang Kamelia…. ”
Kamelia : ( dari balik pohon Kamelia keluar dengan pakaian elok dan bunga dikepalanya ) “ Satria…. Satria…. ”
Satria : “ Kamelia kau cantik sekali, sudah lama wajah ini aku rindukan apa kabarmu adinda ? ” ( menggenggam tangan Kamelia )
Kamelia : “ Kanda tengok sendiri kan ? Kamelia bahagia sangat, air terjun pun tak bise gantikan keindahan hati ni, kanda sendiri ape kabar ? Ape ni kanda ?? luke… ?? Kanda terluke ?? ” ( meraba luke di tangan dan kepala Satria )
Satria : “ Ya…gara-gara luka inilah, aku tidak bisa menepati janjiku dulu padamu. Maafkan aku Kamelia, sudikah kiranya kau memberikan maaf untukku ? ” ( sambil mengajak Kamelia duduk di bangku ).
Kamelia : “ Jangankan maaf, semue akan kuberi. Andaipun kanda tak datang dan khianatkan Kamelia, tapi Kamelia kan selalu nantikan kanda disini. Bak syair pujangge. Ibarat bunge dahlia tak akan layu bile disiram cinte ”.
Satria : “ Terima kasih kau baik sekali, dinda tau ketika kanda berangkat pulang kesini, Belanda menyerbu camp kami, banyak yang meninggal dan terluka, sehingga tak mungkin untuk……. ”
Kamelia : “ Ssstt…. Sudahlah yang kanda selamat. Senang sangatlah hati Kamelia, kanda berade disamping Kamelia, rasenye macam mimpi ” ( Kamelia lalu bernyanyi )
Satria : “ Kamelia… aku bawakan sesuatu untukmu….. lihatlah gelang ini sengaja aku beli dari pedagang gujarat. Pakailah kau pasti cocok. “
Kamelia : “ Indah sangatlah kanda… ( melamun ) hanye sayangnye…….. “
Satria : “ Sayang….. ? apa maksud adinda ? ”
Kamelia : “ Ah tak ape ape. Seandainye kanda datang menepati janji pasti Kamelia tak akan sendiri ”
Satria : “ Kanda tidak mengerti apa maksud Kamelia ? ”
Kamelia : “ Ah sudahlah kanda tak payah dipikirkan, Kamelia tak sungguh-sungguh. ( sesaat melamun lalu melihat purnama ) :Kanda sekarang waktunye Kamelia harus pulang, purname sudah tinggi ”
Satria : “ Kenapa tergesa-gesa adinda ? ”
Kamelia : “ Kamelia harus balek, abang Samsul pastilah marah bile die tau kite disini. Kamelia permisi ye kanda…. Maaf Kamelia tak bise lagi temani kanda, tapi Kamelia senang akhirnya kanda penuhi janji. Assalamualaikum ” ( Kamelia lalu pergi di balik hutan meninggalkan rasa heran pada Satria )
Satria : “ Kamelia… Kamelia… ( melamun lalu duduk ) mengapa begitu cepat dia pergi ? ah…. Mungkin dia takut pada abangnya ”.
Beberapa saat kemudian tanpa sengaja seorang pemuda lewat yang juga teman lama Satria kemudian berhenti menyapanya.
Bejo : “ Satria !! kowe wis balik toh, wah curang kowe ora aweh kabar ndisik nek wis bali. ”
Satria : “ Bejo…. Bejo kamu masih kayak dulu! ”
Bejo : “ Ngapa kowe mbengi-mbengi neng kene ? ”
Satria : “ He… he… ( tertawa malu ), aku baru ketemu bojoku ”
Bejo : “ Bojo sing endi ? ”
Satria : “ Kamu ini kayak ndak tau aja, siapa lagi, Kamelia anak kampung Melayu. ”
Bejo : “ Kamelia… ? Edan kowe, ora guyon ? ”
Satria : “ Sopo sing guyon ? baru saja dia pulang kerumah. ”
Bejo : ( kaget dan mengelus bulu kuduknya ) ” kowe ora ngerti yo ? ”
Satria : “ Tidak tahu apa ? ”
Bejo : “ Kamelia kan wis mati nem wulan wingi “
Satria : “ Apa maksudmu ? jangan buat aku bingung ?? ”
Bejo : “ Temenan, yakin, dek mbiyen mase Samsul dikeroyok Jarwo karo kanca-kancane Jarwo nganti mati. Rumahnya diobrak-abrik… pokokke wis hancur ! melasi banget, terus Kamelia di… di… ”
Satria : “ Di… diapakan Bejo… !? “
Bejo : “ Di…. Diperkosa Jarwo, preman pasar karo kanca - kancane kae “ ( takut dan gugup )
Satria : “ Tidak……. Ndak mungkin ! Kamu pasti mau ngerjain aku, jawab !! “ ( Satria mencekik leher Bejo ).
Bejo : ( sambil kesakitan ) “ Wani disamber gledek ! swer ! Maning bar Kamelia diperkosa, Kamelia ora dianggep maning nang kampung kiye, ono sing omong edan, ono sing omong strees…. Pokokke ora ono sing gelem nampung Kamelia, kanca-kancane dewek ora gelemnulungi, wedi kena sial…… akhirnya ( sedikit gugup ) ya…. Kaya kae kuwi, Kamelia akhirnya nganu…. nganu…. bunuh diri…. Hih! Aku dadi mrinding kiye ” ( lari lalu pergi meninggalkan Satria ).
Digambarkan kisah terakhir sejak Kamelia diperkosa, terlunta-lunta hingga bunuh diri dengan sebotol kecil racun di depan reruntuhan rumahnya sendiri. Setiap lelaki yang lewat dilempari dan dipukuli, dia kira itulah orang-orang yang telah memperkosanya, dibayangannya Satria akan datang, hanya menangisi pabila sadar itu hanya khayal. Satria tak percaya mendengar kisah itu diam lalu berteriak-teriak memanggil Kamelia, dia berlari-lari seperti orang yang tidak waras, hingga tiba di depan reruntuhan rumah Kamelia tak ada apapun disana tapi Satria menemukan setangkai bunga dahlia yang diselip Kamelia dirambutnya diantara reruntuhan rumah Kamelia yang sekaligus menjadi kuburan tak bernisan..
Satria : ( meremas bunga dahlia sambil terisak lalu berteriak )
“ Kamelia……………..!!! ”
Miracle of february 2004
BIODATA PENULIS
Nama : TRI AMALIA LESTARI
Lahir : Rantau, 28 Agustus 1984
Alamat : Jl. Sorogenen No. 27 C Nitikan, Umbulharjo
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar